ABU NAWAS gusar karena rumahnya digali oleh pegawai istana. Raja menduga ada emas berlian di bawah rumah Abu Nawas. Rumah Abu Nawas hancur berantakan, ia berpikir keras bagaimana membalas perbuatan raja.
Abu Nawas tidak makan berhari-hari sampai makanannya dihinggapi banyak lalat. Lalu muncul ide cemerlang. Ia menutupi makanan yang penuh lalat dan membawanya ke istana. Tak lupa ia membawa tongkat besi.
“Ampun Tuanku, hamba menghadap Tuanku Baginda hanya untuk mengadukan perlakuan tamu-tamu yang tidak diundang. Mereka memasuki rumah hamba tanpa ijin dari hamba dan berani memakan makanan hamba.”
“Siapakah tamu-tamu yang tidak diundang itu wahai Abu Nawas?” sergap Baginda kasar.
“Lalat-lalat ini, Tuanku.” kata Abu Nawas sambil membuka penutup piringnya.
“Kepada siapa lagi kalau bukan kepada Baginda, hamba mengadukan perlakuan yang tidak adil ini.”
“Lalu keadilan yang bagaimana yang engkau inginkan dariku?”
“Hamba hanya menginginkan ijin tertulis dari Baginda sendiri agar hamba bisa dengan leluasa menghukum lalat-lalat itu.”
Baginda Raja tidak bisa mengelak, ia membuat surat ijin kemudian diberikan kepada Abunawas. Setelah itu Abunawas membuka penutup makanannya.
Lalat-lalat itu terbang kemana saja dan langsung dipukul oleh Abu Nawas. Hinggap di dinding kaca, keramik hias, tempayan mahal, vas bunga, patung emas yang mahal.
Bahkan ada lalat yang hinggap di pipi baginda, Abu Nawas tidak sungkan memukulnya dengan tongkat besi. Raja tidak bisa mengelak dari titahnya sendiri. Ia malu telah melakukan kesalahan terhadap Abu Nawas.
Orang Farisi dan Herodian ingin menjebak Yesus dengan pertanyaan sulit. Kalau Yesus sampai salah menjawab, Ia bisa ditangkap dan diadili.
Kalau Yesus menjawab tidak boleh, Ia akan dituduh melawan Kaisar. Kalau Ia menjawab boleh, Ia tidak berpihak kepada bangsa-Nya dan dianggap anteknya penjajah.
Yesus minta uang pajak itu. Ia bertanya, “Gambar dan tulisan siapakah ini?” Mereka menjawab, “Gambar dan tulisan Kaisar.”
“Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi hak Kaisar, dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah.” Mereka terdiam.
Negara mempunyai hak untuk mengatur hidup kita demi kebaikan bersama (Bonum Commune). Kita harus mentaatinya. Allah juga punya hukum dan aturan-aturan demi keselamatan kekal kita. kita wajib mentaatinya juga.
Tidak haram bagi kita untuk mentaati aturan demi kebaikan bersama. Justru aneh bagi kita, kalau hidup di Indonesia tetapi tidak mau diatur dan bahkan membenci pemerintah.
Maunya hanya diatur oleh hukum nenek moyangnya sendiri. Apa yang menjadi hak negara, berikan kepada negara. Apa yang menjadi hak Allah berikan kepada Allah.
Tanam rumput liar, tumbuhnya bunga aneka warna.
Disiram air mawar, semerbak wangi harumnya.
Cinta pada Indonesia, taati aturan dan pemimpinnya.
Kalau mau bikin negara, pergi ke Planet Crypton sana.
Cawas, bunga warna-warni….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr