Aku Bergembira Menjadi Saksi Kristus, Penerimaan Sakramen Krisma 2023

Pada hari Sabtu, 12 Agustus 2023, Bapa Uskup Keuskupan Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko menerimakan sakramen penguatan atau sakramen krisma kepada 32 orang di Gereja St. Maria Assumpta Babarsari. Perayaan Ekaristi dipimpin langsung oleh Mgr. Robertus Rubiyatmoko sebagai selebran utama, didampingi oleh Romo Yohanes Iswahyudi, Pr (Pastor Paroki) dan Romo Yohanes Riyanto, Pr sebagai konselebran. Perayaan penerimaan sakramen krisma kali ini mengusung tema “Aku Bergembira Menjadi Saksi Kristus”.

Minggu ini, Gereja Katolik memperingati Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga, dimana hari raya ini merupakan perayaan pesta perak pelindung nama Gereja St. Maria Assumpta Paroki Babarsari. Dalam homilinya, Mgr. Robertus Rubiyatmoko menyampaikan bahwa :

“Semua orang beriman yang percaya kepada Yesus Sang Juruselamat diajak meneladan Bunda Maria, yaitu mengimani Bunda Maria dalam keseharian, berani melangkah terus menerus dengan penuh sukacita, dan keyakinan bahwa Allah akan menolong kita semua. Kepercayaan kepada Allah yang menyelenggarakan segala sesuatunya membuat Dia (Maria) bahagia”.

Pesan ini sangat meneguhkan para krismawan-krismawati serta umat yang hadir untuk mengimani Bunda Maria sebagai teladan iman, melangkah dengan sukacita dan keyakinan, serta bergembira menjadi saksi Kristus. Dalam tema “Aku Bergembira Menjadi Saksi Kristus”, kita diajak seperti Maria yang dengan rendah hati menerima peran penting dalam rencana keselamatan, kita pun dapat bergembira dalam panggilan sebagai saksi Kristus. Melangkah dalam sukacita dan keyakinan dapat membawa kebahagiaan dan harapan kepada orang-orang yang kita jumpai sehari-hari.

Sebelum penghujung perayaan ekaristi, dewan paroki dan seluruh umat yang hadir memberikan kejutan sebagai bentuk cinta untuk Mgr. Robertus Rubiyatmoko yang merayakan Ulang Tahun Imamat yang ke-31. Diiringi dengan nyanyian Querere et Salvum Facere yang merupakan motto tahbisan Mgr. Robertus Rubiyatmoko dan lagu Happy Birthday, Mgr. Rubi memotong kue ulang tahun dan memberikannya kepada salah seorang krismawan, yang menjadi simbol ucapan selamat atas penerimaan sakramen penguatan kepada krismawan dan krismawati.

Dengan demikian, perayaan penuh makna ini tidak hanya menjadi kenangan yang indah, tetapi juga membangkitkan semangat dan semakin menguatkan keyakinan bahwa melangkah dalam iman dan sukacita adalah anugerah yang membawa berkat dan kebahagiaan. Maka, kita dapat meresapi pesan dan teladan dari perayaan ini, serta membiarkan semangat “Aku Bergembira Menjadi Saksi Kristus” menerangi setiap langkah hidup kita.

 

Written by Theodora

Edited by Gisella

Photo by KOMPARI

Berbuat Baik, Apa Susahnya?

“…belajarlah berbuat baik, usahakanlah

keadilan” (Yes 1:17)

Sebagai makhluk sosial, manusia pasti saling membutuhkan satu individu dengan individu lainnya. Dalam menjalani kegiatan sehari-hari, setidaknya tiap-tiap manusia akan bertemu dengan satu atau dua manusia yang lain. Baik itu keluarga, kerabat, teman sekantor, ataupun orang lain yang ditemui. Salah satu cara menjaga relasi yang baik antar umat manusia adalah dengan berbuat baik. Berbuat baik tidak melulu kita lakukan ketika kita sudah menerima kebaikan dari orang lain. Namun, alangkah lebih mulia ketika kitalah yang mengawali untuk berbuat baik dengan orang lain, dan berharap orang tersebut juga berbuat hal yang sama seperti yang kita lakukan terhadapnya.

Berbuat baik tidak ada yang merugikan diri kita. Walaupun dalam perkara kecil sekalipun, perbuatan baik akan menjadi penyejuk hati bagi yang melakukan dan pertolongan yang berarti bagi yang menerima. Karena dari hal-hal kecil lah yang bisa kita jadikan pelajaran dan kebiasaan untuk selalu berbuat baik, sehingga kita pun mampu berbuat baik dalam perkara yang lebih besar. Sebagai contoh, ketika teman sekantor kita melakukan kesalahan sehingga membuat marah atasannya, kita bisa membantu menyelesaikan permasalahan pekerjaannya dan menghiburnya untuk meringankan beban yang dipikulnya. Seperti yang diajarkan oleh Nabi Yesaya, yaitu seorang Nabi yang pada waktu itu dikenal sebagai sosok pejuang keadilan sosial dan pewarta kerahiman Tuhan yang menghargai pertobatan hidup.

          Kutipan sabda dari Nabi Yesaya yaitu “…belajarlah berbuat baik, usahakanlah keadilan”, Nabi Yesaya berpendapat bahwa belajar berbuat baik dapat dilakukan dengan mengusahakan keadilan, mengendalikan orang-orang kejam, membela hak-hak anak yatim, memperjuangkan perkara para janda pada saat itu (Yes 1:17). Jika melihat situasi saat ini, pendapat Nabi Yesaya tersebut membuat kita memiliki pandangan luas lagi mengenai hal berbuat baik dan juga dalam hal memperjuangkan keadilan.

            Pada masa sekarang ini, perbuatan baik yang salah satunya adalah menegakkan keadilan masih sulit sekali didapatkan oleh sebagian orang. Keadilan dapat terwujud ketika setiap orang mendapatkan porsi yang sama dalam situasi yang berbeda-beda. Dalam kerahiman dan belas kasih Allah, setiap perbuatan baik dan perjuangan keadilan akan makin menyempurnakan peradaban kasih di tengah masyarakat kita.

Setiap kita selesai melakukan kegiatan sehari-hari, perlu ditanamkan pada diri kita pertanyaan sederhana yaitu “Sudahkah aku berbuat baik hari ini?”. Ini akan membuat kita merenungkan hal-hal baik apa yang sudah kita berikan kepada orang lain. Dan jika kita belum melakukan perbuatan baik, pertanyaan tersebut akan membuat kita termotivasi untuk melakukan perbuatan yang baik pada keesokan harinya. Sedikit demi sedikit kita harus melatih empati kita dalam melihat segala kejadian yang ada di sekitar kita. Karena jika hal tersebut kita lakukan secara rutin, kebiasaan berbuat baik kepada sesama walaupun hanya menebarkan senyuman sekalipun akan terpatri di dalam hati kita.

Marilah dalam masa Paskah ini, kita belajar bersyukur atas kerahiman dan belas kasih Allah kepada kita dan memohon rahmat agar senantiasa dimampukan menjadi pribadi yang lebih baik. Terutama bagi para orang muda Katolik, hendaknya kita dapat turut serta dalam memperjuangkan keadilan sosial disekitar kita di manapun kita berada tanpa melihat perbedaan agama, ras, suku, maupun budaya. Jadilah garam dan terang bagi dunia kita saat ini. Terlebih lagi ketika masa pandemi tiba seperti ini, kita orang muda Katolik bisa menjadi pelopor untuk karya-karya baik Tuhan dalam kehidupan menggereja maupun kehidupan sosial kita.

 

Penulis : Polikarpus Olivio

Editor : Gisella Maria

 

Sumber :

Buku Renungan Harian Masa Prapaskah 2021, Keuskupan Agung Semarang

BELAJAR MENJADI SAUDARA MENURUT ENSIKLIK FRATELLI TUTTI

 

Vatikan telah merilis suatu ensiklik yang sangat dinantikan dari Bapa Paus Fransiskus.  Namun apakah umat sudah memahami apa itu ensiklik sebenarnya? Ensiklik adalah surat yang diedarkan Bapa Suci kepada umat Katolik di seluruh dunia dan sering ditujukan juga kepada semua orang yang berkehendak baik, yaitu non-Katolik yang mungkin ingin membaca dokumen tersebut.

Ensiklik Kepausan memberikan analisis, dalam terang Injil dan Tradisi Gereja, tentang masalah-masalah yang relevan bagi umat beriman. Paus sebelumnya telah menerbitkan ensiklik tentang berbagai topik, mulai dari studi Kitab Suci (Leo XIII, 1893) hingga penebusan umat manusia di dalam Kristus dan martabat manusia (Yohanes Paulus II, 1979).

Lalu apa hubungannya dengan “Fratelli Tutii”?

“Fratelli Tutti” berarti “semua saudara dan saudari” dan diambil dari nasihat Santo Fransiskus dari Assisi. Nasihat ini merupakan prinsip dan pedoman bagi para biarawan yang termasuk dalam ordo religius yang didirikan oleh Santo Fransiskus. Di awal ensiklik, Paus Fransiskus menarik perhatian kita pada poin 25 dari Nasihat, di mana Santo Fransiskus “menyerukan cinta yang melampaui batasan geografi dan jarak, dan menyatakan diberkati semua orang yang mencintai saudara mereka ‘sebanyak ketika dia jauh darinya seperti saat dia bersamanya ‘.

“Fratelli Tutti” merupakan judul dari ensiklik ketiga yang diterbitkan Paus Fransiskus setelah Laudato si (Puji Bagi-Mu) yang diliris tahun 2015. Ensiklik ini diresmikan di Assisi pada tanggal 4 oktober 2020 bertepatan dengan pesta Santo Fransiskus dari Assisi yang menjadi inspirasi utama dalam pembuatan ensiklik ini. Frasa Fratelli Tutti diambil dari nasihat Santo Fransiskus yang berarti “Semua Bersaudara”. Ensiklik ini bertujuan untuk mendorong keinginan akan persaudaraan dan persahabatan sosial.

Siapa itu Santo Fransiskus dari Asisi? Dan Mengapa Paus mengambil insprirasi darinya dalam membuat ensiklik ini ?

Santo Fransiskus lahir di Assisi pada akhir abad ke-12 dan lahir dari keluarga yang kaya raya. Saat muda ia sempat memberontak untuk menjalankan bisnis ayahnya dan menghabiskan waktunya dengan bersenang-senang. Namun sikapnya itu berubah total setelah dia mengikuti peperangan dan harus masuk penjara selama setahun. Dia menghabiskan waktunya dengan menyendiri dan meminta penerangan kepada Tuhan. Setelah itu, dia memutuskan untuk meninggalkan kesenangan duniawi dan menyerahkan diri seluruhnya ke kehidupan kemiskinan kerasulan. Bersama dengan Santa Klara dari Assisi, ia mendirikan beberapa ordo religius yaitu  Ordo Fransiskan, ordo  Klara Miskin dan ordo Fransiskan Sekuler. Ordo-ordo ini terdiri dari umat awam yang tidak mengambil kaul religius, tetapi memilih untuk menjalankan prinsip-prinsip Fransiskan dalam kehidupan sehari-hari.

Santo Fransiskus dikenal sebagai santo pelindung ekologi.  Ia juga paling dikenal karena menemukan Tuhan dalam kemiskinan dan kesederhanaan, dalam kontemplasi dan dalam pekerjaan. Dalam lingkungan alam, Santo Fransiskus juga mencari persahabatan dengan semua makhluk Tuhan. Dia sering digambarkan dikelilingi oleh burung dan binatang liar dan mengenakan tunik wol kasar yang biasanya dipakai petani miskin di Umbria tempat asalnya. Seperti yang dikatakan paus dalam Fratelli Tutti, “Kemanapun dia pergi, dia menabur benih perdamaian dan berjalan bersama orang miskin, yang terlantar, yang lemah dan yang terbuang, saudara dan saudari yang paling hina” (FT, 2).

Salah satu inspirasi utama Paus Fransiskus untuk ensiklik baru ini adalah kisah di mana Santo Fransiskus mengunjungi Sultan Malik-el-Kamil di Mesir,  pada saat Perang Salib, sebagai upaya untuk mengakhiri konflik antara Kristen dan Muslim. Ini ditawarkan sebagai model cinta Kristiani, yang juga dijalani oleh “orang miskin Assisi” di tanah airnya. Seperti yang dikatakan paus, “Di dunia pada masa itu, penuh dengan menara pengawas dan tembok pertahanan, kota-kota adalah teater perang brutal antara keluarga-keluarga yang berkuasa, bahkan ketika kemiskinan menyebar ke pedesaan. Namun di sana Fransiskus dapat menyambut kedamaian sejati ke dalam hatinya dan membebaskan dirinya dari keinginan untuk menggunakan kekuasaan atas orang lain.

 

Pesan dari Fratelli Tutti

Paus Fransiskus telah menulis surat ensiklik ini sebelum virus corona menyerang dan mengubah segalanya mulai dari ekonomi global hingga kehidupan sehari-hari. Dia mengatakan bahwa pandemi, bagaimanapun, telah mengonfirmasi keyakinannya bahwa lembaga politik dan ekonomi saat ini harus direformasi untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang paling dirugikan oleh virus corona.

Keadaan darurat kesehatan global akibat pandemi telah membantu menunjukkan bahwa “tidak ada yang dapat menghadapi kehidupan dalam isolasi” dan bahwa waktunya telah benar-benar datang untuk “bermimpi, menjadi satu keluarga manusia” di mana kita semua adalah “saudara dan saudari “(7- 8).

  1. Refleksi tentang distorsi di era komtemporer.

Dalam bab pertama, ensiklik ini merefleksikan tentang banyak distorsi di era kontemporer: manipulasi konsep-konsep seperti demokrasi, kebebasan, keadilan; hilangnya makna komunitas sosial dan sejarah; keegoisan dan ketidakpedulian terhadap kebaikan bersama; logika pasar berdasarkan keuntungan dan budaya pemborosan; pengangguran, rasisme, kemiskinan; disparitas hak dan penyimpangannya seperti perbudakan, perdagangan manusia, pelecehan terhadap perempuan yang dipaksa menggugurkan kandungan dan perdagangan organ (10-24).

 

Hal diatas memaparkan realitas dunia yang digambarkan sebagai suasana gelap. Ketika badai Covid-19 menerpa perahu dunia, tersingkaplah topeng bernama ‘kemajuan global’, suatu kemajuan yang nyatanya tidak mampu menangkal krisis, karena mengutamakan keselamatan individu atau kelompok, tetapi mengabaikan persaudaraan.

 

Kisah Injil utama yang diangkat dalam Fratelli Tutti adalah perumpamaan tentang Orang Samaria yang Baik hati. Kisah menarik tentang orang asing yang bertindak sebagai tetangga sejati bagi pria yang dirampok dan dipukuli di pinggir jalan menawarkan “kriteria untuk menilai setiap proyek ekonomi, politik, sosial dan agama” (FT, 69). Hal ini menggerakkan kita untuk menanggapi saudara perempuan atau laki-laki kita yang membutuhkan, siapa pun mereka, dari mana pun mereka berasal (FT, 72) Kita ditantang untuk keluar, bertindak sebagai tetangga, dan menjangkau semua orang yang membutuhkan.

Sebuah masyarakat yang diwarnai oleh persaudaraan akan menjadi masyarakat yang mempromosikan pendidikan dalam dialog untuk mengalahkan “virus” dari “individualisme radikal” (105) dan memungkinkan setiap orang untuk memberikan yang terbaik dari diri mereka sendiri.

 

  1. Melindungi para imigran

Sementara itu, sebagian dari bab kedua dan keempat didedikasikan untuk isu migran. Dengan kehidupan mereka yang “dipertaruhkan”, melarikan diri dari perang, penganiayaan, bencana alam, perdagangan yang tidak bermoral, direnggut dari komunitas asalnya, para migran harus disambut, dilindungi, didukung dan diintegrasikan.

 

Paus juga menyerukan untuk membangun dalam masyarakat konsep “kewarganegaraan penuh”, dan menolak penggunaan istilah “minoritas” secara diskriminatif (129-131). Yang paling dibutuhkan di atas segalanya – terbaca dalam dokumen tersebut – adalah tata kelola global, sebuah kolaborasi internasional untuk migrasi yang mengimplementasikan perencanaan jangka panjang.

 

  1. Seni perjumpaan dalam masyarakat.

Dari bab enam, “Dialog dan persahabatan dalam masyarakat”, selanjutnya muncul konsep hidup sebagai “seni perjumpaan” dengan semua orang, bahkan dengan dunia pinggiran dan dengan masyarakat asli, karena “kita masing-masing dapat belajar sesuatu dari orang lain.”

Dialog sejati, memang memungkinkan seseorang untuk menghormati sudut pandang orang lain, kepentingan mereka yang sah dan di atas segalanya kebenaran martabat manusia.

Pembangunan perdamaian adalah “upaya terbuka, tugas yang tidak pernah berakhir” dan oleh karena itu penting untuk menempatkan pribadi manusia, martabatnya, dan kebaikan bersama sebagai pusat dari semua aktivitas (230- 232).

 

Bagaimana umat  Katolik menanggapi ensiklik ini?

Dalam kondisi pandemi seperti ini, tatanan kehidupan kita telah berubah. Bahkan kehidupan menggereja kita pun ikut berubah saat pandemic datang. Di tengah keterbatasan yang ada, umat Katolik diajak untuk menemukan cara baru dalam mengimani Yesus Kristus dan tetap mewartakan sabda-Nya.

Dalam mewujudkan semangat persaudaraan, marilah bersama-sama keluar dan saling membantu satu sama lain layaknya saudara terutama mereka yang sangat membutuhkan bantuan kita. Persaudaraan manusia akan dipupuk dan dipelihara melalui cinta kasih. Paus Francis menulis, “Cinta, pada akhirnya, lebih dari sekadar serangkaian tindakan kebajikan. Tindakan-tindakan cinta bersumber dalam persatuan yang semakin diarahkan kepada orang lain, menganggap mereka sebagai bernilai, layak, menyenangkan dan indah terlepas dari penampilan fisik atau moral mereka”(Fratelli Tutti, nr. 94).

Sebagai umat Katolik, kita juga bisa berdoa untuk persatuan antar bangsa dan kelompok masyarakat, dengan harapan dunia kita  bisa pulih bahkan setelah pandemic dengan semangat perdamaian dan persaudaraaan.

Pesan bagi Kaum Muda

Titik tolak dan spirit dasar Ensiklik Fratelli Tutti dari Paus Fransiskus ialah persaudaraan universal dalam cara hidup Fransiskus Assisi: Ia memperlakukan segenap makhluk sebagai saudara dan saudari. Santo Fransiskus mengajak kita untuk mencintai sesama baik yang jauh maupun yang dekat. Bagi Santo Fransiskus, semua makhluk adalah saudara. Semua manusia makhluk dari daging.

Sebagai kaum muda yang begitu dekat dengan dunia digital, kita tahu maraknya isu-isu pembullyan, hoax, dan hate speech yang terjadi pada media-media sosial yang ada. Dan sebagai generasi penerus Gereja, hendaklah kita memaknai semangat yang tertuang dalam ensiklik ini dalam kehidupan kita, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun hidup dalam bermedia sosial. Kita bisa melakukan hal-hal sederhana dengan terus menyebarkan berita baik, tidak ikut berkomentar buruk, dan menjaga sikap kita di dunia virtual itu, sehingga semangat dasar Fratelli Tutti, dimana kita menganggap semua makhluk adalah saudara, bisa terwujud.

Kita sebaiknya mengupayakan keselamatan sebagai satu persaudaraaan, bukan sebagai individu. Indah rasanya bersolider sebagai saudara. Pandemi corona membuka topeng egoisme, dan menyingkap kenyataan bahwa kita telah mengabaikan harta bersama yang paling berharga, yaitu menjadi saudara satu sama lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber tambahan:

Kompas.com

Cafod.org.uk

 

Written by : Chika

Edited by : Gisella

Hukum Kasih dalam Fratelli Tutti dan Perayaan Valentine

Oleh: Tripleway

Bulan Februari bagi pasangan muda biasa identik dengan cokelat, hadiah dan ungkapan cinta. Ketiga hal tersebut menjadi nuansa ikonik di bulan Februari karena di bulan ini terdapat perayaan yang diadakan setiap tanggal 14 Februari di seluruh dunia termasuk Indonesia yaitu Hari Valentine. Terdapat beberapa versi sejarah yang mencatat awal mula dari perayaan Hari Valentine ini salah satunya adalah sejarahnya yang berasal dari kisah legenda Santo Valentine.

Ilustrasi Valentine. Sumber: Freepik.

 

Sejarah Hari Valentine

Kisah Santo Valentine ini disebut legenda karena tidak terdapat catatan rinci yang dapat memverifikasi kebenaran dari kisah atau sejarah ini. Legenda ini menceritakan bahwa Valentine dipukuli dan berakhir dipancung pada tanggal 14 Februari 278 Masehi. Bentuk eksekusi ini merupakan sebuah hukuman karena Imam Valentine dianggap menentang kebijakan seorang Kaisar bernama Claudius II. Dikutip dari Detik.com, Claudius II dikenal kejam setelah membuat Roma terlibat dalam berbagai pertempuran berdarah. Roma harus selalu menang dalam peperangan sehingga Sang Kaisar harus menunjukkan memiliki tentara yang kuat. Sayangnya, hal tersebut ternyata sulit untuk diwujudkan karena menurut Sang Kaisar, bala tentaranya enggan pergi ke medan perang karena terikat pada istri atau kekasih mereka. Untuk mengatasinya Claudius II melarang semua bentuk pernikahan serta pertunangan yang ada pada Roma.

 

Santo Valentine. Sumber: Pinterest.

Imam Valentine ini justru menentang kebijakan tersebut dengan berusaha secara diam-diam menikahkan pasangan muda. Tindakan ini diketahui oleh Kaisar sehingga Imam Valentine ditahan serta dihukum lalu tubuhnya dipukul hingga dipancung. Hukuman ini menjadikan sebuah tanda sebagai peringatan atau perayaan yang dilakukan setiap tanggal 14 Februari. Sejarah Valentine yang sebenarnya ini memang lebih banyak dipercaya sebab legenda yang beredar menyebutkan bahwa Valentine meninggalkan catatan perpisahan untuk putri penjaga penjara yang menjadi temannya. Catatan bertuliskan ‘From Your Valentine’ ini menjadi populer dan banyak menginspirasi. Atas jasanya, Valentine dinobatkan sebagai orang suci hingga disebut sebagai Santo Valentine.

 

Tradisi Valentine Gereja dan Fratelli Tutti

Paus Fransiskus. Sumber: Komkat KWI

Hari Valentine, biasanya juga dikenal dengan hari kasih sayang oleh sebagian orang. Dalam Gereja Katolik, kasih sayang merupakan pokok ajaran yang diajarkan oleh Yesus Kristus kepada para pengikutnya. “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. (TB Yoh 13:34). Selain dari kitab suci dan ajaran Yesus sendiri, Gereja Katolik juga memiliki sebuah dokumen yang disebut “Fratelli Tutti”. Dokumen yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus pada tanggal 03 Oktober 2020 ini berisi tentang persaudaraan universal dalam cara hidup Fransiskus Assisi yang memperlakukan segenap makhluk sebagai saudara dan saudari. Terdapat beberapa poin yang patut diperhatikan di dalam dokumen ini yaitu:

  1. Ensklik ini dimulai dengan penekanan bahwa kita semua adalah bagian dari sebuah keluarga manusia, anak dari satu Pencipta, berada dalam perahu yang sama, dan karenanya kita perlu menyadari bahwa dunia yang terglobalisasi dan saling berhubungan ini hanya bisa diselamatkan oleh kerja sama kita semua.
  2. Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Hidup Bersama atau Dokumen Abu Dhabi yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar pada Februari 2019 menjadi salah satu inspirasi ensklik ini, yang dikutip berkali-kali.
  3. Salah stau konteks lahirnya ensiklik adalah pandemi Covid-19 yang menurut Paus Fransiskus “meletup secara tak terduga” saat dia “menulis ensiklik”. Ia menyatakan, keadaan darurat kesehatan global akibat pandemi telah membantu menunjukkan bahwa “tidak ada yang dapat menghadapi kehidupan dalam isolasi” dan bahwa waktunya telah benar-benar datang untuk “bermimpi, kemudian, sebagai satu keluarga manusia” di mana kita semua adalah “saudara dan saudari “(7- 8).

Dari beberapa poin tersebut dapat dilihat bahwa terdapat kemiripan permenungan antara perayaan Hari Valentine dan dokumen Fratelli Tutti. Kedua hal tersebut sama-sama menyoroti hal yang sama yaitu tentang cinta kasih. Sebagai orang Katolik, di perayaan Hari Valentine ini kita hendaknya memberikan cinta kasih bukan hanya kepada orang-orang yang kita cintai tetapi kita harus berusaha juga memberikan cinta kasih kepada semua orang seperti cara hidup Fransiskus Assisi yang menjadi dasar dari dokumen Fratelli Tutti.

 

Hari Valentine di Tengah Masa Pandemi

Cinta kasih yang dapat diberikan kepada semua orang pada Hari Valentine pada tahun ini sedikit berbeda jika dibandingkan Hari Valentine yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini kita sama-sama berada dalam perjuangan di dalam penderitaan pandemi Covid-19. Meskipun dalam masa pandemi, bukan berarti kita lalu berhenti untuk berbagi kasih dengan orang lain. Justru dalam masa pandemi  kita dituntut untuk semakin menyadari bahwa “tidak ada yang dapat menghadapi kehidupan dalam isolasi” dan bahwa waktunya telah benar-benar datang untuk “bermimpi, kemudian, sebagai satu keluarga manusia” di mana kita semua adalah “saudara dan saudari “ (Fratelli Tutti, 2020, 7- 8).

Lalu, bagaimana cara kita untuk berbagi kasih di masa pandemi? Jika kita melihat kondisi yang terjadi sekarang ini, terdapat segelintir orang yang menganggap bahwa orang yang terkena Covid-19 patut diasingkan dan dijauhi. Bahkan terdapat beberapa kasus yang menolak para jenazah korban Covid-19 untuk dimakamkan di suatu daerah. Tentunya hal-hal yang terjadi tersebut sangat bertentangan dengan nilai kasih yang diajarkan oleh Yesus.

Sebagai seorang pengikut Kristus, sudah sepatutnya kita memperhatikan saudara-saudari yang tertimpa kemalangan, misalnya dengan cara memberikan bantuan makanan bagi orang yang terpaksa melakukan isolasi di rumah, dan tetap memberikan mereka perhatian dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Selain itu, dengan taat memakai masker pun kita sebenarnya sudah ikut serta dalam pengamalan kasih kepada sesama karena dengan memakai masker kita dapat memutus rantai penyebaran Covid-19 ini sehingga tidak menyebar dan menambah jumlah penderitanya.

Perayaan Valentine tahun ini memiliki banyak perjuangan dan hambatan. Tetapi justru karena hambatan dan perjuangan tersebut, kita menjadi bisa belajar bahwa kasih itu harus diberikan tanpa syarat kepada semua orang. Mari jadikan Valentine tahun ini sebagai moment pengingat bagi kita untuk terus memberikan kasih kepada semua orang karena kasih itu universal dan diberikan tanpa syarat.

 

Sumber:

Karya Kepausan Indonesia

Komkat KWI

Detik.com

Katolisitas

Congkasae

Menyambut Natal ditengah Pandemi

Tak terasa kita telah melewati Minggu ketiga Adven, yang artinya tak lama lagi Natal pun segera datang. Natal berasal dari bahasa Portugis yang berarti kelahiran. Natal merupakan hari raya kelahiran Yesus Kristus yang diperingati umat Kristen setiap tanggal 25 Desember. Natal dirayakan dalam ibadat pada malam tanggal 24 Desember dan 25 Desember.

Menjelang perayaan Natal, biasanya gereja-gereja mulai sibuk dengan berbagai kegiatan dan tradisi perayaan natal, seperti : menghias pohon Natal, melakukan perjamuan makan bersama, maupun aksi solidaritas natal. Sudah menjadi tradisi di dalam Gereja dalam menyambut Natal yang biasanya selalu meriah dan penuh sukacita.

Namun kita semua mengetahui bahwa kondisi masyarakat dunia di tahun ini sangatlah berbeda dibandingkan tahun sebelumnya. Pandemi Virus Covid-19 yang tak kunjung berakhir menjadi penyebabnya. Sudah kira-kira 10 bulan lamanya Virus Covid-19 atau yang biasa kita sebut virus corona ini menyerang berbagai daerah di Indonesia. Selama itu pula, banyak sekali aspek-aspek kehidupan kita terganggu dan mengalami perubahan secara drastis.

Sejak virus corona ini menyebar di Indonesia dan pertambahan kasus orang yang positif semakin banyak. Pemerintah mulai menerapkan berbagai kebijakan untuk mencegah virus ini agar tidak terjadi peningkatan yang signifikan. Pada awal pandemi ini berlangsung, pemerintah mulai menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), jaga jarak, pengecekan suhu di ruang publik, gerakan mencuci tangan, dan masih banyak lagi.

Kehadiran virus corona ini pun mempengaruhi kehidupan kita sebagai umat beragama. Kita tahu bahwa sejak berkembangnya virus ini di awal tahun 2020, seluruh gereja ditutup. Seluruh kegiatan peribadatan dan misa dilakukan secara virtual melalui Youtube. Menjelang pertengahan tahun, gereja sudah mulai kembali mengadakan misa dengan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat dan juga membatasi umat yang hadir dalam setiap misa.

Tak berbeda dengan Misa Perayaan Natal yang sebentar lagi akan segera tiba. Kemeriahan untuk menyambut kelahiran Sang Juru Selamat kali ini harus dirayakan dengan cukup berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19, banyak dari kita yang memilih untuk melakukan misa virtual dari rumah saja.  Walaupun ada beberapa dari kita yang bisa melakukan misa secara langsung, namun tetap saja jumlah umat yang diperbolehkan hadir secara langsung di Gereja tetap dibatasi.

Lantas apakah hal ini harus mengurangi sukacita kita untuk menyambut Natal ? Tentu saja tidak. Walaupun kita semua memiliki kesedihan karena tidak bisa merayakan Natal dengan meriah atau pun dengan beramai-ramai, kita tetap harus menyambut kehadiran Tuhan Yesus dengan sukacita dan syukur yang sama besarnya. Justru dengan adanya kemelut dan kesulitan-kesulitan hidup yang kita alami sejak pandemi ini berlangsung, kita harus memperbesar harapan kita terhadap pertolongan Kristus.

Di masa pandemi ini kita didorong untuk tetap bersyukur dan menyambut Tuhan dengan rendah hati, tanpa perlu acara-acara meriah, tanpa perlu pesta-pesta natal. Namun kita diajak untuk menyambut tuhan dengan kesederhanaan seperti Yesus yang lahir di dalam kandang. Yesus akan tetap datang dan hadir ke dalam hidup kita tanpa kita harus melakukan penyambutan yang mewah. Yang terpenting pada saat ini adalah bagaimana kita mempersiapkan hati kita dengan penuh syukur dan penuh sukacita untuk merayakan kedatangan Tuhan Yesus ditengah kesederhanaan dan kesulitan yang kita hadapi di masa pandemi ini.

Syukur adalah sebuah ungkapan rasa berterima kasih kita kepada Tuhan yang telah memberikan kita berbagai anugerah dan kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya. Lalu apakah artinya bersyukur di tengah keprihatinan banyak orang di sekitar kita karena pandemi? Tentu saja di tengah masa seperti ini kita diajak berkaca kembali untuk mengucapkan rasa terimakasih kita atas hal-hal sederhana yang telah diberikan Tuhan seperti anugerah kehidupan, anugerah kesehatan, masih memiliki rejeki yang cukup, dll. Tak hanya itu, sesuai dengan tema masa Adven 2020: “Orang Katolik yang semakin erat bersatu dengan Kristus dan berbuah kasih”, kita semua diajak untuk bersyukur dengan cara “berbuah kasih”. Kita bisa “berbuah” salah satunya dengan cara berbagi. Terutama di saat pandemi seperti ini dimana situasi ekonomi memburuk dan banyak orang semakin terpuruk akibat penyakit dan kehilangan pekerjaan, kita diajak mengungkapkan syukur kita dengan berbagi berkat. Kita diajak untuk berbagi dan menghasilkan buah-buah kasih yang dapat menolong sesama kita dan dengan cara itu jugalah kita menyambut kehadiran Tuhan Yesus.

Marilah dengan sukacita kita menyambut Natal 25 Desember 2020 dan Tahun Baru 1 Januari 2021, dengan semangat memberitakan Injil dan terus mengalami penghiburan dari Kristus untuk saling menguatkan satu dengan yang lain dan untuk semakin berbuah kasih. Marilah kita mewarnai Perayaan Natal dan Tahun Baru ini dengan kesederhanaan tetapi dengan limpah sukacita dan penuh rasa syukur, sambil kita terus berdoa bagi seluruh warga bangsa Indonesia agar terbebas dari pandemi Covid-19, agar bangsa kita segera pulih dari berbagai macam kesulitan dan permasalahan yang terjadi di berbagai aspek kehidupan kita.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Written by : Gisella

 

Mengenal Tradisi Masa Adven

Oleh: Polycarpus

Memperingati peristiwa kelahiran Yesus Sang Putera, Gereja dan seluruh umatnya tentu harus melakukan persiapan. Persiapan inilah yang kita kenal dengan Masa Adven. Kata ‘Adven’ berasal dari bahasa Latin ‘Adventus’ yang artinya ‘Datang’. Ada dua pengertian kata ‘Adven’. Pertama, menantikan kedatangan Yesus yang dirayakan pada Hari Raya Natal. Kedua, menantikan kedatangan Yesus yang ke dua (parousia) pada akhir zaman. Pengertian ini menandakan Gereja yang berziarah menuju kepenuhannya pada akhir zaman pada saat kedatangan Kristus yang kedua kalinya.

Masa Adven dimulai pada hari Minggu terdekat sebelum Pesta St. Andreas (Rasul) pada setiap 30 November. Masa Adven ini berlangsung selama empat minggu persiapan dan empat hari Minggu. Namun, biasanya minggu terakhir Adven terpotong dengan tibanya Masa Raya Natal. Sulit menentukan awal mula adanya Masa Adven.

Ilustrasi Kelahiran Yesus. Sumber: bmvkatedralbogor.org

 

Sejarah Penentuan Masa Adven

Pada abad ke-4, bermula dari Perancis, Masa Adven merupakan masa persiapan menyambut Hari Raya Epifani, hari di mana para calon dibaptis menjadi warga Gereja dengan penekanan pada doa dan puasa selama tiga minggu. Kemudian diperpanjang menjadi 40 hari. Sedangkan di Roma Masa Adven belum ada hingga abad keenam. Paus St Gelasius I (wafat tahun 496) merupakan Paus pertama yang menerapkan Liturgi Adven selama 5 hari Minggu. Kemudian pada tahun 1073-1085, Paus St Gregorius VII mengubah jumlah hari minggu dalam Masa Adven menjadi empat hari minggu hingga sekarang. Sekitar abad ke-9, Gereja menetapkan Minggu Adven Pertama sebagai awal tahun penanggalan liturgi Gereja.

Memang sejarah Adven kurang bisa dijelaskan secara rinci, namun makna Masa Adven tetap terfokus pada kedatangan Kristus. Pada masa ini, Kristus sangat-sangat dinantikan kedatangan-Nya di tengah-tengah umat-Nya. Maka, kata ‘Adven’ harus kita maknai sungguh, yakni ‘dulu, sekarang dan di waktu yang akan datang’.

 

Asal Usul Lingkaran Adven

Selama Masa Adven, kita sering melihat di dekat altar terdapat ‘Lingkaran Adven’ yang terdiri dari empat lilin, yaitu tiga lilin berwarna ungu dan satu lilin berwarna merah muda. Lilin-lilin itu melambangkan keempat minggu dalam Masa Adven. Setiap minggu, sebatang lilin Adven dinyalakan.

Pemilihan warna-warna lilin ini bukan tanpa alasan. Lilin ungu melambangkan pertobatan. Lilin merah muda dinyalakan pada Hari Minggu Adven III yang disebut Minggu ‘Gaudete’ (dalam bahasa Latin berarti sukacita). Warna merah muda dibuat dengan mencampurkan warna ungu dengan putih. Artinya, seolah-olah sukacita yang kita alami pada Hari Natal (yang dilambangkan dengan warna putih) sudah tidak tertahankan lagi dalam masa pertobatan ini (ungu).

Ilustrasi Lilin Adven. Sumber: ikatolik.com

Pada Hari Natal, keempat lilin digantikan dengan lilin-lilin putih. Lingkaran Adven atau Adven wreath biasanya dibuat dari daun-daun segar berwarna hijau. Hal ini diadaptasi dari kebiasaan orang Jerman sebelum Kekristenan berkembang. Sering beberapa dari kita bertanya-tanya, “Mengapa berbentuk lingkaran?”. Jawabannya adalah karena bentuk lingkaran tidak memiliki awal dan akhir. Lingkaran melambangkan Tuhan yang abadi, tanpa awal dan akhir.

 

Makna Setiap Minggu dalam Masa Adven

Setiap minggu dalam Masa Adven, memiliki arti khusus. Sebagai umat Kristiani, kita diajak untuk merenung dengan tema dan ujub tertentu. Minggu Adven I ditandai dengan sebatang lilin ungu yang memiliki arti tidak hanya pertobatan namun juga berarti harapan. Umat menantikan Yesus Kristus dengan penuh harapan dan sukacita. Lilin pertama yang dinyalakan disebut Lilin Nabi yang mengingatkan bahwa para nabi mewartakan kedatangan Yesus sebagai Mesias.

Minggu Adven II mempunyai arti kesetiaan dan cinta. Ini mengingatkan kita untuk tetap setia mempersiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan. Lilin kedua disebut Lilin Betlehem yang berarti Yesus Kristus Sang Juru Selamat akan lahir di dalam hati kita. Minggu Adven III memiliki arti sukacita yang ditandai dengan dua lilin ungu dan satu lilin merah jambu. Kita bersukacita untuk menyambut kelahiran Yesus. Lilin ketiga disebut Lilin Gembala karena kabar sukacita kelahiran Yesus pertama kali diberitahukan kepada orang-orang yang rendah hati dan tulus.

Minggu Adven IV ditandai dengan tiga lilin ungu dan satu lilin merah muda. Minggu keempat memiliki arti perdamaian. Lilin keempat disebut Lilin Para Malaikat yang melambangkan kebahagiaan dan sukacita menyambut kedatangan Yesus Kristus, Sang Juru Selamat.

Dari semua yang kita ketahui tentang persiapan menyambut lahirnya Yesus Kristus Sang Juru Selamat atau Masa Adven, sudah sepatutnya kita mempersiapkannya dengan sungguh dan dengan sepenuh hati. Pertobatan dan penyesalan yang kita lakukan sebelum memasuki Masa Adven akan membuat hati kita siap dan layak untuk menerima rahmat keselamatan dari Tuhan.

 

 

Sumber:

Katolisitas.org <https://www.katolisitas.org/seputar-adven-dan-natal/>

PGI.or.id <https://pgi.or.id/asal-mula-masa-adven/>

Katolikpedia.id <https://katolikpedia.id/masa-adven-agama-katolik/>