KETELADANAN BUNDA MARIA BAGI ORANG MUDA KATOLIK

Bunda Maria adalah pribadi yang begitu dihormati oleh Gereja Katolik dan dinobatkan sebagai Bunda Gereja. Bunda Maria diakui dan dihormati sebagai Bunda Allah dan Penebus. Ia dianugerahi karunia serta martabat yang amat luhur, yakni menjadi Bunda Putera Allah, maka juga menjadi puteri Bapa yang terkasih dan kenisah Roh Kudus. Karena anugerah rahmat yang sangat istimewa itu ia jauh lebih unggul dari semua makhluk lainnya, baik di surga maupun di bumi.

Bunda Maria pun menerima salam sebagai anggota Gereja yang  unggul dan sangat istimewa, pun juga sebagai pola-teladannya yang mengagumkan dalam iman dan cinta kasih. Teladan Bunda Maria tampak bukan hanya pada saat dirinya dipilih Allah sebagai perawan yang melahirkan sang Juruselamat, akan tetapi juga tampak dalam seluruh pemberian hidup bunda Maria kepada dunia. Keteladanan bunda Maria senantiasa relevan bagi kita, kaum muda. Mari kita merefleksikan keteladanan bunda Maria bagi kaum muda.

 

Reaksi Maria dalam menerima kabar gembira

Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.

(Luk 1: 28 – 30)

Dalam potongan perikop injil Lukas diatas, kita dapat merasakan bagaimana reaksi Bunda Maria terhadap orang asing yang ternyata merupakan malaikat pembawa kabar karunia. Tidak ada reaksi berlebihan seperti meloncat atau langsung menolak karena takut akan munculnya orang asing. Maria yang terkejut justru memilih untuk diam dan tetap tenang. Dia memilih berusaha memahami keadaan yang terjadi dengan imannya. Perawan dari Nazaret itu sejak saat pertama dalam rahim dikaruniai dengan semarak kesucian yang sangat istimewa. Maria menerima salam malaikat pembawa warta dengan sebutan “penuh rahmat”. Kepada utusan dari surga itu ia menjawab: “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu” (Luk. 1:38). Demikianlah perawan Maria menyetujui sabda ilahi, dan menjadi Bunda Yesus. Dengan sepenuh hati yang tak terhambat oleh dosa mana pun ia memeluk kehendak Allah yang menyelamatkan. Maria membaktikan diri seutuhnya sebagai hamba Tuhan dan mengabdikan diri kepada misteri penebusan Ilahi.

Reaksi perawan Maria terhadap kedatangan kabar mengejutkan yang dibawa oleh orang asing, begitu tenang. Maria tetap mendengarkan malaikat itu berbicara mengenai karunia yang Ia dapatkan. Lantas bagaimana hal ini dapat dikaitkan dengan kondisi saat ini dimana teknologi semakin canggih, dan akses informasi begitu mudah diakses?  Ketenangan Maria dapat menjadi contoh bagaimana sikap kita dalam menerima segala jenis informasi atau berita bisa diakses dengan cepat terutama informasi-informasi tersebut terkadang bisa memprovokasi kita. Banyak dari para kaum muda saat ini langsung bereaksi dengan berkomentar nyiyir dan menjatuhkan tanpa tau cerita yang terjadi sebenarnya.

Sebagai orang muda Katolik, kita diajak untuk mencontoh sikap Bunda Maria dalam menerima sebuah informasi, yaitu dengan diam terlebih dahulu dan belajar memahami keadaaan dan informasi yang sebenarnya. Kita jangan cepat terhasut oleh pemberitaan yang kenyataanya tidak benar atau bisa dikatakan hoax.

Seperti pesan Paus Fransiskus di Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-55 pada 16 Mei 2021, Paus mengajak para junalis dan pengguna sosial media untuk kembali kejalan yang benar. Artinya, kita diajak untuk tidak reaktif menyebarkan berita yang kita tidak tau kepastiannya, melainkan reflektif dengan “datang dan lihatlah”. Kita harus mengecek dan memverifikasi secara lebih mendalam apakah berita yang kita sebar sesuai di lapangan atau tidak. Hal ini tentu akan membawa kita menjadi pewarta kabar berita yang baik dan bisa membantu menyelesaikan salah satu tantangan dunia ini.

 

Peran bunda Maria dalam mukjizat pertama Yesus

Teladan Bunda Maria juga bisa kita lihat dari kedekatan relasi yang dia jalin bersama Yesus putranya. Kita bisa melihatnya pada kisah pernikahan di Kana saat Yesus membuat mukjizat-Nya yang pertama (Yoh 2:1-11).

Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepada-Nya: “Mereka kehabisan anggur.” Kata Yesus kepadanya: “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.” Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” (Yoh 2 : 3 – 5)

Kutipan perikop injil Yohanes di atas menunjukan bahwa di balik penyataan bunda Maria kepada Yesus, tersirat  kedekatan relasi seorang ibu kepada anaknya. Bunda Maria sangat mengenal Yesus, dan percaya bahwa Yesus mampu membuat mukjizat. Dari sanalah terjadi mujizat Yesus yang pertama yaitu berubahnya air menjadi anggur. Kisah tersebut menunjukkan relasi yang sangat dekat antara bunda Maria dan Yesus.

Bagi kita, para kaum muda, ada masa dimana kita mengalami keterpurukan dan kesulitan di dalam hidup. Disaat tak ada lagi orang yang membantu, satu-satunya tumpuan dan batu karang yang bisa kita pegang hanyalah Tuhan Yesus Kristus Sang Juruselamat. Sebagaimana teladan bunda Maria, kita berdoa meminta pertolongan kepada Tuhan. Meskipun doa kita belum tentu langsung dijawab oleh-Nya, kita wajib tetap percaya dan menunggu. Seperti yang dilakukan bunda Maria, walaupun Yesus berkata “ini belum waktunya”, namun Bunda Maria tetap percaya bahwa Yesus akan melakukannya. Kita mungkin akan bertanya-tanya mengapa doa kita belum terjawab, atau kita berpikir mungkinkah Tuhan tak lagi sayang kepada kita. Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya kita meneladani sikap bunda Maria, yakni tetap percaya dan setia kepada rencana Tuhan walaupun terkadang rencananya sulit dimengerti dan sulit kita terima dalam kacamata kita sebagai manusia.

Bunda Maria yang berkedudukan sebagai seorang ibu, tidak serta-merta memaksakan kehendaknya kepada Yesus padahal hal tersebut bisa saja dilakukannya. Bunda Maria justru memilih memposisikan dirinya sebagai hamba dan murid Yesus dan menuruti setiap perintah-Nya. Sungguh sikap ketaatan dan kerendahan hati yang sangat luarbiasa dan patut diteladani.  Karena pada akhirnya Yesus akan menjawab doa setiap umat-Nya, pada waktu yang tepat. Begitu pula dengan kita, sebagai orang muda yang begitu dikasihi oleh Tuhan, kita perlu bercermin dari kepasrahan bunda Maria.

Dalam penderitaan hingga wafat Yesus di salib, bunda Maria merelakan Sang Anak yang begitu ia cintai. Bunda Maria pun mengalami duka dan penderitaan yang begitu mendalam.  Namun, di tengah duka yang ia hadapi, di tengah penderitaan dan kehilangan yang ia alami, bunda Maria tetap teguh pada imannya akan rencana Tuhan. Kita pun perlu meneladani keteguhan iman bunda Maria ketika dia harus mengalami penderitaan yang begitu dahsyat, dan ketika harus mengalami duka kehilangan Sang Putra yang begitu ia cintai demi rencana Tuhan. Di dalam keterpurukan, kita perlu berpegang teguh pada iman kita, pada rencana Tuhan yang lebih besar daripada rencana kita. Kita harus setia dan percaya bahwa Tuhan begitu mencintai kita umatNya dalam keadaan suka maupun duka hidup kita.  Bunda Maria mengajarkan bahwa penderitaan yang dialaminya merupakan jalan rencana karya keselamatan bagi banyak orang. Sikap inilah yang patut kita contoh dan kita imani sebagai generasi muda Katolik penerus Gereja.

Semoga kita semakin dikuatkan dan diteguhkan dalam iman, terutama dalam menghadapi masalah dan gejolak kehidupan yang terjadi saat ini. Kita harus menjadi anak-anak muda yang ambil bagian dalam karya keselamatan yang telah Tuhan sediakan bagi kita dan bagi orang-orang di sekeliling kita.

Sumber :

Youtube Channel : Bible Learning with Father Josep Susanto

 

 

 

 

 

Written by : Chika

Edited by : Gisella

Berbuat Baik, Apa Susahnya?

“…belajarlah berbuat baik, usahakanlah

keadilan” (Yes 1:17)

Sebagai makhluk sosial, manusia pasti saling membutuhkan satu individu dengan individu lainnya. Dalam menjalani kegiatan sehari-hari, setidaknya tiap-tiap manusia akan bertemu dengan satu atau dua manusia yang lain. Baik itu keluarga, kerabat, teman sekantor, ataupun orang lain yang ditemui. Salah satu cara menjaga relasi yang baik antar umat manusia adalah dengan berbuat baik. Berbuat baik tidak melulu kita lakukan ketika kita sudah menerima kebaikan dari orang lain. Namun, alangkah lebih mulia ketika kitalah yang mengawali untuk berbuat baik dengan orang lain, dan berharap orang tersebut juga berbuat hal yang sama seperti yang kita lakukan terhadapnya.

Berbuat baik tidak ada yang merugikan diri kita. Walaupun dalam perkara kecil sekalipun, perbuatan baik akan menjadi penyejuk hati bagi yang melakukan dan pertolongan yang berarti bagi yang menerima. Karena dari hal-hal kecil lah yang bisa kita jadikan pelajaran dan kebiasaan untuk selalu berbuat baik, sehingga kita pun mampu berbuat baik dalam perkara yang lebih besar. Sebagai contoh, ketika teman sekantor kita melakukan kesalahan sehingga membuat marah atasannya, kita bisa membantu menyelesaikan permasalahan pekerjaannya dan menghiburnya untuk meringankan beban yang dipikulnya. Seperti yang diajarkan oleh Nabi Yesaya, yaitu seorang Nabi yang pada waktu itu dikenal sebagai sosok pejuang keadilan sosial dan pewarta kerahiman Tuhan yang menghargai pertobatan hidup.

          Kutipan sabda dari Nabi Yesaya yaitu “…belajarlah berbuat baik, usahakanlah keadilan”, Nabi Yesaya berpendapat bahwa belajar berbuat baik dapat dilakukan dengan mengusahakan keadilan, mengendalikan orang-orang kejam, membela hak-hak anak yatim, memperjuangkan perkara para janda pada saat itu (Yes 1:17). Jika melihat situasi saat ini, pendapat Nabi Yesaya tersebut membuat kita memiliki pandangan luas lagi mengenai hal berbuat baik dan juga dalam hal memperjuangkan keadilan.

            Pada masa sekarang ini, perbuatan baik yang salah satunya adalah menegakkan keadilan masih sulit sekali didapatkan oleh sebagian orang. Keadilan dapat terwujud ketika setiap orang mendapatkan porsi yang sama dalam situasi yang berbeda-beda. Dalam kerahiman dan belas kasih Allah, setiap perbuatan baik dan perjuangan keadilan akan makin menyempurnakan peradaban kasih di tengah masyarakat kita.

Setiap kita selesai melakukan kegiatan sehari-hari, perlu ditanamkan pada diri kita pertanyaan sederhana yaitu “Sudahkah aku berbuat baik hari ini?”. Ini akan membuat kita merenungkan hal-hal baik apa yang sudah kita berikan kepada orang lain. Dan jika kita belum melakukan perbuatan baik, pertanyaan tersebut akan membuat kita termotivasi untuk melakukan perbuatan yang baik pada keesokan harinya. Sedikit demi sedikit kita harus melatih empati kita dalam melihat segala kejadian yang ada di sekitar kita. Karena jika hal tersebut kita lakukan secara rutin, kebiasaan berbuat baik kepada sesama walaupun hanya menebarkan senyuman sekalipun akan terpatri di dalam hati kita.

Marilah dalam masa Paskah ini, kita belajar bersyukur atas kerahiman dan belas kasih Allah kepada kita dan memohon rahmat agar senantiasa dimampukan menjadi pribadi yang lebih baik. Terutama bagi para orang muda Katolik, hendaknya kita dapat turut serta dalam memperjuangkan keadilan sosial disekitar kita di manapun kita berada tanpa melihat perbedaan agama, ras, suku, maupun budaya. Jadilah garam dan terang bagi dunia kita saat ini. Terlebih lagi ketika masa pandemi tiba seperti ini, kita orang muda Katolik bisa menjadi pelopor untuk karya-karya baik Tuhan dalam kehidupan menggereja maupun kehidupan sosial kita.

 

Penulis : Polikarpus Olivio

Editor : Gisella Maria

 

Sumber :

Buku Renungan Harian Masa Prapaskah 2021, Keuskupan Agung Semarang

BELAJAR MENJADI SAUDARA MENURUT ENSIKLIK FRATELLI TUTTI

 

Vatikan telah merilis suatu ensiklik yang sangat dinantikan dari Bapa Paus Fransiskus.  Namun apakah umat sudah memahami apa itu ensiklik sebenarnya? Ensiklik adalah surat yang diedarkan Bapa Suci kepada umat Katolik di seluruh dunia dan sering ditujukan juga kepada semua orang yang berkehendak baik, yaitu non-Katolik yang mungkin ingin membaca dokumen tersebut.

Ensiklik Kepausan memberikan analisis, dalam terang Injil dan Tradisi Gereja, tentang masalah-masalah yang relevan bagi umat beriman. Paus sebelumnya telah menerbitkan ensiklik tentang berbagai topik, mulai dari studi Kitab Suci (Leo XIII, 1893) hingga penebusan umat manusia di dalam Kristus dan martabat manusia (Yohanes Paulus II, 1979).

Lalu apa hubungannya dengan “Fratelli Tutii”?

“Fratelli Tutti” berarti “semua saudara dan saudari” dan diambil dari nasihat Santo Fransiskus dari Assisi. Nasihat ini merupakan prinsip dan pedoman bagi para biarawan yang termasuk dalam ordo religius yang didirikan oleh Santo Fransiskus. Di awal ensiklik, Paus Fransiskus menarik perhatian kita pada poin 25 dari Nasihat, di mana Santo Fransiskus “menyerukan cinta yang melampaui batasan geografi dan jarak, dan menyatakan diberkati semua orang yang mencintai saudara mereka ‘sebanyak ketika dia jauh darinya seperti saat dia bersamanya ‘.

“Fratelli Tutti” merupakan judul dari ensiklik ketiga yang diterbitkan Paus Fransiskus setelah Laudato si (Puji Bagi-Mu) yang diliris tahun 2015. Ensiklik ini diresmikan di Assisi pada tanggal 4 oktober 2020 bertepatan dengan pesta Santo Fransiskus dari Assisi yang menjadi inspirasi utama dalam pembuatan ensiklik ini. Frasa Fratelli Tutti diambil dari nasihat Santo Fransiskus yang berarti “Semua Bersaudara”. Ensiklik ini bertujuan untuk mendorong keinginan akan persaudaraan dan persahabatan sosial.

Siapa itu Santo Fransiskus dari Asisi? Dan Mengapa Paus mengambil insprirasi darinya dalam membuat ensiklik ini ?

Santo Fransiskus lahir di Assisi pada akhir abad ke-12 dan lahir dari keluarga yang kaya raya. Saat muda ia sempat memberontak untuk menjalankan bisnis ayahnya dan menghabiskan waktunya dengan bersenang-senang. Namun sikapnya itu berubah total setelah dia mengikuti peperangan dan harus masuk penjara selama setahun. Dia menghabiskan waktunya dengan menyendiri dan meminta penerangan kepada Tuhan. Setelah itu, dia memutuskan untuk meninggalkan kesenangan duniawi dan menyerahkan diri seluruhnya ke kehidupan kemiskinan kerasulan. Bersama dengan Santa Klara dari Assisi, ia mendirikan beberapa ordo religius yaitu  Ordo Fransiskan, ordo  Klara Miskin dan ordo Fransiskan Sekuler. Ordo-ordo ini terdiri dari umat awam yang tidak mengambil kaul religius, tetapi memilih untuk menjalankan prinsip-prinsip Fransiskan dalam kehidupan sehari-hari.

Santo Fransiskus dikenal sebagai santo pelindung ekologi.  Ia juga paling dikenal karena menemukan Tuhan dalam kemiskinan dan kesederhanaan, dalam kontemplasi dan dalam pekerjaan. Dalam lingkungan alam, Santo Fransiskus juga mencari persahabatan dengan semua makhluk Tuhan. Dia sering digambarkan dikelilingi oleh burung dan binatang liar dan mengenakan tunik wol kasar yang biasanya dipakai petani miskin di Umbria tempat asalnya. Seperti yang dikatakan paus dalam Fratelli Tutti, “Kemanapun dia pergi, dia menabur benih perdamaian dan berjalan bersama orang miskin, yang terlantar, yang lemah dan yang terbuang, saudara dan saudari yang paling hina” (FT, 2).

Salah satu inspirasi utama Paus Fransiskus untuk ensiklik baru ini adalah kisah di mana Santo Fransiskus mengunjungi Sultan Malik-el-Kamil di Mesir,  pada saat Perang Salib, sebagai upaya untuk mengakhiri konflik antara Kristen dan Muslim. Ini ditawarkan sebagai model cinta Kristiani, yang juga dijalani oleh “orang miskin Assisi” di tanah airnya. Seperti yang dikatakan paus, “Di dunia pada masa itu, penuh dengan menara pengawas dan tembok pertahanan, kota-kota adalah teater perang brutal antara keluarga-keluarga yang berkuasa, bahkan ketika kemiskinan menyebar ke pedesaan. Namun di sana Fransiskus dapat menyambut kedamaian sejati ke dalam hatinya dan membebaskan dirinya dari keinginan untuk menggunakan kekuasaan atas orang lain.

 

Pesan dari Fratelli Tutti

Paus Fransiskus telah menulis surat ensiklik ini sebelum virus corona menyerang dan mengubah segalanya mulai dari ekonomi global hingga kehidupan sehari-hari. Dia mengatakan bahwa pandemi, bagaimanapun, telah mengonfirmasi keyakinannya bahwa lembaga politik dan ekonomi saat ini harus direformasi untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang paling dirugikan oleh virus corona.

Keadaan darurat kesehatan global akibat pandemi telah membantu menunjukkan bahwa “tidak ada yang dapat menghadapi kehidupan dalam isolasi” dan bahwa waktunya telah benar-benar datang untuk “bermimpi, menjadi satu keluarga manusia” di mana kita semua adalah “saudara dan saudari “(7- 8).

  1. Refleksi tentang distorsi di era komtemporer.

Dalam bab pertama, ensiklik ini merefleksikan tentang banyak distorsi di era kontemporer: manipulasi konsep-konsep seperti demokrasi, kebebasan, keadilan; hilangnya makna komunitas sosial dan sejarah; keegoisan dan ketidakpedulian terhadap kebaikan bersama; logika pasar berdasarkan keuntungan dan budaya pemborosan; pengangguran, rasisme, kemiskinan; disparitas hak dan penyimpangannya seperti perbudakan, perdagangan manusia, pelecehan terhadap perempuan yang dipaksa menggugurkan kandungan dan perdagangan organ (10-24).

 

Hal diatas memaparkan realitas dunia yang digambarkan sebagai suasana gelap. Ketika badai Covid-19 menerpa perahu dunia, tersingkaplah topeng bernama ‘kemajuan global’, suatu kemajuan yang nyatanya tidak mampu menangkal krisis, karena mengutamakan keselamatan individu atau kelompok, tetapi mengabaikan persaudaraan.

 

Kisah Injil utama yang diangkat dalam Fratelli Tutti adalah perumpamaan tentang Orang Samaria yang Baik hati. Kisah menarik tentang orang asing yang bertindak sebagai tetangga sejati bagi pria yang dirampok dan dipukuli di pinggir jalan menawarkan “kriteria untuk menilai setiap proyek ekonomi, politik, sosial dan agama” (FT, 69). Hal ini menggerakkan kita untuk menanggapi saudara perempuan atau laki-laki kita yang membutuhkan, siapa pun mereka, dari mana pun mereka berasal (FT, 72) Kita ditantang untuk keluar, bertindak sebagai tetangga, dan menjangkau semua orang yang membutuhkan.

Sebuah masyarakat yang diwarnai oleh persaudaraan akan menjadi masyarakat yang mempromosikan pendidikan dalam dialog untuk mengalahkan “virus” dari “individualisme radikal” (105) dan memungkinkan setiap orang untuk memberikan yang terbaik dari diri mereka sendiri.

 

  1. Melindungi para imigran

Sementara itu, sebagian dari bab kedua dan keempat didedikasikan untuk isu migran. Dengan kehidupan mereka yang “dipertaruhkan”, melarikan diri dari perang, penganiayaan, bencana alam, perdagangan yang tidak bermoral, direnggut dari komunitas asalnya, para migran harus disambut, dilindungi, didukung dan diintegrasikan.

 

Paus juga menyerukan untuk membangun dalam masyarakat konsep “kewarganegaraan penuh”, dan menolak penggunaan istilah “minoritas” secara diskriminatif (129-131). Yang paling dibutuhkan di atas segalanya – terbaca dalam dokumen tersebut – adalah tata kelola global, sebuah kolaborasi internasional untuk migrasi yang mengimplementasikan perencanaan jangka panjang.

 

  1. Seni perjumpaan dalam masyarakat.

Dari bab enam, “Dialog dan persahabatan dalam masyarakat”, selanjutnya muncul konsep hidup sebagai “seni perjumpaan” dengan semua orang, bahkan dengan dunia pinggiran dan dengan masyarakat asli, karena “kita masing-masing dapat belajar sesuatu dari orang lain.”

Dialog sejati, memang memungkinkan seseorang untuk menghormati sudut pandang orang lain, kepentingan mereka yang sah dan di atas segalanya kebenaran martabat manusia.

Pembangunan perdamaian adalah “upaya terbuka, tugas yang tidak pernah berakhir” dan oleh karena itu penting untuk menempatkan pribadi manusia, martabatnya, dan kebaikan bersama sebagai pusat dari semua aktivitas (230- 232).

 

Bagaimana umat  Katolik menanggapi ensiklik ini?

Dalam kondisi pandemi seperti ini, tatanan kehidupan kita telah berubah. Bahkan kehidupan menggereja kita pun ikut berubah saat pandemic datang. Di tengah keterbatasan yang ada, umat Katolik diajak untuk menemukan cara baru dalam mengimani Yesus Kristus dan tetap mewartakan sabda-Nya.

Dalam mewujudkan semangat persaudaraan, marilah bersama-sama keluar dan saling membantu satu sama lain layaknya saudara terutama mereka yang sangat membutuhkan bantuan kita. Persaudaraan manusia akan dipupuk dan dipelihara melalui cinta kasih. Paus Francis menulis, “Cinta, pada akhirnya, lebih dari sekadar serangkaian tindakan kebajikan. Tindakan-tindakan cinta bersumber dalam persatuan yang semakin diarahkan kepada orang lain, menganggap mereka sebagai bernilai, layak, menyenangkan dan indah terlepas dari penampilan fisik atau moral mereka”(Fratelli Tutti, nr. 94).

Sebagai umat Katolik, kita juga bisa berdoa untuk persatuan antar bangsa dan kelompok masyarakat, dengan harapan dunia kita  bisa pulih bahkan setelah pandemic dengan semangat perdamaian dan persaudaraaan.

Pesan bagi Kaum Muda

Titik tolak dan spirit dasar Ensiklik Fratelli Tutti dari Paus Fransiskus ialah persaudaraan universal dalam cara hidup Fransiskus Assisi: Ia memperlakukan segenap makhluk sebagai saudara dan saudari. Santo Fransiskus mengajak kita untuk mencintai sesama baik yang jauh maupun yang dekat. Bagi Santo Fransiskus, semua makhluk adalah saudara. Semua manusia makhluk dari daging.

Sebagai kaum muda yang begitu dekat dengan dunia digital, kita tahu maraknya isu-isu pembullyan, hoax, dan hate speech yang terjadi pada media-media sosial yang ada. Dan sebagai generasi penerus Gereja, hendaklah kita memaknai semangat yang tertuang dalam ensiklik ini dalam kehidupan kita, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun hidup dalam bermedia sosial. Kita bisa melakukan hal-hal sederhana dengan terus menyebarkan berita baik, tidak ikut berkomentar buruk, dan menjaga sikap kita di dunia virtual itu, sehingga semangat dasar Fratelli Tutti, dimana kita menganggap semua makhluk adalah saudara, bisa terwujud.

Kita sebaiknya mengupayakan keselamatan sebagai satu persaudaraaan, bukan sebagai individu. Indah rasanya bersolider sebagai saudara. Pandemi corona membuka topeng egoisme, dan menyingkap kenyataan bahwa kita telah mengabaikan harta bersama yang paling berharga, yaitu menjadi saudara satu sama lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber tambahan:

Kompas.com

Cafod.org.uk

 

Written by : Chika

Edited by : Gisella

Menyambut Natal ditengah Pandemi

Tak terasa kita telah melewati Minggu ketiga Adven, yang artinya tak lama lagi Natal pun segera datang. Natal berasal dari bahasa Portugis yang berarti kelahiran. Natal merupakan hari raya kelahiran Yesus Kristus yang diperingati umat Kristen setiap tanggal 25 Desember. Natal dirayakan dalam ibadat pada malam tanggal 24 Desember dan 25 Desember.

Menjelang perayaan Natal, biasanya gereja-gereja mulai sibuk dengan berbagai kegiatan dan tradisi perayaan natal, seperti : menghias pohon Natal, melakukan perjamuan makan bersama, maupun aksi solidaritas natal. Sudah menjadi tradisi di dalam Gereja dalam menyambut Natal yang biasanya selalu meriah dan penuh sukacita.

Namun kita semua mengetahui bahwa kondisi masyarakat dunia di tahun ini sangatlah berbeda dibandingkan tahun sebelumnya. Pandemi Virus Covid-19 yang tak kunjung berakhir menjadi penyebabnya. Sudah kira-kira 10 bulan lamanya Virus Covid-19 atau yang biasa kita sebut virus corona ini menyerang berbagai daerah di Indonesia. Selama itu pula, banyak sekali aspek-aspek kehidupan kita terganggu dan mengalami perubahan secara drastis.

Sejak virus corona ini menyebar di Indonesia dan pertambahan kasus orang yang positif semakin banyak. Pemerintah mulai menerapkan berbagai kebijakan untuk mencegah virus ini agar tidak terjadi peningkatan yang signifikan. Pada awal pandemi ini berlangsung, pemerintah mulai menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), jaga jarak, pengecekan suhu di ruang publik, gerakan mencuci tangan, dan masih banyak lagi.

Kehadiran virus corona ini pun mempengaruhi kehidupan kita sebagai umat beragama. Kita tahu bahwa sejak berkembangnya virus ini di awal tahun 2020, seluruh gereja ditutup. Seluruh kegiatan peribadatan dan misa dilakukan secara virtual melalui Youtube. Menjelang pertengahan tahun, gereja sudah mulai kembali mengadakan misa dengan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat dan juga membatasi umat yang hadir dalam setiap misa.

Tak berbeda dengan Misa Perayaan Natal yang sebentar lagi akan segera tiba. Kemeriahan untuk menyambut kelahiran Sang Juru Selamat kali ini harus dirayakan dengan cukup berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19, banyak dari kita yang memilih untuk melakukan misa virtual dari rumah saja.  Walaupun ada beberapa dari kita yang bisa melakukan misa secara langsung, namun tetap saja jumlah umat yang diperbolehkan hadir secara langsung di Gereja tetap dibatasi.

Lantas apakah hal ini harus mengurangi sukacita kita untuk menyambut Natal ? Tentu saja tidak. Walaupun kita semua memiliki kesedihan karena tidak bisa merayakan Natal dengan meriah atau pun dengan beramai-ramai, kita tetap harus menyambut kehadiran Tuhan Yesus dengan sukacita dan syukur yang sama besarnya. Justru dengan adanya kemelut dan kesulitan-kesulitan hidup yang kita alami sejak pandemi ini berlangsung, kita harus memperbesar harapan kita terhadap pertolongan Kristus.

Di masa pandemi ini kita didorong untuk tetap bersyukur dan menyambut Tuhan dengan rendah hati, tanpa perlu acara-acara meriah, tanpa perlu pesta-pesta natal. Namun kita diajak untuk menyambut tuhan dengan kesederhanaan seperti Yesus yang lahir di dalam kandang. Yesus akan tetap datang dan hadir ke dalam hidup kita tanpa kita harus melakukan penyambutan yang mewah. Yang terpenting pada saat ini adalah bagaimana kita mempersiapkan hati kita dengan penuh syukur dan penuh sukacita untuk merayakan kedatangan Tuhan Yesus ditengah kesederhanaan dan kesulitan yang kita hadapi di masa pandemi ini.

Syukur adalah sebuah ungkapan rasa berterima kasih kita kepada Tuhan yang telah memberikan kita berbagai anugerah dan kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya. Lalu apakah artinya bersyukur di tengah keprihatinan banyak orang di sekitar kita karena pandemi? Tentu saja di tengah masa seperti ini kita diajak berkaca kembali untuk mengucapkan rasa terimakasih kita atas hal-hal sederhana yang telah diberikan Tuhan seperti anugerah kehidupan, anugerah kesehatan, masih memiliki rejeki yang cukup, dll. Tak hanya itu, sesuai dengan tema masa Adven 2020: “Orang Katolik yang semakin erat bersatu dengan Kristus dan berbuah kasih”, kita semua diajak untuk bersyukur dengan cara “berbuah kasih”. Kita bisa “berbuah” salah satunya dengan cara berbagi. Terutama di saat pandemi seperti ini dimana situasi ekonomi memburuk dan banyak orang semakin terpuruk akibat penyakit dan kehilangan pekerjaan, kita diajak mengungkapkan syukur kita dengan berbagi berkat. Kita diajak untuk berbagi dan menghasilkan buah-buah kasih yang dapat menolong sesama kita dan dengan cara itu jugalah kita menyambut kehadiran Tuhan Yesus.

Marilah dengan sukacita kita menyambut Natal 25 Desember 2020 dan Tahun Baru 1 Januari 2021, dengan semangat memberitakan Injil dan terus mengalami penghiburan dari Kristus untuk saling menguatkan satu dengan yang lain dan untuk semakin berbuah kasih. Marilah kita mewarnai Perayaan Natal dan Tahun Baru ini dengan kesederhanaan tetapi dengan limpah sukacita dan penuh rasa syukur, sambil kita terus berdoa bagi seluruh warga bangsa Indonesia agar terbebas dari pandemi Covid-19, agar bangsa kita segera pulih dari berbagai macam kesulitan dan permasalahan yang terjadi di berbagai aspek kehidupan kita.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Written by : Gisella

 

Hari Raya Semua Orang Kudus

Ilustrasi Yesus bersama Para Kudus

Hari raya semua orang kudus adalah suatu perayaan yang dirayakan pada tanggal 1 November di sebagian Kekristenan Barat, dan pada hari Minggu pertama setelah Pentakosta di Kekristenan Timur, untuk menghormati semua orang kudus baik yang dikenal, maupun yang tidak dikenal. Perayaan ini dimulai saat matahari terbenam pada tanggal 31 Oktober (dirayakan sebagai Halloween) dan selesai saat matahari terbenam pada tanggal 1 November. Perayaan ini diperingati satu hari sebelum perayaan Peringatan Arwah Semua Orang Beriman. Dalam teologi Kristen Barat, perayaan ini bertujuan untuk memperingati semua orang yang telah mencapai visi beatifis (keyakinan Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur bahwa manusia menjadi semakin serupa dengan Allah) di surga. Perlu diketahui, Hari Raya Semua Orang Kudus merupakan hari libur nasional di negara-negara yang penduduknya mayoritas beragama Katolik.

Sejarah Perayaan Hari Raya Semua Orang Kudus

Hari Raya ini mula-mula dirayakan di lingkungan Gereja Timur untuk menghormati semua saksi iman yang mati bagi Kristus dalam usaha mereka menyebarkan iman Kristiani. Di lingkungan Gereja Barat khususnya di Roma, pesta ini bermula pada tahun 609 ketika Paus Bonifasius IV merombak Pantheon, yaitu tempat ibadah kafir untuk dewa-dewi Romawi, menjadi sebuah Gereja. Gereja ini dipersembahkan kepada Santa Maria bersama Para Rasul. Dahulu di Roma, hari raya ini biasanya diperingati pada hari Minggu setelah Pentakosta. Lama-kelamaan pesta ini menjadi populer untuk menghormati Para Kudus, baik mereka yang sudah diakui secara resmi oleh Gereja maupun mereka yang belum dan tidak diketahui.

Bagaimana pandangan Gereja Katolik terhadap perayaan ini ?

Pesta hari ini dirayakan untuk menghormati segenap anggota Gereja, yang oleh jemaat-jemaat perdana disebut “Persekutuan para Kudus”, yakni persekutuan semua orang yang telah mempercayakan dirinya kepada Yesus Kristus dan disucikan oleh Darah Anak Domba Allah. Secara khusus pada hari raya ini kita memperingati rombongan besar orang yang berdiri di hadapan takhta Allah, karena mereka telah memelihara imannya dengan baik sampai pada akhir pertandingan di dunia ini, sehingga memperoleh ganjaran yang besar di surga.

Lantas, apakah arti “Persekutuan Para Kudus” ?

            Ungkapan ini terutama menunjukkan seluruh anggota gereja yang hidup dengan saling berbagi dengan hal suci (sancta), iman, Sakramen-sakramen, khususnya Ekaristi, karisma-karisma, dan anugerah-anugerah spiritual yang lainnya. Akar terdalam dari persekutuan ini adalah cinta yang “tidak mencari keuntungan sendiri”(1Kor13:5), tetapi mendorong umat beriman untuk mempunyai sikap hidup bahwa “segala sesuatu adalah kepunyaan bersama”(Kis4:32), bahkan menyediakan barang-barangnya untuk yang miskin dan yang paling membutuhkan. Persekutuan Para Kudus juga memiliki arti lain, ungkapan ini juga menunjuk pada kesatuan antara orang-orang suci (sancti), yaitu antara mereka yang berkat rahmat Allah dipersatukan dengan Kristus yang mati dan bangkit, ada yang msaih berjuang di dunia ini, yang lainnya sudah melewati hidup di dunia dan sedang mengalami proses pemurnian yang membutuhkan bantuan doa-doa kita. Yang lain lagi sudah masuk dalam kemuliaan Allah dan mendoakan serta menjadi pengantara kita. Semua anggota ini bersama-sama membentuk satu keluarga di dalam Kristus, yaitu Gereja, untuk memuji dan memuliakan Allah Tritunggal.

Bagi Umat Kristen yang merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus, mereka melakukannya dengan dasar keyakinan bahwa terdapat ikatan spiritual doa antara umat yang berada dalam api penyucian (Ecclesia Penitens), umat yang berada di surga (Ecclesia Triumphans), serta umat yang masih hidup (Ecclesia Militans). Oleh karena itu tampilah para Santo-Santa dan Beato-Beata yang mendoakan agar kita tekun dalam perjuangan dan tabah dalam penderitaan di dunia. Sehingga apabila akhirnya Kristus menyatakan diri dalam kemuliaan, kita manusia akan menjadi serupa dengan Dia. Pada saat itulah akan terjalin kesatuan yang sempurna antara kita manusia dengan Kristus dan dengan semua saudara kita. Dan dalam tradisi Gereja Katolik dan banyak kelompok Gereja Anglikan, satu hari setelah perayaan tersebut digunakan untuk memperingati orang-orang beriman yang meninggal namun belum dimurnikan dan belum masuk surga.

Kebahagiaan dan kemuliaan mereka tak bisa kita lukiskan dengan kata-kata manusiawi. Sehubungan dengan itu Santo Paulus berkata: “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia; semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” (1Kor 2:9) Ganjaran yang diterimanya dari Kristus adalah turut serta di dalam Perjamuan Perkawinan Anak Domba Allah. Air mata mereka telah dihapus sendiri oleh Yesus. Dan tentang itu Yohanes menulis: “Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan perkawinan Anak Domba.” (Why 19:9) “Dan Dia akan menghapus segala air mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau berdukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.” Oleh sebab itu “Kita, mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita meninggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan kepada kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.” (Hibr 12:1-2).

 

 

 

 

 

 

Penulis: Tripleway

Editor: Gisella

 

Sumber:

id.wikipedia.or g/wiki/Hari_Raya_Se mua_Orang_Kudus

www.imankatolik.or.id/kalender/1Nov.html

www.katolisitas.org/hari-raya-orang-kudus-hari-arwah/