Puncta 10.11.20 / PW. St. Leo Agung, Paus dan Pujangga Gereja / Lukas 17:7-10

 

“Petruk dan Bagong”

SERU…!!! Kalau Ki Seno Nugroho memainkan tokoh Bagong dan Petruk, karakter yang mewakili rakyat jelata. Mereka diutus oleh Semar, bapaknya untuk memboyong para punggawa Pandawa agar turun ke Karang Kadempel, tempat Semar. Pamomong Pandawa itu ingin membangun Kahyangan.

Niat itu dihalangi oleh Kresna yang akan meminjam Jamus Kalimasada karena Dwarawati sedang mengalami pagebluk. Baladewa marah kepada Petruk, “Bapakmu kuwi wong sekeng, wong ora duwe, gedibal pitulikur, wong elek nyolok mripat, wong kere kok arep mbangun kahyangan.” Hinaan itu membuat Bagong dan Petruk tersinggung. Terjadilah perang antara Kresna gadungan dan Punakawan.

Karena Petruk dan Bagong menyadari sebagai anak yang diutus orangtuanya. Mereka menjalankan tugas walau harus menghadapi Kresna dan Baladewa. “Kawula punika namung abdi ingkang dipun utus tiyang sepuh kinen mboyong para punggawa.” (Kami ini hanya utusan yang disuruh orangtua untuk memboyong para pimpinan Amarta datang ke tempat Semar).

Semar, Gareng, Petruk dan Bagong itu disebut Punakawan. Mereka adalah hamba yang setia mendampingi para ksatria. Mereka adalah gambaran rakyat kecil yang tidak pernah mengeluh walau hidup terasa berat. Hamba-hamba ini melaksanakan tugasnya agar para ksatria lurus hidupnya, terus berjuang menjalankan darma.

Yesus mengajarkan kepada para murid agar dapat menjadi hamba yang setia dan bertanggungjawab melaksanakan tugasnya. Bekerja tanpa pamrih dan tidak mengharapkan pujian atau penghormatan.

“Demikian jugalah kalian. Apabila kalian telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kalian berkata, “Kami ini adalah hamba-hamba tak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan.” Kata Yesus.

Para Punakawan itu dengan setia melayani tuannya. Mereka senang jika tuannya berhasil dan bahagia. Kita ini juga mengabdi kepada Tuhan. Apakah kita sudah bisa menyenangkan hati Tuhan?

Naik ke gunung lihat matahari
Mendaki puncak di malam gulita
Kita semua adalah para abdi
Melaksanakan tugas dengan setia

Cawas, merenda senja…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 09.11.20 / Pemberkatan Gereja Basilika Lateran / Yohanes 2:13-22

 

“Self Driving Mentality”

PROFESOR Rhenald Kasali, Guru Besar Universitas Indonesia menulis buku dengan tema “Change.” Kali ini judulnya “Self Driving.” Beliau ingin mengubah mental bangsa ini agar berpikir merdeka, mandiri dan terbuka. Ini sejalan dengan gagasan Jokowi dengan revolusi mentalnya. Salah satu contohnya adalah terciptanya Omnibus Law.

“Masa depan itu milik orang muda. Mental mereka harus dibimbing dari mental “passenger” menjadi “self driver.” katanya. “Kemampuan mengelola diri sendiri itu penting agar kita tumbuh menjadi bangsa yang besar dan maju.”

Rhenald ingin mendobrak passanger mentality yang melekat dalam diri kita, menjadi driver mentality. Jangan hanya menjadi pendompleng yang ikut ke sana kemari. Jadilah driver yang mampu mengendalikan diri dengan tujuan jelas. Kita ini sudah terlalu lama menjadi bangsa yang dijajah. Mental budak itu masih menghantui kita. Kita harus menjadi bangsa yang merdeka, mampu menentukan nasib sendiri. Itulah revolusi mental.

Di Bait Suci Yerusalem,Yesus melakukan tindakan kenabian. Bait Suci tidak lagi menjadi pusat doa, tetapi pusat bisnis. Yesus ingin membuat “change” mentalitas orang-orang di situ. Jangan ada orang-orang yang mendompleng demi kepentingan sendiri, mencari keuntungan di Bait Suci.

Tidak seperti Rhenald Kasali yang membuat kuliah di kelas, Yesus langsung frontal mengusir pedagang lembu, kambing domba, merpati, para penukar uang. Pasti calo-calo dan preman-preman serta “penumpang” yang diuntungkan adanya Bait Suci meradang. Pundi-pundi pungli mereka hilang karena tindakan Yesus.

Bisa dimaklumi demo berjilid-jilid atas UU Omnibus Law yang ditandatangani Jokowi masih terjadi karena jalur perijinan dipangkas, preman kehilangan lahan, pungli dan korupsi dibabat habis. Pasti ada pihak-pihak yang dirugikan.

Orang-orang yang punya kepentingan itu menantang Yesus, “Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?” Mereka tidak terima karena Yesus ingin memperbaharui mental mereka yang mulai bergeser tentang Bait Suci.

Mengubah mental memang sulit. Revolusi mental membutuhkan waktu. Tetapi harus dimulai. Kalau tidak, kita tidak akan pernah maju. Mari kita sejalan seirama dengan Yesus membangun mental demi Kerajaan Allah.

Pemanasan datang terlambat
Tak terasa jalannya terjal-terjal
Kita harus membangun sikap tobat
Sebagai dasar revolusi mental

Cawas, before and After….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Hari Raya Semua Orang Kudus

Ilustrasi Yesus bersama Para Kudus

Hari raya semua orang kudus adalah suatu perayaan yang dirayakan pada tanggal 1 November di sebagian Kekristenan Barat, dan pada hari Minggu pertama setelah Pentakosta di Kekristenan Timur, untuk menghormati semua orang kudus baik yang dikenal, maupun yang tidak dikenal. Perayaan ini dimulai saat matahari terbenam pada tanggal 31 Oktober (dirayakan sebagai Halloween) dan selesai saat matahari terbenam pada tanggal 1 November. Perayaan ini diperingati satu hari sebelum perayaan Peringatan Arwah Semua Orang Beriman. Dalam teologi Kristen Barat, perayaan ini bertujuan untuk memperingati semua orang yang telah mencapai visi beatifis (keyakinan Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur bahwa manusia menjadi semakin serupa dengan Allah) di surga. Perlu diketahui, Hari Raya Semua Orang Kudus merupakan hari libur nasional di negara-negara yang penduduknya mayoritas beragama Katolik.

Sejarah Perayaan Hari Raya Semua Orang Kudus

Hari Raya ini mula-mula dirayakan di lingkungan Gereja Timur untuk menghormati semua saksi iman yang mati bagi Kristus dalam usaha mereka menyebarkan iman Kristiani. Di lingkungan Gereja Barat khususnya di Roma, pesta ini bermula pada tahun 609 ketika Paus Bonifasius IV merombak Pantheon, yaitu tempat ibadah kafir untuk dewa-dewi Romawi, menjadi sebuah Gereja. Gereja ini dipersembahkan kepada Santa Maria bersama Para Rasul. Dahulu di Roma, hari raya ini biasanya diperingati pada hari Minggu setelah Pentakosta. Lama-kelamaan pesta ini menjadi populer untuk menghormati Para Kudus, baik mereka yang sudah diakui secara resmi oleh Gereja maupun mereka yang belum dan tidak diketahui.

Bagaimana pandangan Gereja Katolik terhadap perayaan ini ?

Pesta hari ini dirayakan untuk menghormati segenap anggota Gereja, yang oleh jemaat-jemaat perdana disebut “Persekutuan para Kudus”, yakni persekutuan semua orang yang telah mempercayakan dirinya kepada Yesus Kristus dan disucikan oleh Darah Anak Domba Allah. Secara khusus pada hari raya ini kita memperingati rombongan besar orang yang berdiri di hadapan takhta Allah, karena mereka telah memelihara imannya dengan baik sampai pada akhir pertandingan di dunia ini, sehingga memperoleh ganjaran yang besar di surga.

Lantas, apakah arti “Persekutuan Para Kudus” ?

            Ungkapan ini terutama menunjukkan seluruh anggota gereja yang hidup dengan saling berbagi dengan hal suci (sancta), iman, Sakramen-sakramen, khususnya Ekaristi, karisma-karisma, dan anugerah-anugerah spiritual yang lainnya. Akar terdalam dari persekutuan ini adalah cinta yang “tidak mencari keuntungan sendiri”(1Kor13:5), tetapi mendorong umat beriman untuk mempunyai sikap hidup bahwa “segala sesuatu adalah kepunyaan bersama”(Kis4:32), bahkan menyediakan barang-barangnya untuk yang miskin dan yang paling membutuhkan. Persekutuan Para Kudus juga memiliki arti lain, ungkapan ini juga menunjuk pada kesatuan antara orang-orang suci (sancti), yaitu antara mereka yang berkat rahmat Allah dipersatukan dengan Kristus yang mati dan bangkit, ada yang msaih berjuang di dunia ini, yang lainnya sudah melewati hidup di dunia dan sedang mengalami proses pemurnian yang membutuhkan bantuan doa-doa kita. Yang lain lagi sudah masuk dalam kemuliaan Allah dan mendoakan serta menjadi pengantara kita. Semua anggota ini bersama-sama membentuk satu keluarga di dalam Kristus, yaitu Gereja, untuk memuji dan memuliakan Allah Tritunggal.

Bagi Umat Kristen yang merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus, mereka melakukannya dengan dasar keyakinan bahwa terdapat ikatan spiritual doa antara umat yang berada dalam api penyucian (Ecclesia Penitens), umat yang berada di surga (Ecclesia Triumphans), serta umat yang masih hidup (Ecclesia Militans). Oleh karena itu tampilah para Santo-Santa dan Beato-Beata yang mendoakan agar kita tekun dalam perjuangan dan tabah dalam penderitaan di dunia. Sehingga apabila akhirnya Kristus menyatakan diri dalam kemuliaan, kita manusia akan menjadi serupa dengan Dia. Pada saat itulah akan terjalin kesatuan yang sempurna antara kita manusia dengan Kristus dan dengan semua saudara kita. Dan dalam tradisi Gereja Katolik dan banyak kelompok Gereja Anglikan, satu hari setelah perayaan tersebut digunakan untuk memperingati orang-orang beriman yang meninggal namun belum dimurnikan dan belum masuk surga.

Kebahagiaan dan kemuliaan mereka tak bisa kita lukiskan dengan kata-kata manusiawi. Sehubungan dengan itu Santo Paulus berkata: “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia; semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” (1Kor 2:9) Ganjaran yang diterimanya dari Kristus adalah turut serta di dalam Perjamuan Perkawinan Anak Domba Allah. Air mata mereka telah dihapus sendiri oleh Yesus. Dan tentang itu Yohanes menulis: “Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan perkawinan Anak Domba.” (Why 19:9) “Dan Dia akan menghapus segala air mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau berdukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.” Oleh sebab itu “Kita, mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita meninggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan kepada kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.” (Hibr 12:1-2).

 

 

 

 

 

 

Penulis: Tripleway

Editor: Gisella

 

Sumber:

id.wikipedia.or g/wiki/Hari_Raya_Se mua_Orang_Kudus

www.imankatolik.or.id/kalender/1Nov.html

www.katolisitas.org/hari-raya-orang-kudus-hari-arwah/

 

 

Puncta 08.11.20 / Minggu Biasa XXXII / Matius 25:1-13

 

“Yu Yuan, Gadis Kecil Yang Bijaksana”

SEORANG laki-laki miskin menemukan bayi mungil dibuang di rerumputan dingin pada 30 November 1996. Bayi itu dipelihara dengan cinta dan diberi nama Yu Yuan. Laki-laki itu hanya bisa memberi tajin karena tak punya uang untuk beli susu. Yu Yuan tumbuh sebagai gadis lemah dan sakit-sakitan. Yu Yuan mulai mimisan Mei 2005. Ia divonis kena leukimia ganas. Biaya operasi sumsum tulang belakang diperkirakan $ 300.000. Ayah angkatnya sedih sekali karena tak punya biaya.

Karena tak punya uang, Yu Yuan menandatangani surat pelepasan perawatan dari RS. Anak umur 8 tahun itu juga membuat surat wasiat untuk mengatur segala hal berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Pulang dari RS, Yu Yuan minta baju baru dan difoto.

“Setelah saya tidak ada nanti, kalau papa merindukan saya, papa bisa melihat foto saya,” demikian pesannya.

Kebetulan ada wartawan yang menulis berita gadis kecil yang membuat wasiat untuk pemakamannya sendiri. Banyak orang tergugah. Sepuluh hari terkumpul dana $560.000. Operasi bisa dilakukan. Tetapi efek dari obat-obatan sangat berbahaya bagi penderita leukimia. Gadis itu berkata kepada wartawan Fu, “Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya?” Fu menjawab, “Karena mereka adalah orang baik.” Yu Yuan berkata, “Saya juga ingin menjadi orang baik.”

Lalu ia menulis surat wasiat, sambil menunggu ajal datang, bahwa ia ingin sisa dana pengobatan disumbangkan kepada anak-anak miskin penderita leukimia seperti dia. Mereka adalah Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Ji, Gao Jian, Wang Jie. Yu Yuan meninggal dengan tenang pada 22 Agustus 2005.

Hidupnya yang singkat telah memberi warna bagi sesama. Hati yang penuh kasih dan bijak telah ditanam bagi kesuburan dunia.

Yesus memberi perumpamaan tentang lima gadis bodoh dan lima gadis bijaksana yang menyongsong mempelai laki-laki. Kita ini ibarat orang yang menyongsong Mempelai yaitu Kristus yang akan mengadili semua pada akhir zaman.

Yu Yuan, gadis kecil itu telah mengajarkan kebijaksanaan kepada kita. Hidupnya yang pendek telah diisi dengan kebaikan dan welas asih. Bagaimanakah kita mengisi hidup ini?

Waktu itu kita bareng naik Etihad.
Dibagi-bagi selimut warna biru tua.
Hidup kita semua sangat singkat.
Mari kita isi dengan bijaksana.

Cawas, masih menanti senja…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 07.11.20 / Lukas 16:9-15 / Mengabdi Dua Tuan

 

SENANG nonton film bergenre action, adventure, fantasy berlatar belakarng sejarah? Coba tonton The Mummy Return. Di situ ada tokoh penjilat bernama Benny. Orang ini mengikuti siapa saja yang menguntungkannya. Awalnya ia mengikuti Rick berpetualang. Lalu ganti ikut pencari harta karun dari Amerika. Karena dia tersesat di kota terpendam Hamunadbra, Benny bertemu dengan Mummy Inhotep yang telah bangkit. Supaya dia tidak dibunuh, ia mau menjadi budak mummy yang jahat itu. Benny diminta menunjukkan dimana Rick dan Ivy berada. Inhotep akan membunuh mereka untuk dijadikan “tumbal” agar bisa kembali menjadi manusia normal untuk menguasai Mesir.

Sementara mereka berkelahi, Benny tersesat di ruangan harta karun, dimana banyak emas terpendam di situ. Dasar orang serakah, dia mengambil harta semau-maunya. Tidak sengaja ia membuka tuas pintu yang membuat bangunan runtuh. Ia terkubur dan mati dimakan serangga pemakan daging di sana.

Benny menjadi tokoh yang mengabdi dua tuan. Siapa yang menjanjikan keuntungan, harta dan hidup enak, dia siap melayaninya. Tak peduli harus mengorbankan teman sendiri, yang penting dia hidup nyaman, kaya dan nikmat. Karena keserakahannya, dia mati tertimbun harta karun yang tak pernah dinikmatinya.

Tuhan Yesus memperingatkan kepada murid-murid-Nya, “Jika kalian tidak setia mengurus mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan harta sejati kepadamu? Seorang hamba tidak mungkin mengabdi dua tuan.

Kita diminta untuk jujur mengurusi harta, mamon. Kalau tidak, kita tidak akan dipercaya oleh orang lain. Kalau mengurus diri sendiri saja kita tidak bisa, apakah ada orang yang mau percaya kepada kita untuk menguruskan miliknya?

Kita mesti tahu kepada siapa kita harus percaya. Siapakah yang akan menjadi tuan kita. Apakah kita akan mengabdi kepada harta atau mengabdi kepada Tuhan? Tidak mungkin mengabdi dua-duanya. “Jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain; atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain,” kata Yesus.

Sekarang, renungkanlah, kepada siapakah anda selama ini mengabdi?

Menanti mekarnya kelopak bunga.
Tampak indah dipandang mata.
Jangan mengabdi kepada harta.
Karena tak mampu menyelamatkan kita.

Cawas, pesawat ulang ulik….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr