Puncta 28.02.22 || Senin Biasa VIII/C || Markus 10: 17-27

 

Pensiun Dini Pemilik Alibaba.

KABAR yang mengejutkan berasal dari orang terkaya di China, pendiri e-commerce Alibaba yaitu Ma Yun atau Jack Ma.

Ia menjadi simbol kesuksesan di Tiongkok saat ini. Kekayaannya mencapai milyaran dollar karena usahanya yang gigih.

Ketika berada di puncak kesuksesan, ia mengumumkan mengundurkan diri lebih awal. Posisinya akan digantikan oleh Daniel Zhang, CEO Alibaba sekarang.

Kekuatan manusia ada batasnya. Ada rumor yang mengatakan bahwa Jack Ma dan keluarganya diserang oleh penyakit kanker.

Punya harta berlimpah dan kesuksesan yang mencengangkan tidak menjamin kebahagiaan. Ia kehilangan putranya yang berumur 22 tahun karena kanker otak.

Sementara putrinya menderita sakit jantung bawaan. Dan istrinya, Cathy Zang juga menderita kanker payudara.

Jack Ma pernah berkata, “Jangan menukar hidup kita hanya demi uang. Jangan kawatir akan hari esok. Bukankah hidup itu lebih penting dari makanan dan tubuh itu lebih penting dari pakaian?”

Jack Ma menirukan kata-kata Yesus dalam Injil.

Kini ia memfokuskan diri pada dunia pendidikan. Ia menyumbangkan hartanya untuk pendidikan di desa. Ia ingin banyak orang-orang dari desa berpendidikan dan maju.

Milyaran uangnya dia donasikan demi kemajuan pendidikan orang desa.

Dalam Injil ada orang muda yang kaya. Ia datang kepada Yesus untuk memperoleh hidup kekal. Yesus menyarankan agar ia mematuhi perintah Allah dalam Kitab Taurat.

Orang muda itu menjawab, “Guru, semuanya itu sudah kuturuti sejak masa mudaku.”

Wow….luar biasa. Ia orang muda yang kaya dan saleh, dambaan para ibu yang mencari menantu bagi anak gadisnya.

Yesus menunjukkan satu jalan, “Hanya satu lagi kekuranganmu: Pergilah, juallah apa yang kaumiliki, dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin. Maka engkau akan memperoleh harta di surga. Kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.”

Orang muda itu kecewa, lalu pergi dengan muka sedih, sebab banyaklah hartanya.

Kekayaan sebetulnya netral-netral saja. Tetapi kalau sudah mulai membelenggu orang, justru bisa mempersulit diri, bukan hanya di dunia tetapi juga di akherat.

Untuk memperoleh hidup kekal, tidak cukup hanya mengumpulkan harta dan melakukan hukum agama.

Itu baik, tetapi belum cukup. Akan menjadi sempurna jika mau berbagi dengan orang-orang miskin, lemah dan tersingkir.

Sebuah syair dari lagu “Ada Dunia Baru”mengingatkan kita. Syairnya berbunyi, “Melimpahnya harta apalah artinya. Mungkin esok hilang lagi dan aku tak peduli. Tapi bila hilang cintamu patahlah semangatku. Karna hanya kau berarti bagiku….”

Hidup kita akan berarti jika kita mempunyai cinta. Salah satu wujud cinta adalah berbagi.

Harta kekayaan itu bersifat sosial, artinya harta tidak hanya untuk diri sendiri. Kita akan memperoleh harta di surga jika kita tidak terikat pada harta dunia.

Harta dunia akan menjadi harta surga jika kita mau berbagi dengan sesama yang menderita. Jangan terlambat, hidup kita hanya sebentar saja.

Paus berdoa untuk seluruh rakyat Ukraina,
Agar sadarlah Pak Putin yang dari Rusia.
Terimakasih atas doa dan perhatian anda,
Di hari yang indah dan bahagia buat saya.

Cawas, betapa indahnya berbagi….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 27.02.22 || Minggu Biasa VIII/C || Lukas 6: 39-45

 

Semut di Seberang Lautan.

PEPATAH kita mengatakan, “Semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak.”

Ada sifat manusia yang mudah sekali melihat kesalahan orang lain. Kesalahan kecil mudah sekali terlihat, sedangkan kesalahan sendiri yang besar tidak tampak.

Kalau kita melihat titik hitam di selembar kertas putih, yang lebih diperhatikan adalah titik hitam yang kecil.

Sedangkan wilayah kertas putih yang luas justru tidak diperhatikan. Jika ditanya, apa yang kalian lihat? Kebanyakan akan menjawab titik hitam.

Semut adalah binatang yang sangat kecil. Gajah adalah binatang yang besar dan mudah terlihat.

Kesalahan orang lain yang sangat kecil seperti semut, bahkan di seberang lautan, justru tampak sedangkan kesalahan sendiri yang besar seperti gajah di depan mata malah tidak tampak.

Orang terkadang suka menghojat, mengkritik, menjelek-jelekkan, menghina, mencemooh dan berteriak-teriak menyalahkan orang lain, seolah-olah dia yang paling benar, suci, sempurna dan tidak pernah berbuat salah.

Biasanya orang seperti itu akan jatuh pada omongannya sendiri.

Yesus mengingatkan kepada para murid-Nya, “Mengapakah engkau melihat selumbar dalam mata saudaramu, sedangkan balok dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?”

Kita diajarkan untuk tidak menghakimi kesalahan orang lain, tetapi berani introspeksi diri.

Melihat diri sendiri dalam ungkapan Jawa disebut “Ngilo githoke dhewe.” Berkacalah pada diri sendiri, sebelum melihat kesalahan orang lain.

Ebiet G Ade juga mengingatkan kepada kita untuk “menengok ke dalam sebelum bicara” dalam syairnya:

Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih. Suci lahir dan di dalam batin.
Tengoklah ke dalam sebelum bicara. Singkirkan debu yang masih melekat.
Ho-oh, singkirkan debu yang masih melekat.

Mari kita berkaca, introspeksi diri, menengok ke dalam sebelum bicara, agar kita tidak mudah menyalahkan, menghakimi, menjelek-jelekkan orang lain.

Kita tidak bisa hidup sendiri, kita membutuhkan orang lain. Kita mesti hidup rukun dan menghormati sesama yang tidak sama dengan kita.

Kalau musang melompat kayak tupai,
Pasti dia suka makan buah mangga.
Mari hidup saling rukun dan damai,
Mampu lihat kebaikan pada diri sesama.

Cawas, syukur boleh nambah umur hari ini…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 26.02.22 || Sabtu Biasa VII/C || Markus 10:13-16

 

Pelajaran dari Anak Kecil

SEORANG anak kecil di Nanjing bernama Zhang Da (10 thn) harus memikul beban hidup yang berat.

Ibunya lari dari rumah karena tak tahan hidup miskin. Ia tak sanggup mengurus suaminya yang lumpuh dan tak ada uang.

Zhang Da tinggal berdua dengan ayahnya di rumah reot. Ia mengurus ayahnya yang tidak bisa bekerja, mulai dari menyiapkan makan, memandikan, mencuci pakaian dan mengobatinya.

Hebatnya Zhang Da tidak mau putus sekolah. Setelah sekolah dia menjadi pemecah batu. Upahnya dipakai untuk makan dan beli obat.

Karena tak bisa membawa dokter ke rumah, ia belajar cara menyuntik dari buku-buku. Ia anak yang cerdas. Ia lakukan ini selama lima tahun.

Kegigihannya merawat ayahnya, sambil terus belajar dan mencari nafkah menarik perhatian pemerintah lokal.

Tahun 2006 Pemerintah menyelenggarakan penghargaan Nasional bagi tokoh-tokoh inspiratif. Dari 10 nama terselip nama Zhang Da. Ia adalah pemenang termuda.

Acara penghargaan disiarkan TV Nasional. Pemandu bertanya kenapa ia mau berkorban padahal masih kanak-kanak.

Jawabnya, “Hidup harus dijalani, tidak boleh menyerah, tidak boleh berbuat jahat. Harus menjalani hidup penuh tanggungjawab.”

Pembawa acara melanjutkan, “Zhang Da, sebut saja apa yang kamu mau, sekolah dimana, apa yang kamu inginkan. Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah, dan mau kuliah dimana.

Pokoknya apa yang kamu cita-citakan, sebutkan saja. Di sini ada banyak pejabat, pengusaha kaya dan orang terkenal hadir. Banyak orang yang menonton televisi, mereka bisa membantumu….katakan saja.”

Semua mata memandang anak miskin, lugu dan polos itu, menanti dengan hening apa keinginannya.

Anak itu memecah kesunyian dengan mengucap, “Saya mau mama kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri. Mama kembalilah….!!!

Semua yang hadir mengusap air mata yang menetes tak terbendung.

Tidak ada harta yang paling diharapkan. Hanya kasih seorang Mama yang dia butuhkan. Seorang anak yang polos dan suci hatinya.

Hidup itu tidak melulu soal harta melimpah, kesuksesan, masa depan cerah, popularitas dan kesenangan, itu semua bisa dicari.

Yang diperlukan adalah terpenuhinya kasih sayang.

Yesus memarahi murid-murid yang menghalang-halangi anak-anak kecil datang kepada-Nya.

Anak-anak itu membutuhkan kasih sayang, pelukan, perhatian dan perlindungan. Mereka tidak membutuhkan yang lebih dari itu.

Yesus membuka tangan bagi anak-anak. Ia memeluk dengan hangat, meletakkan tangan dan memberkati mereka.

Kita seringkali seperti para murid, menghalangi anak-anak datang kepada Tuhan. Mereka dipandang hanya merepotkan saja, ribut dan mengganggu orang dewasa.

Orangtua kadang menganggap anak hanya sebagai beban. Jangan salahkan jika mereka mencari kasih sayang di luar rumah.

Namun Yesus justru mengatakan, “Orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.”

Mari kita lebih memperhatikan, mengasihi dan membuka dunia anak-anak agar mereka menemukan kebahagiaannya.

Ke sekolah rapi berpakaian,
Suka lirak lirik teman perempuan.
Anak-anak adalah masa depan,
Berikan kepada mereka kesempatan.

Cawas, biarkan anak-anak datang…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 25.02.22 || Jum’at Biasa VII/C || Markus 10: 1-12

 

Gara-Gara Rumput Tetangga

BADAN Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung melaporkan bahwa ada kecenderungan peningkatan kasus perceraian.

Beberapa penyebab adanya perceraian adalah perselingkuhan, suami menganggur, pendapatan istri lebih besar dari suami. Egoisme dan kesombongan pribadi juga mengambil tempat terjadinya perpisahan.

Perkembangan teknologi komunikasi yang makin canggih sekarang juga ikut memicu terjadinya perceraian. Media sosial memberi ruang yang bebas bagi siapapun untuk bergaul.

Ini yang dimanfaatkan bagi mereka yang mengalami kesulitan berkomunikasi dengan pasangan di rumah.

Kalau melihat data di Badilag MA, angkanya makin naik dan memprihatinkan. Ini mesti menjadi perhatian kita bersama.

Karena keluarga yang baik akan membantu tumbuhnya masyarakat yang baik. Keluarga adalah pilar bagi gereja dan negara.

Yesus menjawab persoalan itu dengan mengembalikan asal muasal manusia diciptakan. Manusia diciptakan secitra dengan Allah.

Ketika orang-orang Yahudi memaksakan perceraian karena Musa mengijinkan memberi surat cerai, Yesus langsung menunjuk akar masalahnya.

“Karena ketegaran hatimulah Musa menulis perintah untukmu.”

Orang Israel suka memaksakan kehendaknya, sehingga Musa memberi ijin dengan membuat surat cerai.

Tetapi pada awal dunia, Allah menjadikan manusia pria dan wanita, karena itu pria meninggalkan ibu bapanya dan bersatu dengan istrinya.

Keduanya lalu menjadi satu daging. Mereka bukan lagi dua melainkan satu.

Yesus menyimpulkan rencana dan kehendak Allah pada mulanya yaitu, “Apa yang dipersatukan Allah, janganlah diceraikan manusia.”

Memang tidak mudah membangun hidup berkeluarga. Maka perlu ada persiapan yang matang. Menggunakan masa pacaran dengan baik untuk mengenal sungguh-sungguh calon pasangannya.

Membangun komunikasi yang terbuka dan sejajar. Sadar bahwa anda memilih dia untuk hidup selamanya, bukan sesaat atau hanya waktu senangnya saja.

Dan yang penting mau berkorban bagi kebahagiaan pasangannya.

Agar kita tidak tegar hati, kita harus berani mengakui ketidaksempurnaan diri. Mau menerima kritik dan masukan dari pasangan.

Jangan ada yang merasa paling benar dan paling kuasa.

Orang Jawa bilang, “Aja Dumeh.” (Jangan merasa sok).

“Dumeh dadi wong lanang.” Dumeh gajinya besar, dumeh punya kuasa, dumeh pintar, dumeh bagus/ayu dan macam-macam kesombongan yang lain.

Jangan dulu melihat rumput tetangga, karena mereka memeliharanya dengan baik.

Apakah anda juga memelihara rumput di kebun anda sendiri?

Setiap sore menyiram rumput,
Tidak lupa mencabut lumut.
Jangan selalu berwajah cemberut,
Suasana keluarga bisa kalang kabut.

Cawas, selalu menjaga cinta….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr