Puncta 01.06.20 / PW Maria Bunda Gereja / Yohanes 19:25-34 / Maria Bunda Kita Semua

 

PANDU DEWANATA mempunyai dua istri, yaitu Kunti dan Madrim. Kunti mempunyai anak; Puntadewa, Werkudara dan Arjuna. Madrim punya anak kembar yakni Pinten dan Tangsen.

Ketika Pandu dan Madrim mati, Pinten dan Tangsen masih bayi. Anak kembar ini kemudian diserahkan kepada Kunti untuk diasuh. Maka si kembar ini kelak melengkapi Pandawa yang berjumlah lima anak laki-laki.

Ketika dewasa mereka diberi nama Nakula dan Sadewa. Kendati ia tidak melahirkan si kembar, Kunti sangat mengasihi si kembar seperti anaknya sendiri.

Ketika mereka harus mengembara di hutan selama 12 tahun, Kunti menemani mereka. Saat Pandawa harus menyamar di Wirata menjadi abdi raja, Kunti ikut menyamar menjadi pembantu permaisuri raja. Nama lain Kunti adalah Dewi Prita atau Shakuntala. Dia adalah ibu yang setia mendampingi putra-putranya dalam suka dan duka.

Hari ini kita merayakan Santa Maria Bunda Gereja. Di bawah salib, Yesus menyerahkan murid yang dikasihi-Nya kepada Maria. “Ibu, inilah anakmu.” Yohanes adalah wakil dari kita semua yaitu murid-murid Kristus. Kita adalah Gereja yakni umat beriman kepada Yesus Kristus.

Maria bunda Yesus juga menjadi bunda kita. Setelah Yesus naik ke surga, Maria selalu berkumpul bersama dengan murid-murid Yesus. Maria berjalan bersama dengan gereja. Maria mendampingi umat Allah sepanjang masa.

Setelah Yesus naik ke sorga, Maria senantiasa bersama para murid (Gereja muda) berkumpul dan berdoa. Maria mendampingi lahirnya persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus oleh pewartaan rasul-rasul.

Pantaslah kalau Maria kita sebut Bunda Gereja, karena Maria mendampingi dan berjalan bersama jemaat perdana hingga sekarang menjadi kepercayaan kita.

Bunda Maria juga tetap mendampingi kita. Oleh Yesus, kita diserahkan kepada Maria sebagai bunda kita. Yohanes, murid yang dikasihi-Nya menjadi wakil para murid dan mewakili kita juga, diserahkan kepada Maria di bawah salib-Nya.

Tiada henti-hentinya kita berdoa dengan perantaraan Maria, karena Maria adalah Bunda kita, Bunda Gereja. Marilah kita datang kepada ibu yang senantiasa mengasihi kita. Bunda Maria, doakanlah kami selalu.

Pantai kenangan yakni Pantai Glagah.
Duduk termenung di bawah Akasia.
Tiada tempat yang paling indah.
Selain bersimpuh di pangkuan Maria.

Cawas, Bunda Maria doakanlah kami…..
Rm. A.Joko Purwanto, Pr

Puncta 30.05.20 Yohanes 21:20-25 / Nasudin dan Keledai

 

NASRUDIN pergi ke pasar bersama anaknya menjual keledai. Mereka menuntun keledainya. Orang-orang di jalan berseloroh, “Orang tolol pergi jauh kok keledainya hanya dituntun, kan bisa dinaiki.”

Mereka berdua lalu naik ke punggung keledai. Ibu-ibu di jalan berkomentar, “Mereka itu keterlaluan, keledai kecil gitu kok dinaiki dua orang kuat. Apa tidak kasihan keledainya.” Lalu Nasrudin turun. Anaknya yang naik keledai.

Orang-orang berkomentar, “Anak tidak sopan, bapaknya disuruh berjalan, dia enak-enak naik keledai.” Anaknya turun dari keledai, Nasrudin naik ke atas keledai. Orang-orang berkomentar lagi, “Bapak tak tahu malu, dia tidak kasihan sama anaknya yang kelelahan.”

Nasrudin turun dan berjalan bersama anaknya. Anak itu bertanya, “Apa yang akan kita lakukan pak?” Nasrudin menjawab, “Mari kita gendong bersama keledai ini ke pasar.”

Seperti kebanyakan orang, kita ini sibuk menilai, menghakimi dan mengomentari apa yang dilakukan oleh orang lain. Kalau hanya mengikuti kemauan orang banyak, kita akan bingung sendiri.

Buat ini salah, buat itu salah. Jika ada seratus kepala, maka akan ada seratus pikiran yang berbeda-beda. Orang nonton dalam bahasa Jawa disebut ‘ndelok” bisa berarti “kendel alok” atau hanya pandai berkomentar.

Ketika Petrus dipanggil untuk mengikuti Yesus, Petrus bertanya kepada Yesus tentang nasib Yohanes, murid yang dikasihi Yesus, “Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?”

Yesus menjawab, “Jikalau Aku menghendaki, supaya dia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau ikutlah Aku.” Petrus diingatkan untuk fokus pada tugasnya yaitu mengikuti Yesus dan tidak perlu mengurusi nasib orang lain.

Kita seringkali sibuk “ngerumpi”, ngurusi orang lain sampai-sampai tugas utama kita terabaikan. Banyak membicarakan orang lain daripada fokus pada tugas kita masing-masing. Orang banyak sibuk mengomentari apa yang dilakukan Nasrudin.

Sebaliknya kalau kita mengikuti Nasrudin, kita akan pusing sendiri mendengar kemauan dan pikiran orang banyak. Kita diingatkan oleh sabda Yesus kepada Petrus, “Tetapi engkau ikutlah Aku.”

Marilah kita fokus pada perutusan kita masing-masing. Kalau ada teman yang sukses, janganlah iri, pelajari dan tirulah dia. Kalau ada teman gagal, jangan dicemooh, tapi lihatlah dirimu dan introspeksi diri, bagaimana kalau kita ada di posisi tersebut.

Kembang tebu jenenge glagah.
Dibawa angin sampai ke Pare.
Wong sing sabar gelem ngalah.
Bakal kasembadan sedyane.

Cawas, tetep kudu sabar….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 29.05.20 Yohanes 21:15-19 / S O S

 

Dalam situasi bahaya atau kritis kita sering mengenal istilah SOS. Ini adalah kata sandi dalam morse. S itu ditulis … (titik tiga). O ditulis – – – (garis tiga). Itu adalah sandi dalam pelayaran bahwa orang minta tolong.

Pilot punya istilah “Mayday.” Kata itu diulang-ulang untuk menandakan berita genting dan pentingnya. Lama kelamaan SOS menjadi singkatan Save Our Soul. SOS pertama digunakan oleh tentara Jerman dalam perang 1 April 1905.

Kemudian sandi itu menjadi populer saat kapal Titanic tenggelam 15 April 1921. Sandi itu diulang terus menerus agar menjadi perhatian siapapun. Kapal Carpatia yang menangkap sandi itu langsung mendekat untuk membantu Titanic.

Yesus bertanya kepada Petrus diulang-ulang sampai tiga kali, “Apakah engkau mengasihi Aku.” Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pesan itu kepada Petrus. Kasih kepada Yesus itu penting untuk para murid.

Jika ada kasih maka orang mau berkurban apa saja bagi yang dikasihinya. Tugas perutusan untuk menjadi gembala harus didasari dengan semangat kasih. Bukan karena kewajiban, keterpaksaan atau karena takut. Pesan “apakah engkau mengasihi Aku” diulangi sampai tiga kali karena isinya sangat penting.

Tugas penggembalaan dengan landasan kasih itu penting. Menggembala demi keuntungan pribadi itu mungkin. Menggembala untuk cari ketenaran itu bisa. Menggembala sambil lalu hanya demi mengembangkan hobbi itu tidak aneh. Tetapi menggembala dengan penuh kasih itu yang dikehendaki Yesus. Maka itu ditanyakan berulang-ulang. “Dibolan-baleni” seperti suara sirine.

Petrus sadar bahwa ia tidak pantas. Tiga kali juga ia pernah menyangkal Gurunya. Ia merasa sedih hati karena ditanya sampai tiga kali. Petrus diingatkan bahwa ia pernah gagal dalam membangun kesetiaan pada Gurunya.

Yesus tidak memilih orang hebat atau yang tidak pernah gagal. Yesus tahu bahwa mereka tidak sempurna. Orang yang pernah gagal akan belajar dari pengalaman dan berusaha bangkit dari keterpurukan. Yesus tetap percaya kepada mereka dan mengutus-Nya, “Ikutlah Aku.”

Apakah kita sadar bahwa tugas penggembalaan itu sangat penting? Menjadi gembala bukan hanya milik para imam. Kepemimpinan itu bagian dari tri tugas Kristus yakni Imam, Nabi dan Raja. Tugas raja adalah memimpin.

Kita semua adalah pemimpin. Minimal untuk diri sendiri dan keluarga. Apakah kita sungguh-sungguh menjadi gembala yang baik bagi orang-orang di sekitar kita? Bagaimana jawabmu jika Yesus bertanya, “Apakah engkau mengasihi Aku?

Ke Pasar Minggu
Membeli buah mangga.
Aku mengasihiMu
Walau aku tidak sempurna.

Cawas, menanti lagi…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 28.05.20 Yohanes 17:20-26 / Ukhuwah Insaniyah

 

DALAM perjalanan pulang dari Ketapang ke Tayap. Aku lewat jalan Pelang Indotani. Setelah melewati warung orang Jawa yang sering kami panggil “Pakde”, motorku selip karena pasir.

Aku jatuh dan tangki motor bocor sehingga bensin membanjir terbuang. Jalanan itu sepi. Hanya satu dua orang lewat. Seorang bapak dengan motor butut lewat dan menolong aku. Ia meminjamkan dirigen di warung Pakde untuk menampung bensin yang sisa.

Aku didorong dengan kakinya di pedal belakang motorku. Kami kembali ke Ketapang. Di tengah jalan kami ngobrol memperkenalkan diri. Ketika aku menyebut identitasku sebagai pastor, dia langsung cerita nyerocos tentang Gusdur.

“Saya ini Gusdurian. Saya sering dengar cerita Gusdur punya hubungan dekat dengan seorang romo di Yogya. Beliau pernah singgah dan sholat di pastoran romo itu. Bahkan ada kamar khusus dengan alat sholat lengkap di sana.”

Aku langsung ingat pasti itu Romo Mangunwijaya waktu di Pastoran Jetis. Ketika kusebut nama Romo Mangun, bapak itu dengan cepat mengiyakan. Dia lalu bercerita tentang ajaran Gusdur.

Dia cerita tentang ukhuwah atau persaudaraan. “Kita ini satu ukhuwah yakni ukhuwah insaniyah, sesama umat manusia yang tinggal di bumi sehingga kita bisa saling tolong menolong, hidup rukun dan bersatu padu.” Aku mengalami dan berjumpa dengan “orang Samaria yang baik hati.”

Dalam doa-Nya Yesus tidak hanya berdoa untuk para murid-Nya, tetapi juga bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya oleh karena pemberitaan Kabar Gembira. Orang-orang yang menerima Yesus karena pewartaan murid-murid-Nya.

Contoh hidup Romo Mangun dan Gusdur itu berhasil membangun sebuah persaudaraan yang akrab dan mesra. Relasi itu diceritakan kepada banyak orang. Saya mendapat imbas dari persaudaraan indah itu.

Yesus mendoakan agar para murid-Nya bersatu, hidup rukun dan damai dengan siapa pun. Sama seperti Dia bersatu dengan Bapa, demikian juga murid-Nya dipanggil untuk bersatu dengan semua orang.

Kasih persaudaraan itu tidak mengenal batas-batas. Ukhuwah insaniyah mengundang kita semua sebagai makhluk sesama ciptaan Tuhan hidup rukun bersaudara.

Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar, Ahmed Al-Thayyeb membangun persaudaraan sebagai sesama insan dengan membuat kesepatakan dalam The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together di Abu Dhabi 4 Februari 2019 yang lalu.

Berdasar doa Yesus agar kita semua bersatu sama seperti Dia bersatu dengan Bapa, kita pun diundang membangun persaudaraan dan persatuan dengan siapa pun juga.

Siang-siang minum jus jambu.
Jangan lupa makan buah pepaya.
Marilah kita semua bersatu padu.
Membangun dunia penuh cinta.

Cawas, menanti hari selasa….
Rm. A.Joko Purwanto, Pr

Puncta 27.05.20 Yohanes 17:11b-19 / Not One Less

 

FILM ini bercerita tentang guru pengganti bernama Wei Minshi. Ia terpaksa menggantikan Pak Guru Gao yang harus pulang ke desanya karena ibunya sakit keras. Di desa itu hanya Wei saja yang pernah sekolah kendati tidak lulus SMP.

Kepala desa menjanjikan kepadanya gaji 50 yuan kalau Pak Gao kembali. Ada banyak nasehat bagaimana ia harus mengajar anak-anak. Pesan penting yang dijadikan judul film ini adalah, “Saat saya kembali saya mau tak satu pun murid pergi dari sekolah ini. Apabila saat saya pulang nanti semua murid saya masih ada, kamu boleh meminta 50 Yuan pada Kepala Desa,” kata Pak Guru Gao.

Ketika ada pencari bakat dari kota ingin mengambil satu anak yang pandai berlari, untuk disekolahkan di kota, Wei ngotot menolaknya. Chang Hui Khe, anak laki-laki paling bandel keluar dari sekolah dan cari kerja di kota.

Bu Guru kecil ini bersama murid-murid lain berusaha mengumpulkan uang untuk bisa mencari Chang Hui Khe di kota. Perjuangan mencari murid yang pergi inilah yang mengharukan. Ia ingin muridnya kembali menjadi satu dan tak seorang pun hilang.

Yesus berdoa kepada Bapa, “Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti kita. Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku. Aku telah menjaga mereka dan tidak seorang pun dari mereka yang binasa selain dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci.”

Yesus mengerti bahwa sepeninggal-Nya pasti ada banyak kesulitan dan penderitaan bagi para murid. Mereka akan tercerai berai. Maka Yesus berdoa bagi mereka agar mereka bersatu.

Yesus minta kepada Bapa-Nya agar melindungi mereka. “Aku tidak meminta supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari yang jahat.”

Seperti sebatang sapu yang terdiri dari banyak lidi tetap kuat jika bersatu dengan “suh” atau pengikatnya, demikian pun Yesus berharap para murid-Nya tetap bersatu dalan nama-Nya.

Marilah kita menjaga kerukunan dan persatuan agar kita tetap kuat, kompak dan bermanfaat. Sebagaimana doa Yesus, “supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.”

Keluarga utuh negara kukuh Gereja “bakuh”. Keluarga utuh masyarakat “pengkuh” atau kuat selamat. Mari kita bangun kerukunan dan persatuan di dalam keluarga.

Bangun subuh, mandi airnya keruh.
Keluarga runtuh, negara bisa jatuh.

Cawas, menjahit baju sobek….
Rm. A.Joko Purwanto, Pr