Puncta 01.10.20 / Pesta St. Theresia dari Kanak-Kanak Yesus, Perawan, Pujangga Gereja dan Pelindung Misi / Matius 18:1-5

 

“Menjadi Anak Kecil”

IKLAN yang menggambarkan seorang anak membeli coklat di toko sungguh inspiratif. “Tolong ambilkan coklatnya satu.” Lalu ia membayar dengan uang koin seribu.

Masih kurang. Ia merelakan asesoris mainannya; penjepit rambut, gelang asesoris di tangannya. Ketulusan dan keikhlasan hati seorang anak yang polos.

Kemudian Ia mendatangi ibunya, dan mengucapkan, “Selamat ulang tahun mama”, sambil menyodorkan sepotong coklat sebagai hadiah darinya. Selalu ada kebaikan di hati setiap orang.

Ketulusan dan kerendahan hati seorang anak kecil di hadapan Tuhan itulah yang dilakukan Theresia dari Kanak-Kanak Yesus. Terlahir dengan nama Marie Francoise Therese Martin di Lisieux Perancis. Walau hidupnya hanya singkat, 24 tahun, tetapi hidup, karya dan doanya menjadi teladan luar biasa.

Buah permenungan rohaninya disebut “Jalan Kanak-Kanak Rohani” atau “Jalan Kecil.” Relasi mesra antara seorang anak kecil yang sangat tergantung dari belas kasih Bapa itulah yang dihidupinya dengan tekun dan setia.

Seorang anak kecil yang hanya bisa terjamin aman di dalam pelukan bapanya itulah gambaran Allah bagi Theresia kecil. Ia menulis “Jalan kecil” itu dalam suratnya:

“Cinta membuktikan dirinya dengan tindakan, jadi bagaimana saya menunjukkan cinta saya? Aku tidak bisa melakukan jasa besar. Cara yang dapat kulakukan untuk membuktikan cintaku adalah dengan menyebarkan bunga dan bunga ini adalah pengorbanan yang sangat kecil, setiap pandangan dan kata, dan hal yang kulakukan adalah aksi cinta yang terkecil.”

Semua orang di dunia ingin menjadi yang terbesar dan jadi pahlawan. Manusia dianggap baru eksis kalau mampu membuat hal-hal besar. Apa yang dibuat Theresia justru sebaliknya. Ia melakukan hal-hal kecil dan sederhana dengan cinta yang besar.

Para murid Yesus berdebat tentang siapa yang terbesar dalam kerajaan Surga? Mereka berebut ingin menjadi yang terbesar.

Tetapi Yesus meluruskan pandangan mereka. “Aku berkata kepadamu: Sungguh, jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga.”

Ternyata ukuran Surga dan ukuran Allah berbeda dengan ukuran manusia dan dunia. Manusia dan dunia ingin menjadi yang terbesar dan hebat.

Tetapi Allah dan Surga justru sebaliknya. Merendahkan diri seperti anak kecil. Theresia dari Lisieux telah melakukannya. Santa Theresia ajarilah kami mengikuti jalan kecilmu.

Merangkak naik ke menara Pisa.
Untuk melihat pemandangan seluruh kota.
Mengasihi dengan tindakan kecil sederhana.
Lebih berarti daripada sejuta janji dan kata-kata.

Cawas, ke Danau Kalimutu….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 30.09.20 / PW. St. Hieronimus, Imam dan Pujangga Gereja / Lukas 9:57-62

 

“Ayo Baca Alkitab”

HARI ini adalah peringatan 1600 tahun wafatnya St. Hieronimus yakni tanggal 30 September 420. Kita bisa mengenal Kitab Suci karena usaha keras orang kudus ini. Seluruh hidupnya diabdikan untuk menterjemahkan Kitab Suci bahasa Yunani dan Hibrani ke dalam bahasa Latin.

Kitab Suci terjemahan St. Hieronimus dalam bahasa Latin disebut Vulgata, dan itu dipakai di seluruh kekaisaran Romawi yang akhirnya menyebar ke seluruh dunia sampai sekarang.

Kita masih ingat sebelum Konsili Vatikan II seluruh liturgi dan Kitab Suci memakai bahasa Latin. Setelah Konsili Vatikan, liturgi gereja dan Kitab Suci diterjemahkan ke dalam bahasa setempat. Yang dulunya berbahasa Latin, sekarang bisa dibaca dalam aneka bahasa setempat.

“Barangsiapa tidak mengenal Kitab Suci, tidak mengenal Kristus.” kata St. Hieronimus. Kitab Suci adalah pintu masuk mengenal pribadi dan karya-karya Kristus. Orang Katolik jangan hanya membuka Kitab Suci kalau Bulan September saja, bulan yang dikhususkan sebagai Bulan Kitab Suci Nasional.

Kitab Suci harus menjadi makanan kita setiap hari. Sebagaimana kita membutuhkan makanan jasmani, kita pun membutuhkan makanan rohani. Salah satunya adalah dengan membaca Kitab Suci.

“Saya merasa damai setelah setiap hari membaca Kitab Suci, walaupun hanya dua ayat saja per hari.” kata salah satu anggota ABA (Ayo Baca Alkitab).

“Dengan ikut kelompok ABA saya merasa didukung dan dikuatkan untuk setia membaca Kitab Suci, karena kami setiap hari harus melaporkan kepada host di grup.” seorang ibu menimpali.

“Pokoknya sekarang seperti sudah menjadi kebutuhan. Kalau belum membaca Kitab Suci rasanya ada yang belum lengkap. Ada yang kurang dalam hidup ini,” imbuh seorang bapak.

Saya mendampingi dua grup ABA. Yang satu beranggotakan 96 orang, yang lain 62 orang dari berbagai kota. Ada yang sudah 4 tahun tanpa henti setiap hari membaca Kitab Suci. Mulai dari Kitab Kejadian sampai Kitab Wahyu. Pesertanya pun dari berbagai denominasi gereja. Kita semua disatukan dalam Kristus.

Ada grup yang punya ide kreatif, sambil membaca sambil menabung 2000. Pada akhir membaca Kitab Wahyu mereka mengumpulkan tabungannya dan mendonasikannya kepada yang membutuhkan.

Kitab Suci menjadi hidup dan berbuah berkat bagi sesama. Sabda Allah mewujud dalam bentuk kasih dan kepedulian kepada yang kecil dan lemah. Dengan begitu, Allah sungguh dirasakan dan hadir dalam hidup kita.

Sambil ngobrol asyik berolahraga jalan kaki.
Badan berkeringat karena berjemur di matahari.
Bacalah Kitab Suci, jangan hanya disimpan di almari.
Dan kamu akan mengenal siapa Kristus dan Bapa yang mengasihi.

Cawas, tertimbun Pisa…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 29.09.20 / Pesta St. Mikael, Gabriel dan Rafael, Malaikat Agung / Yohanes 1:47-51

 

“Malaikat Pelayan Allah”

GEREJA Katolik mengakui dan percaya adanya malaikat. Mereka adalah pelayan atau pesuruh Allah. “Bahwa ada makhluk rohani tanpa badan, yang oleh Kitab Suci biasanya dinamakan ‘malaikat’, adalah satu kebenaran iman. Kesaksian Kitab Suci dan kesepakatan tradisi tentang itu bersifat sama jelas” (KGK 328).

Keberadaan malaikat itu adalah kebenaran iman, tertulis dalam Kitab Suci dan diyakini turun temurun dalam tradisi gereja. Para malaikat ditugaskan Allah untuk melindungi, menjaga, menuntun dan menolong manusia dari lahir sampai matinya.

Ada tiga malaikat agung yakni Mikael, Gabriel dan Rafael yang kita rayakan hari ini. Ada empat malaikat surga dalam kelompok kerubim yakni; St. Uriel, St. Yehudiel, St. Barachiel dan St. Sealtiel.

St. Mikael adalah panglima bala tentara surga. Ia berperang melawan iblis dan mengusir mereka dari surga. Dalam Kitab Wahyu dikatakan, “Mikael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan seekor naga, …..naga besar itu, si ular tua yang disebut iblis atau setan yang menyesatkan seluruh dunia. Mikael artinya “Siapakah seperti Tuhan.”

St. Gabriel, artinya “Kekuatan Allah.” Dalam Injil Lukas dikisahkan Malaikat Gabriel datang ke rumah Maria dan memberi kabar sukacita tentang kelahiran Juruselamat yakni Kristus, Tuhan.

St. Rafael berarti “Tuhan yang menyembuhkan.” Dalam Kitab Tobit dikisahkan Malaikat Rafael mendampingi Tobias dalam mencari obat bagi kesembuhan mata ayahnya, Tobit. Malaikat Rafael mengusir setan Asmodeus yang telah membunuh tujuh calon suami Sara. Akhirnya Sara diperistri Tobias berkat pertolongan St. Rafael.

Kepada Natanael, Yesus berkata,”Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya.” Dan Natanael berkata, “Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel.” Natanael percaya kepada Yesus sebagai Anak Allah. Karena imannya itu, Yesus menanggapi, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka, dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia.”

Iman kepada Yesus itu membuat kita bisa melihat karya-karya besar Allah. Syaratnya hanya satu yakni iman kepada Yesus. Karya agung Tuhan, bahkan para malaikat pun akan kita jumpai jika kita mengimani Kristus tanpa syarat.

Menulis puisi di malam yang pekat.
Sambil menatap rembulan bersegi empat.
Tuhan mengutus para malaikat.
Menolong kita agar bisa selamat.

Cawas, no touch experience…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 28.09.20 / Lukas 9:46-50 / Rivalitas

 

KEHIDUPAN di dunia ini dipenuhi dengan persaingan. Kalau dalam dunia binatang, persaingan bertujuan untuk menguasai wilayah, kelompok dan rebutan hak keturunan.

Singa terkuat berhak memilih pasangan, menguasai kelompok dan wilayah. Begitu pun manusia, saling berebut kuasa, popularitas, sumber daya alam dan hegemoni.

Dalam dunia wayang, Pandawa dan Kurawa, walaupun mereka itu bersaudara, saling berebut kekuasaan, wilayah dan kemenangan. Karna dan Arjuna berusaha saling mengalahkan, siapa yang paling mahir dalam memanah di medan perang.

Deutschland, Deutschland über alles,
Über alles in der Welt,
Wenn es stets zu Schutz und Trutze
Brüderlich zusammenhält.

(Jerman, Jerman di atas segalanya,
segala yang ada di dunia,
Apabila tiba masanya, untuk berlindung dan bertahan,
Persaudaraan kita tegakkan bersama)

Lagu kebangsaan Jerman ini dieksploitasi oleh Nazi Hitler untuk kepentingan kekuasaanya sehingga disalahartikan Jerman ingin menguasai dunia. Jerman berada di atas segala bangsa.

Dalam komunitas kecil para murid Yesus juga timbul persaingan. Mereka bertengkar berebut siapa yang terbesar di antara mereka. Bahkan mereka melarang orang di luar komunitas mereka untuk mengusir setan. “Guru, kami melihat seseorang mengusir setan demi nama-Mu, dan kami telah mencegahnya, karena ia bukan pengikut kita.” Yesus melarang mereka.

Tetapi Yesus mengajarkan yang sebaliknya, “Siapa yang terkecil di antara kalian, dialah yang terbesar.” Demikian juga berhadapan dengan kelompok lain. “Barangsiapa tidak melawan kalian, dia memihak kalian.”

Jangan ada rivalitas atau persaingan berebut kekuasaan dan popularitas. Semangat cintakasih dan persaudaraan di atas segalanya.

Bagi Yesus yang mengajarkan cintakasih, rivalitas bukan dipakai untuk kepentingan keselamatan pribadi, tetapi bersaing untuk mengasihi dan berbuat baik bagi sesama. Mari kita berlomba untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya.

Beli batik kainnya halus.
Warnanya menarik juga bagus.
Kita ini homo homini salus.
Bukan homo homini lupus.

Cawas, senja yang indah…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 27.09.20 / Minggu Biasa XXVI / Matius 21:28-32

 

“Komitmen”

SEKARANG ini kita menghadapi masa Pilkada. Ada 270 wilayah akan memilih gubernur, bupati atau walikota. Dari jumlah itu 52 calon disinyalir berbau politik dinasti. Tidak menjamin kalau anak pejabat akan berhasil memimpin rakyat.

Justru orang-orang “luar” yang punya modal kepemimpinan kuatlah yang berhasil memajukan daerahnya. Mereka itu bukan pemimpin “karbitan” tetapi berjuang dari bawah. Jiwa leadershipnya sudah diasah sejak awal. Komitmen dan dedikasinya sudah teruji.

Salah satu tahapan dalam Pilkada itu adalah kampanye. Dalam kampanye banyak calon mengumbar janji-janji. Janji kepada rakyat itu manis-manis. Tetapi setelah duduk manis menjadi kepala daerah lalu lupa pada janjinya.

Orang Jawa menyindir halus dengan berkata, “inggih, inggih ora kepanggih.” Kalau ada maunya banyak memberi janji, tetapi kalau sudah “nak kepenak” lupa pada janjinya. Berkata ya, ya tetapi tidak pernah berbuat apa-apa.

Yesus berdiskusi dengan para imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi tentang komitmen. “Bagaimana pendapatmu? Ada orang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada yang sulung dan berkata, “Anakku, pergilah bekerja di kebun anggur hari ini.”

Jawab anak itu, “Baik, Bapa.” Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Anak itu berkata, “Tidak mau” Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Siapakah di antara kedua orang anak itu yang melakukan kehendak ayahnya?” Jawab mereka, “Yang terakhir.”

Yesus mengibaratkan para imam kepala dan tua-tua Yahudi itu seperti anak sulung. Pemungut cukai dan pelacur orang berdosa itu anak bungsu. Anak sulung itu mengatakan iya, iya iya tetapi tidak melakukan. Anak bungsu kendati berkata tidak, kemudian menyesal dan melakukan.

Orang-orang saleh bangsa Yahudi itu tahu kalau Yohanes Pembaptis adalah nabi yang datang menunjukkan jalan kebenaran. Tetapi mereka tidak percaya. Justru para pemungut cukai dan pelacur orang berdosa itu percaya kepadanya.

Kadang kita ini juga seperti orang-orang saleh itu. Merasa paling benar sendiri dan tidak mau membuka hati kepada mereka yang mewartakan kebenaran.

Kalau dikritik marah. Suka memerintah tapi menyentuh aja ogah. Menuntut orang lain disiplin tetapi dia sendiri plan plin. Hidup di luar nampaknya baik, padahal munafik.

Mari kita belajar supaya tidak menjadi anak sulung yang “inggih, inggih ning ora kepanggih.”

Teman Superman namanya Wonder Women.
Orangnya cantik, trengginas dan perkasa.
Jadilah orang yang punya komitmen.
Bisa bertanggungjawab dan dapat dipercaya.

Cawas, batal pelajaran….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr