“Komitmen”

SEKARANG ini kita menghadapi masa Pilkada. Ada 270 wilayah akan memilih gubernur, bupati atau walikota. Dari jumlah itu 52 calon disinyalir berbau politik dinasti. Tidak menjamin kalau anak pejabat akan berhasil memimpin rakyat.

Justru orang-orang “luar” yang punya modal kepemimpinan kuatlah yang berhasil memajukan daerahnya. Mereka itu bukan pemimpin “karbitan” tetapi berjuang dari bawah. Jiwa leadershipnya sudah diasah sejak awal. Komitmen dan dedikasinya sudah teruji.

Salah satu tahapan dalam Pilkada itu adalah kampanye. Dalam kampanye banyak calon mengumbar janji-janji. Janji kepada rakyat itu manis-manis. Tetapi setelah duduk manis menjadi kepala daerah lalu lupa pada janjinya.

Orang Jawa menyindir halus dengan berkata, “inggih, inggih ora kepanggih.” Kalau ada maunya banyak memberi janji, tetapi kalau sudah “nak kepenak” lupa pada janjinya. Berkata ya, ya tetapi tidak pernah berbuat apa-apa.

Yesus berdiskusi dengan para imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi tentang komitmen. “Bagaimana pendapatmu? Ada orang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada yang sulung dan berkata, “Anakku, pergilah bekerja di kebun anggur hari ini.”

Jawab anak itu, “Baik, Bapa.” Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Anak itu berkata, “Tidak mau” Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Siapakah di antara kedua orang anak itu yang melakukan kehendak ayahnya?” Jawab mereka, “Yang terakhir.”

Yesus mengibaratkan para imam kepala dan tua-tua Yahudi itu seperti anak sulung. Pemungut cukai dan pelacur orang berdosa itu anak bungsu. Anak sulung itu mengatakan iya, iya iya tetapi tidak melakukan. Anak bungsu kendati berkata tidak, kemudian menyesal dan melakukan.

Orang-orang saleh bangsa Yahudi itu tahu kalau Yohanes Pembaptis adalah nabi yang datang menunjukkan jalan kebenaran. Tetapi mereka tidak percaya. Justru para pemungut cukai dan pelacur orang berdosa itu percaya kepadanya.

Kadang kita ini juga seperti orang-orang saleh itu. Merasa paling benar sendiri dan tidak mau membuka hati kepada mereka yang mewartakan kebenaran.

Kalau dikritik marah. Suka memerintah tapi menyentuh aja ogah. Menuntut orang lain disiplin tetapi dia sendiri plan plin. Hidup di luar nampaknya baik, padahal munafik.

Mari kita belajar supaya tidak menjadi anak sulung yang “inggih, inggih ning ora kepanggih.”

Teman Superman namanya Wonder Women.
Orangnya cantik, trengginas dan perkasa.
Jadilah orang yang punya komitmen.
Bisa bertanggungjawab dan dapat dipercaya.

Cawas, batal pelajaran….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr