Puncta 28.04.21 / Rabu Paskah IV / Yohanes 12:44-50

 

“Janda Bolong”

SUATU pagi ada umat menawari saya, “Romo, mau mencoba pelihara janda bolong? Barangnya masih kecil romo. Romo mau satu atau dua?”
Jangan berpikir yang negatif dulu.

Setelah dicermati ternyata janda bolong itu sejenis tanaman. Orang Jawa menyebutnya, “Ron dho bolong” arti sebenarnya adalah daun-daun yang berlubang.

Karena pengucapannya disambung; randha bolong, orang salah menterjemahkannya. Randha diterjemahkan menjadi janda. Randha bolong jadi janda yang punya lubang. Hadeeew payah…

Diterjemahkan dari bahasa Inggris-Monstera adansonii, monstera Adanson, tanaman keju Swiss, atau tanaman lima lubang, adalah spesies tanaman berbunga dari keluarga Araceae yang tersebar luas di sebagian besar Amerika Selatan dan Amerika Tengah.

Tanaman ini sedang meroket harganya karena didesain oleh “penghobi” tanaman yang ingin meraup untung. Apalagi dengan nama yang seksis dan bombastis; Janda bolong.

Padahal gak ada hubungannya sama sekali dengan janda.

Orang memburu tanaman yang sedang ngetren. Padahal dia tidak sadar hanya jadi korban demi mengejar keuntungan.

Lama-lama tanaman itu teronggok dan tak terawat serta tidak ada harganya.

Inilah yang disebut distorsi atau penyimpangan suatu fakta. Memutarbalikkan suatu kata sehingga arti dan isinya menjadi berbeda.

Itu dibuat demi mencari keuntungan tak peduli tentang isi dan kebenarannya.

Yesus tidak mau bertindak seperti itu. Ia tidak menciptakan distorsi. Ia menyatakan kebenaran. Ia menyatakan firman Allah.

“Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia percaya bukan kepada-Ku, tetapi Dia yang telah mengutus Aku, dan barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia yang telah mengutus Aku.”

Apa yang disampaikan Yesus bukan omong kosong. Ia mewartakan kebenaran Allah sendiri.

“Bukan dari diri-Ku sendiri Aku berkata-kata, tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan Aku, untuk mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku sampaikan. Dan Aku tahu bahwa perintah-Nya itu adalah hidup yang kekal.”

Para produsen tanaman itu menipu konsumen. Mereka menjual janda bolong, tetapi yang disodorkan hanyalah daun-daun berlubang.

Maka teliti dulu sebelum membeli. Cermati dulu isi pewartaannya, jangan mudah terkecoh. Nanti hanya menyesal di kemudian hari.

Kita percaya pada Yesus. apa yang Dia wartakan bukan menipu atau mengecoh. Dia menyampaikan kebenaran, yakni Allah sendiri. Apakah anda percaya?

Ribut-ribut dengan janda bolong.
Hanya daun berlubang melompong.
Jangan percaya pada berita bohong.
Hanya bikin kacau dan pikiran kosong.

Cawas, jangan bohong….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 27.04.21 / Selasa Paskah IV / Yohanes 10: 22-30

 

“On Eternal Patrol”

TRADISI kemaritiman sungguh agung dan bermakna dalam sekali. Bersama dengan gugurnya para patriot TNI AL dalam kapal selam Nanggala 402 dengan 53 awak di laut utara Bali pada 21 April yang lalu, kita berduka tetapi ada rasa bangga dengan para prajurit yang gugur dalam tugas.

Tradisi kelautan mengatakan bahwa mereka tidak hilang atau missing, tetapi mereka On Eternal Patrol, yaitu melakukan patroli selamanya di tengah samudera tanpa pernah kembali ke base camp atau pelabuhan.

Suatu tugas mulia untuk menghormati mereka yang gugur dan tidak diketemukan. Prajurit angkatan laut melakukan tugasnya sampai akhir dengan gagah berani di tengah lautan luas.

Mereka tidak memakai istilah “Rest in Peace” atau meninggal dunia, tetapi prajurit AL bilang, “Fair Wind and Following Seas.” Ungkapan itu berarti selamat berlayar dan mengarungi samudera yang tenang dan damai.

Mereka tidak meninggal tetapi mengarungi lautan dengan tenang dan indah. Istilah yang bermakna dalam dan bikin merinding.

Ini adalah salam hormat bagi para pelaut yang melakukan tugas dengan berani dan penuh tanggungjawab. Ini adalah ungkapan toast atau salam kebanggaan saat memulai pelayaran, uji coba kapal, masa pensiun hingga pemakaman prajurit AL.

Pekerjaan mereka menunjukkan sikap tanggungjawab dan siapa mereka sejatinya.

Yesus ditanya oleh orang-orang Yahudi, apakah Dia benar-benar Mesias? “Katakan terus terang kepada kami.” desak mereka.

Yesus tidak menjawab langsung tetapi Dia menunjukkan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan-Nya yang memberi kesaksian siapa Dia sesungguhnya.

“Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku itulah yang memberi kesaksian tentang Aku.”

Sebagaimana prajurit Angkatan Laut melakukan tugasnya di lautan dengan penuh tanggungjawab dan keberanian, begitu pun Yesus yang berasal dari Bapa melakukan tugas-Nya atas nama Bapa.

Pekerjaan-pekerjaan itulah yang menunjukkan kualitas pribadi-Nya. Yesus meyakinkan mereka, “Aku dan Bapa adalah satu.”

Pekerjaan-pekerjaan kita menunjukkan siapa diri kita sesungguhnya. Kalau kita ini citra Allah, maka semestinya kita melakukan apa yang dikerjakan Allah.

Para awak Nanggala 402 memberi teladan tentang apa yang semestinya dilakukan sebagai manusia sejati. Tugas mereka sampai gugur di lautan menunjukkan jiwa maritim sejati.

Pekerjaan Yesus yang melakukan kehendak Allah menunjukkan bahwa Dia adalah Anak Allah. Dia mati untuk melakukan kehendak Allah, menebus seluruh manusia dan alam semesta.

Mari kita tunjukkan siapa kita dengan menuntaskan pekerjaan-pekerjaan kita demi kebaikan bersama.

Hormat salam bagi awak Nanggala.
Gagah berani berlayar menuju keabadian.
Siapa diri kita yang sesungguhnya,
Nampak dari apa yang selalu kita kerjakan.

Cawas, semoga damai abadi….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 26.04.21 / Senin Paskah IV / Yohanes 10: 1-10

 

“Pintu Darurat”

SEORANG bapak, Walkidi naik pesawat. Kebetulan dia duduk di dekat pintu darurat. Pramugari cantik mendatangi dan menjelaskan, “Maaf pak, Kebetulan bapak duduk di samping pintu darurat. Untuk itu kami mohon kerjasamanya. Jika ada kejadian di mana pesawat terpaksa mendarat darurat, silakan bapak membuka pintu darurat ini agar penumpang bisa keluar dari pintu tersebut. Untuk lebih jelasnya, silakan baca petunjuknya di buku instruksi keselamatan.”

Walkidi mengangguk tanda sudah jelas.

Di tengah penerbangan, pilot berkata, “Para penumpang yang terhormat, ada gangguan pada mesin pesawat. Kita akan mendarat darurat. Silahkan pakai pelampung dan sabuk pengaman. Ikuti petunjuk para petugas.”

Setelah ada aba-aba: Evacuate! Evacuate!, Walkidi diminta membuka pintu darurat.

Ia mendorong tetapi pintu tidak terbuka. Semua orang makin panik. Ia dorong-dorong terus tapi pintu tak bergerak.

Akhirnya pintu depan dan belakang pesawat terbuka. Semua orang lari menuju pintu untuk menyelamatkan diri.

Walkidi selamat dan marah kepada pramugari. Mengapa pintu darurat tidak bisa dibuka.

Pramugari berkata, “Apakah bapak membaca buku petunjuknya? Pintu darurat itu tidak didorong, tetapi ditarik ke dalam baru dibuang keluar.”

Muka Walkidi merah padam menahan malu.

Yesus berkata, “Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat; ia akan masuk dan keluar, dan menemukan padang rumput.”

Gembala masuk melalui pintu. Ia tahu cara membuka pintu dan menemui dombanya. Orang asing tidak tahu bagaimana cara membuka pintu. Ia hanya bisa merusak, mendobrak atau memanjat tembok.

Domba-domba tidak mengenal suaranya, bahkan mereka lari daripadanya.

Yesus adalah pintu menuju domba-domba. Kalau kita mau menjadi gembala, mari kita masuk melalui Dia. Mari kita mengikuti cara-Nya sehingga domba-domba aman di kandang-Nya.

Walkidi tidak tahu cara membuka pintu, tetapi dia tidak mau membaca buku petunjuknya.

Kalau Yesus adalah pintu, kita harus membaca buku petunjuknya yakni Injil agar kita bisa mengerti seluk beluk pintu itu, dan akhirnya kita bisa menjalankan dan mengikuti petunjuknya.

Maukah kita mengikuti petunjuk-Nya?

Jalan-jalan ke Tawangmangu.
Naik ke bukit lihat Candi Cetha.
Yesus Kristus adalah pintu,
Yang mengantar kita sampai ke surga.

Cawas, malam penuh bintang…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 25.04.21 / Minggu Paskah IV / Yohanes 10: 11-18

 

“Gembala Yang Baik”

SEORANG anak muda ditugaskan menjaga domba-domba milik tuannya. Tuan itu menasehati, jika kamu melihat serigala-serigala datang, mintalah bantuan ke kampung dan berteriak-teriak; “serigala-serigala datang!!! Pasti orang-orang sekampung akan keluar membantu.

Anak muda itu mulai bosan menjaga domba-domba. Ia punya pikiran sembrono untuk mengelabui orang-orang sekampung. “Pasti akan terjadi sesuatu yang lucu” pikirnya.

Ia berpura-pura minta bantuan karena ada serigala. Ia berlari ke kampung dan berteriak; “Serigala datang! Serigala datang!”

Maka keluarlah orang-orang kampung. Anak muda itu tertawa terpingkal-pingkal melihat orang-orang terkelabui. Hal itu dia lakukan sampai dua kali. Orang-orang kampung keluar dan tidak menemukan serigala.

Untuk yang ketiga kalinya, anak muda itu berteriak-teriak lagi. Tetapi orang-orang kampung mulai jengkel karena ditipu. Mereka kemudian tidak memperdulikannya.

Suatu hari serigala-serigala lapar dan buas sungguh datang. Anak muda itu panik lari ketakutan. Ia berlari ke kampung minta bantuan. Namun orang-orang sudah tidak percaya lagi.

Serigala-serigala menerkam domba-domba, membuat kacau balau, lari tunggang langgang menyelamatkan diri. Banyak domba menjadi korban keganasan serigala.

Yesus memberi metafora tentang gembala. “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya, sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan, dan tidak memperhatikan domba-domba itu.”

Yesus adalah gembala yang bertanggungjawab atas keselamatan domba-domba-Nya. Ia menyerahkan diri dan mengorbankan nyawa bagi kawanan-Nya.

Ia menjamin keamanan dan membawa ke rumput yang hijau. Ia berada di depan menghadapi segala ancaman. Ia selalu berada di tengah-tengah kawanan.

Jika kita berada di kawanan domba, kita pantas bersyukur karena memiliki gembala yang baik yakni Yesus sendiri.

Jika kita ditugaskan menjadi gembala, kita harus menjaga kawanan dan memberi rasa aman bagi mereka. Gembala yang baik berani berkorban bagi domba-dombanya.

Gembala yang baik mengarahkan mereka menuju padang rumput subur. Menjamin tersedianya makanan, mengobati yang sakit, mencari yang tersesat, membopong yang pincang, solider di tengah dinginnya padang, mencarikan solusi bagi mereka yang kebingungan.

Mari kita meneladan Kristus Sang Gembala Sejati.

Waspada corona di India makin menggila.
Banyak korban tergeletak di jalan raya.
Gembala baik rela berkorban jiwa raga.
Demi keselamatan domba-domba merana.

Cawas, harapan datang….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 24.04.21 / Sabtu Pekan Paskah III / Yohanes 6: 60-69

 

“Guru Killer”

SEBUTAN itu sering terdengar ketika kita masih sekolah. Guru yang sering memberi sangsi atau hukuman pada murid yang melakukan kesalahan, indisipliner dan nakal di kelas.

Saya pernah terlambat tidak ikut upacara bendera. Langsung dihukum disuruh berdiri dengan kaki kiri diangkat selama jam pelajaran.

Setiap Senin ada pemeriksaan kuku. Kalau ada kuku yang panjang dan hitam, langsung kena pukul penggaris kayu.

Ada guru yang suka memelintir jambang di dekat telinga. Sakitnya luar biasa. Kalau hanya kuping dijewer itu mah biasa.

Ada banyak perlakuan keras yang dibuat oleh para guru waktu itu. Tetapi kami tidak dendam atau marah, karena itu bagian dari mendidik.

Guru bertindak demikian karena mengasihi bukan karena benci. Saya merasa bersyukur karena pernah dihukum. Dengan begitu saya belajar disiplin, tertib, tahu aturan, bisa menghargai waktu.

Bahkan banyak murid merasa beruntung karena dididik dengan keras. Kalau tidak, mereka tidak bisa jadi apa-apa sekarang.

Setelah pengajaran tentang roti hidup, banyak murid berkata, “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?”

Mulai dari waktu itu banyak murid Yesus mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Dia.

Tuntutan Yesus kepada murid-Nya memang keras. Yesus menuntut totalitas, tidak hanya setengah-setengah.

Makan daging dan minum darah-Nya itu sesuatu yang tidak masuk akal. Roti hidup yang turun dari surga itu juga sulit dipahami. Orang hanya dituntut percaya atau tidak.

Sesudah banyak orang mundur, keduabelas murid-Nya ditantang, “Apakah kamu tidak mau pergi juga?”

Simon mewakili yang lain berkata, “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal. Kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.”

Untung Petrus tidak mundur seperti yang lain. Kendati harus hadapi penderitaan, ia percaya Yesus adalah jalan keselamatan kekal.

Pertanyaan Yesus itu juga ditujukan kepada anda, “Apakah kamu tidak mau pergi juga?”

Apa jawaban anda sekarang?

Pisang goreng dan ubi rebus,
Enaknya dimakan berdua.
Tidak mudah mengikuti Yesus,
Apakah anda berani mencoba?

Cawas, maju terus….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr