Puncta 23.04.21 / Jum’at Pekan Paskah III / Yohanes 6: 52-59

 

“Setetes Darah Akan Menyelamatkan Nyawa”

PAROKI Cawas setahun mengadakan aksi donor darah sebanyak tiga kali. Itu dilakukan pada hari-hari raya dan hari ulang tahun paroki. Paskah kemarin bekerjasama dengan PMI Kabupaten Klaten dilakukan aksi donor darah. Ada 31 orang yang bisa menyumbangkan darahnya.

Darah adalah kehidupan. Kehilangan banyak darah bisa mengakibatkan kematian. Contohnya, 9% kematian ibu yang baru melahirkan terjadi karena kurangnya persediaan darah.

Dunia kesehatan di Indonesia setahun membutuhkan 5,2 juta kantong darah. PMI baru bisa menyediakan 92% dari kebutuhan. Maka masih dibutuhkan pendonor yang banyak.

Dengan berdonor, kami ingin menyumbangkan darah demi kehidupan. Setetes darah akan menyelamatkan nyawa orang, demikian slogan PMI.

Yesus berbicara tentang makan daging dan minum darah-Nya. “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal, dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.”

Daging dan darah menunjuk pada kehidupan. Orang yang rela menumpahkan darah berarti mengorbankan hidupnya. Para pahlawan misalnya, rela mati menumpahkan darahnya bagi nusa bangsa.

Kalau Yesus memberikan daging-Nya untuk dimakan dan darah-Nya untuk diminum, artinya Ia mengorbankan diri-Nya untuk memberi kehidupan bagi manusia.

“Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.”

Kalau kita mendonorkan darah, berarti darah kita itu masuk menyatu di dalam tubuh si penerima. Begitu juga kalau darah Yesus itu masuk dalam tubuh kita, Ia menyatu dengan kita.

Hidup Yesus menjadi hidup kita. Kalau Yesus bangkit mulia, maka kita pun juga akan ikut bangkit jaya.

Saya merasa bersyukur menjadi orang katolik, hidup kekal sudah dijamin oleh Yesus, asal kita mau menyatukan hidup dengan-Nya. Tubuh dan darah-Nya diberikan untuk kita dalam ekaristi.

Ayo kita rajin berekaristi, di sana Yesus memberikan tubuh dan darah-Nya.

Bunga mawar bunga kamboja.
Di tanam di taman gereja.
Ekaristi sumber hidup kita.
Mari kita datang mencecapnya.

Cawas, semangat menggebu….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 22.04.21 / Kamis Pekan Paskah III / Yohanes 6: 44-51

 

“Ditarik Oleh Bapa”

ADIK saya, Romo Joko Susanto, Pr, dulu kuliah di IPI Malang. Kalau liburan semester pulang ke Klaten naik kereta api. Karena uang sakunya tipis, ia minta ijin ke masinis untuk ikut duduk di loko. Untung Pak Masinisnya baik hati.

“Duduk di lantai gak papa ya mas, biar pak kondektur tidak tahu.” Ia duduk sambil terkantuk-kantuk di lokomotif dan tidak dikontrol oleh kondektur.

“Matur nuwun Pak, sudah boleh numpang gratis.” Ia sampai di Klaten dengan aman karena kebaikan hati Pak Masinis.

Waktu pulang dari Sumatera, dia naik bus malam. Ia senang ngobrol dengan sopir dan kondektur.

Pada waktu istirahat makan, dia diajak makan bersama di ruang crew yang khusus untuk sopir dan kondektur. Dapat makan enak, gratis lagi.

Dari Klaten, masih menempuh perjalanan jauh ke rumah Banyuaeng. Dia cari tumpangan, bonceng orang atau numpang gerobak atau truk yang mencari pasir di Kali Woro.

Selalu ada orang baik hati yang memberi tumpangan.

Yesus berkata kepada orang banyak, “Tidak seorang pun dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku.”

Yesus itu ibarat seorang masinis. Ia menarik banyak gerbong dari dunia menuju ke surga. Seperti adik saya itu, ikut masinis yang membawa kereta dari Malang menuju ke Klaten.

Ia boleh menumpang secara gratis. Kita ini juga ikut Yesus secara gratis. Kita tidak harus membayar apa-apa. Dia menjamin keselamatan kita.

Yesus berkata, “Sesungguhnya barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup kekal.”

Percaya pada Yesus yang diutus Bapa itulah jaminan keselamatan kita. dan lagi Yesus menegaskan, “Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.”

Nah, kalau kita mau selamat, marilah kita percaya dan mengikuti Yesus. Dialah yang memberi tumpangan gratis kepada kita.

Dialah yang akan membawa kita sampai pada keselamatan kekal. Dia akan mengantar kita sampai ke rumah Bapa. Aman dan gratis pula.

Naik kereta api tut tut tut.
Dari Bandung menuju ke Surabaya.
Bersama Yesus mari kita ikut.
Pulang ke rumah Bapa dengan ceria.

Cawas, semangat dan gembira….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 21.04.21 / Rabu Pekan Paskah III / Yohanes 6: 35-40

 

“Jangan Ada Yang Hilang”

TAK pernah bosan saya menonton film Not One Less yang sangat menyentuh ini. kisah kepahlawanan seorang gadis kecil yang harus menjadi pendidik di pedalaman.

Heroisme kisah ini sungguh riil. Tidak seperti film-film hero ala Hollywood. Kontek film ini sangat dekat dengan kehidupan kita.

Bapak Menteri Nadiem Makarim bisa berkunjung di daerah pedalaman Kalimantan, Papua atau Sumatera. Begitulah kondisi dunia pendidikan kita yang senyatanya di sana.

Film ini bisa mengaduk-aduk perasaan kita.

Pak guru Gao harus pergi sementara karena ibunya sakit parah. Kepala desa mencari guru pengganti.

Satu-satunya yang ada hanya gadis remaja yang tak lulus SMP, Wei Minchi. Ia dibujuk menggantikan Pak Gao dengan iming-iming honor 50 Yuan.

Tanpa dasar ketrampilan dan pengetahuan yang memadai, ia terpaksa menjadi guru. Ia hanya ingat pesan Pak Gao, “Tak boleh satu anak pun pergi dari sekolah.” Not One Less.

Ketika ada pencari bakat atlet datang dari kota dan meminta anak yang pandai lari, Wei tidak mengijinkan. Kendati ia gagal karena kepala desa menyuap seorang murid menunjukkan anak yang disembunyikan Guru Wei.

Satu anak lagi pergi dari sekolah, Zang Huike. Ia minggat karena ingin bekerja di kota. Ia harus mencari uang untuk biaya ibunya yang sakit.

Perjuangan Guru Wei untuk mencari dan menemukan Zang sungguh mengharukan. Usahanya yang gigih tak kenal lelah harus dicontoh para guru. Tak boleh satu murid pun pergi dari sekolah.

Momen yang mengharukan saat Zang Huike yang sedang mengais-ais sisa makanan di warung, melihat wajah guru kecil di layar kaca televisi. Dengan meneteskan airmata, Wei Minchi berkata, “Zang Huike, pulanglah, aku dan teman-teman merindukanmu.”

Momen ini bisa membuat saya menangis. Bukan karena cengeng, tetapi saya sadar berada di pihak Zang Huike.

Allah selalu rindu untuk bertemu saya. Tetapi saya sering minggat menjauh dari kasih-Nya. Hidup terlunta-lunta, susah penuh derita. Allah tak ingin anak-Nya hilang.

Dalam Injil Yesus berkata, “Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.”

Yesus diutus untuk menyelamatkan semua manusia. Mereka yang percaya kepada-Nya tidak akan dibuang. Tak satu pun akan hilang, tetapi akan diselamatkan.

Seperti seekor domba yang tersesat Dia cari, demikianlah Allah tak menghendaki manusia hilang, tersesat atau tidak selamat. Ia selalu membuka tangan dan berkata, “Aku selalu merindukanmu.”

Masihkan kita tegar hidup dalam kesesatan?

Menulis surat cinta di atas kertas.
Dikirim dengan perangko kilat.
Kasih Tuhan lestari tiada batas.
Ia mencari yang hilang tersesat.

Cawas, syukur atas kasih…..
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 20.04.21 / Selasa Pekan Paskah III / Yohanes 6:30-35

 

“You Are What You Eat”

SAYA pernah melihat iklan makanan di sebuah baliho pinggir jalan, gambar mulut orang dijejali hamburger super jumbo. Kita memang butuh makan, tetapi tidak sekedar makan.

Bukan soal kuantitas makanan, tetapi yang penting kualitasnya. Ini yang sering kurang diperhatikan. Apa yang kita makan menunjukkan siapa diri kita.

Kadang di beberapa pastoran terlihat banyak sekali makanan. Di meja makan penuh aneka masakan caos dhahar umat. di almari juga tersimpan berderet-deret dan bertumpuk-tumpuk makanan seperti super market saja. Malah kadang sampai kadaluwarsa.

Sekali lagi bukan soal kuantitas makanan, tetapi kualitas yang akan mempengaruhi hidup kita ke depan.

Umat sering bertanya kepada romonya, “Eca mboten romo caosan dhaharipun?” (Enak gak romo makanannya?).

Yang pertama ditanyakan selalu soal enak atau tidak enak, bukan sehat atau tidak sehatnya.

Waktu bertugas bersama Rm. Sugito di suatu paroki, beliau sering berkomentar di meja makan, “Caosanne enak ning ora kepenak.” (Makanannya nikmat lezat tetapi berbahaya untuk hidup sehat).

Beliau tidak milih daging-daging, cukup dengan tempe, tahu dan daun-daun direbus saja. Bukan soal enaknya, tetapi demi menjaga kualitas hidup, kesehatan.

Sekejap enak di mulut, tidak enak di pinggul. Enak hanya sesaat, jadi penyakit sampai sekarat.

Orang-orang Yahudi yang sudah kenyang oleh roti bertanya tentang tanda. Yesus berkata, ”Bekerjalah, bukan untuk makanan yang dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal.”

Apakah makanan itu? Yesus menjelaskan, “Akulah roti hidup. Barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.”

Makanan dunia ini memang lezat, tetapi akan binasa, menuju kematian. Tetapi roti hidup, yaitu Kristus, tubuh dan darah-Nya akan membawa kepada hidup yang kekal.

Mulai sekarang, belum terlambat, pilihlah makanan yang menyehatkan. Makanlah roti hidup yang menjamin hidup kekal, yaitu Kristus sendiri.

Datanglah kepada ekaristi. Di sana Tuhan memberikan diri-Nya menjadi makanan, dan darah-Nya menjadi minuman.

Urip iku kudu urup.
Kebaikan itu menjadi bekal.
Dalam ekaristi kita peroleh roti hidup.
Yang menuntun kita ke hidup yang kekal.

Cawas, salam sehat selalu….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 19.04.21 / Senin Pekan Paskah III / Yohanes 6:22-29

 

“Motivasi Mengikuti Dia”

“Le, iki turahan dhahare romo ditelaske, besuk yen gedhe ben dadi romo.” (Nak, ini makanan sisanya Romo, kamu habiskan biar besuk bisa jadi Romo), kata ibu sambil menyodorkan piring kepada saya.

Tiga bulan sekali ibu saya mendapat jatah untuk “caos dhahar romo” di kapel Somokaton. Itu adalah saat yang menyenangkan karena pasti kita akan makan enak. Ibu saya pasti masak yang enak-enak untuk romo. Bapak akan menyembelih ayam.

Biasanya makan telur hanya kalau ada tetangga kenduri. Itu pun bukan telur utuh. Tetapi setengah telur masih harus dibagi bertiga dengan adik-adik saya.

Dan lagi sebagai anak sulung saya tidak boleh ambil duluan. Harus yang terakhir, biar adik-adik dulu yang memilih.

Momen caos dhahar romo itulah saat makan enak. Pikir saya waktu itu, ”Senang juga ya jadi romo, makannya enak-enak.” Lalu terbersit keinginan jadi romo. Motivasi awal yang sangat infantilis, kekanak-kanakan!!!

Dalam Injil dikisahkan, setelah mukjijat penggandaan roti, banyak orang mencari Yesus. Mereka ingin mengikuti-Nya karena sudah makan kenyang.

“Sesungguhnya kamu mencari Aku bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.”

Pesan Yesus yang penting adalah, “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu.”

Saya pernah ditanya oleh seorang umat, “Berapa gajinya romo?” Saya hanya menjawab, “Saya tidak punya gaji, tetapi saya dipelihara Tuhan.”

Dalam perjalanan waktu, mengikuti Yesus bukan soal enak-enak, tetapi berjuang untuk terus setia, karena Dia selalu setia.

Saya kadang mengalami kesulitan, jatuh bangun, gagal, tidak setia. Tetapi syukur dan untunglah, Dia tetap setia mengasihi.

Mensyukuri kesetiaan Tuhan yang selalu mengampuni dan membimbing itulah yang kini menjadi motivasi hidup saya. Lalu, apa motivasimu mengikuti Yesus?

Bunga mawar bunga melati.
Yang wangi bunga kenanga.
Syukurilah selalu hidup ini.
Karena Tuhan Yesus selalu setia.

Cawas, hati yang gembira….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr