Puncta 31.12.20 / Yohanes 1:1-18 / Si Buta dari Gua Hantu

 

BADRA Mandrawata adalah nama asli Si Buta dari Gua Hantu. Ia adalah tokoh pahlawan imajiner. Ia adalah pendekar yang perkasa, teguh pendirian dan berperawakan tegap gagah. Pemuda tampan, bibir tipis dan berambut ikal sepunggung. Pakaiannya terbuat dari sisik ular tanpa kancing sehingga dadanya yang bidang terlihat mendebarkan bagi para gadis muda yang mendekatinya.

Seorang jantan layaknya koboi dalam film Barat. Walau dengan mata buta namun pendengarannya sangat sensitif tajam. Seorang petualang jalanan yang membela kaum lemah tertindas. Ia ditemani oleh monyet kecil dan tongkat sakti sekaligus penunjuk jalannya.

Badra tidak mengandalkan indera mata sebagai alat penglihatannya, tetapi hati yang peka. Kepekaan itu terasah di dalam inderanya yang lain. Telinganya sangat sensitif. Di tengah perkelahian masal, sabetan tongkatnya mampu membedakan mana lawan mana kawan. Ia mampu mendengar gemerisik sampai kelebat pedang terjauh.

“Aku mampu mendengar detak jantung yang masih sangat lemah di dalam rahim Nona Kenanga,” katanya dalam sebuah petualangan. Suara degup janin pun ia dapat menangkap. Apalagi degub berdebar hati seorang yang penuh kasih atau terbakar amarah dan dengki. Degup seorang yang tulus atau pengkianat yang jahat.

Hati yang jernih dan peka itulah cahaya bagi mata batin seseorang. Kendati buta, tetapi dengan hati yang jernih, ia dapat melihat cahaya sebagai penuntun langkah hidupnya.

“Dalam Dia ada hidup, dan hidup itu adalah terang bagi manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan, tetapi kegelapan tidak menguasainya……Terang itu telah ada di dalam dunia, dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya.”

Yesus adalah Sang Terang yang menuntun hati manusia kepada kebenaran. Yesus menuntun manusia dari kegelapan.

Kita ini seperti si buta yang tinggal dalam kegelapan. Kita membutuhkan, bukan mata yang dapat melihat, tetapi hati yang peka menimbang situasi. Kegelapan membuat kita tidak dapat mengenal kebenaran. Maka hati yang peka diterangi cahaya itulah yang akan menuntun kepada kebenaran hidup sejati. Tak ada guna mata bisa melihat tetapi hati buta.

Cahaya itu tidak lain adalah firman yang telah menjadi manusia, yakni Yesus sendiri. Yesuslah yang kita butuhkan untuk menuntun kita yang buta hidup dalam kegelapan.

Mari kita menyongsong tahun 2021 dengan memohon Sang Terang agar menuntun langkah hidup kita.

Berjuang dengan keringat dan peluh.
Rambut terurai sampai ke bahu.
Selamat tinggal duaribu duapuluh.
Selamat datang duaribu duapuluh satu.

Cawas, penuh harapan…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 30.12.20 / Lukas 2:36-40 / Eyang Sastro

 

SETIAP Sabtu pagi, Bu Sastro dan beberapa ibu yang sudah lanjut usia dan lama menjanda berkumpul di samping sakristi gereja Pugeran. Usianya rata-rata sudah 70 tahun ke atas. Dengan berkain kebaya berjalan pelan-pelan ke gereja. Bu Sastro harus menyeberang jalan depan gereja yang ramai lalu lintas. Sambil membawa makanan ringan dari rumah masing-masing, mereka membersihkan alat-alat misa dan mengatur bunga-bunga di altar.

Piala, sibori, candelar dan benda-benda kuningan lainnya dikeluarkan dari sakristi. Mereka bersihkan sampai mengkilat seperti baru lagi. Mereka bekerja dengan sukacita.

Suatu hari saya datang menemani dan bertanya, “Eyang Sastro sampun sepuh kok taksih kersa mbiyantu resik-resik ing sakristi ta?” (Pertanyaan sindiran untuk ibu-ibu muda yang perkasa tetapi sibuk sosialita, sampai lupa “ngambah” gereja).

“Inggih ila-ila namung pengin pados margi dhateng Kraton Dalem Gusti kok Romo.” (Hanya bantu-bantu tak seberapa untuk mencari jalan ke Kerajaan surga Romo). Jawaban penuh kerendahan hati tetapi dalam sekali maknanya.

Membersihkan alat-alat misa itu dihargai sebagai jalan menuju surga. Pekerjaan sederhana tetapi dimaknai sangat mendalam.

Sekecil apapun pekerjaan, jika dimaknai seperti itu, saya percaya pintu surga akan terbuka. Apa pun pekerjaan kita yang baik bisa menjadi jalan menuju ke surga.

Hari ini seorang nabi perempuan yang bernama Hana menyambut kanak-kanak Yesus di bait Allah. Hana sudah lama menjanda dan sangat lanjut umurnya, berumur delapanpuluh empat tahun. Ia tidak pernah meninggalkan bait Allah. Mungkin seperti para eyang-eyang di Pugeran itu. Hana siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa.

Seperti Hana, kita semua menantikan kelepasan menuju Yerusalem surgawi. Dia menemukan Yesus adalah Sang Pembebas itu sendiri. Dia mengucap syukur dan mewartakan kepada semua orang. Ketika kita sudah yakin kepada Yesus, Sang Mesias, kita diajak bersaksi tentang Dia kepada semua orang.

Mari kita mencari jalan menuju surga dengan menekuni pekerjaan kita – apapun profesi kita – dan mau menyambut Kristus penyelamat kita.

Anggrek ungu adalah bunga yang paling indah.
Dipetik dengan hati-hati di tengah hutan.
Tidak ada pekerjaan yang hina atau rendah.
Kalau kita mempersembahkannya kepada Tuhan.

Cawas, segera tiba puncta seri dua…..
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 29.12.20 / Lukas 2:22-35 / Tak Lela Lela Lela Ledung

 

Tak lela, lela, lela ledung (Mari kutimang-timang engkau anakku)
Cup meneng aja pijer nangis (cup cup jangan terus menangis)
Anakku sing ayu (bagus) rupane ( engkau anakku yang paling cantik/ganteng)
Yen nangis ndak ilang ayune (Kalau nangis akan hilang cantik/gantengnya)

Tak gadhang bisa urip mulya (kudambakan agar engkau hidup mulia)
Dadiya wanita (pria) utama (semoga jadi wanita/pria utama)
Ngluhurke asmane wong tuwa (mengharumkan nama baik orangtua)
Dadiya pendhekaring bangsa (Jadilah pendekar bangsa)

LAGU Waljinah itu mengalun merdu menentramkan hati. Rasanya seperti seorang anak di dekapan seorang ibu. Aman, tentram, tenang dan damai. Lagu itu sering terdengar di saat ibu sedang menidurkan anaknya atau ketika anak sedang sedih gundah gulana, ibu akan menghibur dan menina-bobokan si anak dengan lagu penuh nasehat itu. Trenyuh hati ini mengingat masa-masa kecil di gendongan ibu.

Ketika kita belum menjadi siapa-siapa, ibu sudah punya “gegadhangan” cita-cita dan dambaan hati, agar anaknya hidup mulia. “Tak gadhang bisa urip mulya” menjadi wanita atau pria utama, yang dapat mengharumkan nama orangtua yang telah mendidik dan memeliharanya. “Dadiya pendhekaring bangsa” Semoga anaknya dapat berguna bagi nusa dan bangsa.

Simeon, seorang yang benar dan saleh hidupnya menyambut kedatangan Yesus Mesias, yakni Dia yang terurapi Tuhan dengan sukacita. Ia menatang-Nya sambil memuji Allah. “Mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel.”

Kidung Simeon itu adalah doa dan dambaan hati orangtua yang mengharapkan keselamatan bagi bangsa Israel dan seluruh umat manusia. Ia mengharapkan Sang Mesias itu menjadi jalan keselamatan seluruh bangsa dan terang bagi bangsa lain dan kemuliaan bagi Israel. Kidung Simeon itu mirip seperti kidungnya Waljinah.

Kita bisa mengenang bagaimana orangtua punya dambaan bagi kita, anaknya. Apa harapan dan cita-cita orangtua terhadap kita? Sudahkah kita mewujudkan harapan dan cita-cita itu?
Mendengar lagu itu rasanya seperti baru kemarin sore kita ditimang-timang oleh ibu dan kini kita tersadar belum memenuhi dambaan orangtua kita. Tidak ada kata terlambat untuk memenuhi harapan dan dambaan orangtua.

Anggrek bulan indah bermekaran.
Jadi hiasan di kamar pengantin.
Tiap orangtua selalu punya dambaan.
Anaknya bahagia lahir dan batin.

Cawas, tidur di kursi depan…..
Rm. Alexandre Joko Purwanto,Pr

Puncta 28.12.20 / Pesta Kanak-Kanak Suci, Martir / Matius 2:13-18

 

“Herodes Masa Kini Bernama Herodes Aborsi”

MENURUT data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus aborsi di negara kita tergolong cukup tinggi. Mereka mencatat ada dua juta kasus per tahun. Yang sangat mencengangkan adalah 30% dari kasus itu dilakukan oleh remaja. Aborsi ilegal dianggap sebagai jalan keluar dari kehamilan tak dikehendaki. Sesungguhnya ini adalah hal yang berbahaya. Di balik itu ada semacam warning kepada kita semua bahwa ada perilaku hidup yang tidak baik.

Di Jakarta ada sebuah klinik digerebeg polisi karena diduga menjadi tempat praktek aborsi. Klinik itu telah mengaborsi 903 bayi yang dimusnahkan dengan bahan kimia. Guttmacher Institute merilis sebuah penelitian di enam kota besar Indonesia. Dari hasil riset mereka melaporkan bahwa dari 1000 wanita produktif, 13 orang melakukan aborsi. Sangat memprihatinkan.

Seringkali semua pihak menyalahkan remaja. Tetapi yang harus refleksi dan evaluasi adalah keluarga. Keluarga adalah tempat pendidikan utama dan pertama. Orangtua adalah guru dan pendidik utama bagi anak-anaknya. Jika orangtua tidak menjalankan fungsi ini, jangan berharap banyak kepada remaja.

Herodes diperdaya oleh para Majus. Mereka tidak kembali ke Yerusalem, melainkan pulang lewat jalan lain. Hal ini membuat Herodes marah. Ia memerintahkan membunuh semua anak di Betlehem yang berumur dua tahun ke bawah. Herodes takut karena diberitakan telah lahir Raja Israel yang baru. Kekuasaan membuatnya kalap dan bertindak kejam.

Kalau zaman dulu ada Herodes Arkhelaus, Herodes Filipus, Herodes Agung, Herodes Antipas, sekarang ada Herodes Aborsi. Herodes Agunglah yang membunuh anak-anak tak berdosa di Betlehem. Zaman sekarang juga ada herodes-herodes yang membunuh bayi-bayi tak berdosa yang namanya Herodes Aborsi.

Mengapa terjadi demikian? Karena dunia kita ini sedang sakit. Dunia sedang terluka. Dunia tanpa kasih sayang. Ketika Sang Pembawa Damai datang justru dimusuhi dan dimusnahkan. Orang-orang yang membawa kasih sayang malah disingkirkan.

Apakah anda akan ikut Yesus yang membawa damai dan cintakasih atau ikut Herodes Aborsi yang membunuh dan menyingkirkan kaum lemah tak berdosa?

Pergi ke pasar beli rambutan
Malah tergoda oleh bau durian
Mari kita berjuang demi kehidupan
Bukan menebarkan jerit kematian

Cawas, menanti anggrek mekar…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 27.12.20 / Pesta Keluarga Kudus / Lukas 2:22-40

 

“Kebahagiaan Simbah”

HARAPAN terbesar dari para orangtua, “simbah” atau kakek dan nenek adalah melihat anak cucunya hidup baik dan bahagia. Orangtua selalu memohon dan berdoa kepada Tuhan, agar anak cucunya hidupnya diberkati, tekun dan setia kepada Tuhan, hidup di jalan yang benar dan dapat menjadi contoh atau teladan berbuat baik.

Dalam misa keluarga, bapak yang sudah usia 85 tahun berdoa bagi anak dan cucu-cucunya. Beliau mendoakan supaya anak-anaknya setia dan tekun pada tugasnya masing-masing. Anak cucu diminta terus berbakti pada Tuhan agar hidupnya bisa berguna bagi banyak orang.

Saya kira tidak ada kebahagiaan yang sempurna dari para orangtua jika melihat anak cucunya hidup baik dan rukun, damai dan sejahtera. Kebahagiaan orangtua yang sudah banyak makan garam, rambut memutih dan wajah mulai keriput itu tidak lain adalah kebahagiaan dan keselamatan anak dan cucu-cucunya.

Hari ini kita merayakan Pesta Keluarga Kudus Nasaret. Yesus, Maria dan Yusuf adalah teladan setiap keluarga. Maria dan Yusuf mempersembahkan Yesus di kenisah. Keluarga ini percaya bahwa semuanya berasal dari Allah. Mereka dipersatukan karena kehendak Allah. Maka mereka bersatu melaksanakan apa yang diperintahkan Allah; mempersembahkan Yesus kepada Bapa di Bait suci.

Pesan yang dapat kita petik adalah bahwa keluarga menjadi tempat pengudusan setiap pribadi di dalamnya. Relasi keluarga dibangun dalam doa dan ketaatan pada Allah. Keluarga menyatu dengan Allah seperti anggur bersatu dengan pokoknya.

Simeon dan Hana bernubuat tentang Yesus si kecil. Mereka adalah gambaran orangtua yang sudah “menep dan sumeleh” artinya damai dan tentram, pasrah kepada Allah. Mereka sungguh menemukan kebahagiaan hidup melihat Sang Terurapi yakni Yesus Almasih.

Kebahagiaan orangtua menjadi penuh jika melihat anak-cucunya hidup dalam Tuhan. Begitulah Simeon dan Hana bersukacita menyambut si kecil Yesus.

Simeon berkata dalam kebahagiaanya, “Sekarang Tuhan, biarlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu.”

Mari membahagiakan orangtua dengan berlaku kudus dan jujur di hadapan Tuhan. Dengan demikian kita membuat mereka berumur panjang dalam kedamaian.

Di ladang tumbuh beraneka macam bunga.
Di antaranya ada semak dan rerumputan.
Orangtua akan hidup panjang dan bahagia.
Melihat anak-cucunya bertakwa pada Tuhan.

Cawas, terbawa rasa bahagia…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr