BADRA Mandrawata adalah nama asli Si Buta dari Gua Hantu. Ia adalah tokoh pahlawan imajiner. Ia adalah pendekar yang perkasa, teguh pendirian dan berperawakan tegap gagah. Pemuda tampan, bibir tipis dan berambut ikal sepunggung. Pakaiannya terbuat dari sisik ular tanpa kancing sehingga dadanya yang bidang terlihat mendebarkan bagi para gadis muda yang mendekatinya.

Seorang jantan layaknya koboi dalam film Barat. Walau dengan mata buta namun pendengarannya sangat sensitif tajam. Seorang petualang jalanan yang membela kaum lemah tertindas. Ia ditemani oleh monyet kecil dan tongkat sakti sekaligus penunjuk jalannya.

Badra tidak mengandalkan indera mata sebagai alat penglihatannya, tetapi hati yang peka. Kepekaan itu terasah di dalam inderanya yang lain. Telinganya sangat sensitif. Di tengah perkelahian masal, sabetan tongkatnya mampu membedakan mana lawan mana kawan. Ia mampu mendengar gemerisik sampai kelebat pedang terjauh.

“Aku mampu mendengar detak jantung yang masih sangat lemah di dalam rahim Nona Kenanga,” katanya dalam sebuah petualangan. Suara degup janin pun ia dapat menangkap. Apalagi degub berdebar hati seorang yang penuh kasih atau terbakar amarah dan dengki. Degup seorang yang tulus atau pengkianat yang jahat.

Hati yang jernih dan peka itulah cahaya bagi mata batin seseorang. Kendati buta, tetapi dengan hati yang jernih, ia dapat melihat cahaya sebagai penuntun langkah hidupnya.

“Dalam Dia ada hidup, dan hidup itu adalah terang bagi manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan, tetapi kegelapan tidak menguasainya……Terang itu telah ada di dalam dunia, dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya.”

Yesus adalah Sang Terang yang menuntun hati manusia kepada kebenaran. Yesus menuntun manusia dari kegelapan.

Kita ini seperti si buta yang tinggal dalam kegelapan. Kita membutuhkan, bukan mata yang dapat melihat, tetapi hati yang peka menimbang situasi. Kegelapan membuat kita tidak dapat mengenal kebenaran. Maka hati yang peka diterangi cahaya itulah yang akan menuntun kepada kebenaran hidup sejati. Tak ada guna mata bisa melihat tetapi hati buta.

Cahaya itu tidak lain adalah firman yang telah menjadi manusia, yakni Yesus sendiri. Yesuslah yang kita butuhkan untuk menuntun kita yang buta hidup dalam kegelapan.

Mari kita menyongsong tahun 2021 dengan memohon Sang Terang agar menuntun langkah hidup kita.

Berjuang dengan keringat dan peluh.
Rambut terurai sampai ke bahu.
Selamat tinggal duaribu duapuluh.
Selamat datang duaribu duapuluh satu.

Cawas, penuh harapan…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr