KETIKA Hanoman menjadi duta ke Alengka, dia ditangkap oleh Indrajid, anak Dasamuka. Hanoman diikat dan dijemur di alun-alun sepanjang hari.
Togog seorang abdi raja yang baik dan sederhana memberi “kendi atau tempayan” berisi air untuk menghilangkan dahaga Hanoman. Hanoman sangat berterimakasih kepada Togog dan berpesan supaya pintu rumahnya dipasang janur kuning.
Dasamuka memerintahkan para prajurit untuk membakar Hanoman hidup-hidup di tengah alun-alun. Perapian yang besar disiapkan dan api menjilat seluruh tubuh Hanoman.
Mereka mengira Hanoman sudah mati. Tetapi dia justru hidup dan meloncat kesana kemari dengan api ditangan membakar seluruh istana. Ia melihat satu pondok yang diberi janur kuning.
Itulah pondok Togog Tejamantri abdi yang baik hati. Hanya pondok Togog itu saja yang luput dari amukan api Hanoman.
Dalam Injil dikisahkan dua tokoh kontras, ahli-ahli Taurat dan janda miskin. Ahli-ahli Taurat itu berperilaku sombong.
Mereka suka pamer dan menerima penghormatan di pasar, suka duduk di tempat terhormat dalam rumah ibadat dan perjamuan.
Mereka merampas rumah janda-janda dengan mengelabuinya memakai ayat-ayat Kitab Suci. Mereka pandai mengutip ayat-ayat dan berdoa dengan mulut berbuih-buih.
Sedangkan janda miskin itu seperti abdi sederhana Togog Tejamantri. Ia tidak punya apa-apa. Hanya dapat memberi sumbangan kecil uang dua peser.
Togog itu hanya memberi seteguk air untuk menyegarkan Hanoman. Janda miskin itu tidak punya apa-apa dibandingkan orang-orang kaya yang menyumbangkan uangnya ke peti persembahan.
Allah melihat keikhlasan dan ketulusan hati janda miskin itu. Walaupun sedikit tetapi itu adalah nafkah hidupnya untuk sehari. Orang-orang kaya itu memberikan dari kelimpahannya, sedangkan janda itu memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.
Yang dilihat Allah bukan jumlahnya, tetapi kerelaan untuk mempersembahkan seluruh hidupnya kepada Allah.
Kalau berdoa kepada Allah biasanya kita minta yang banyak, besar, berlimpah dan berlebih. Tetapi kalau kita mempersembahkan kepada Tuhan, terlalu sedikit dan dihitung-hitung.
Marilah kita belajar dari janda miskin yang tulus ikhlas mempersembahkan kepada Tuhan. Berkat melimpah pasti Tuhan berikan.
Pohon pisang diukur panjangnya.
Buah pisang dijual mahal harganya.
Bagi Tuhan kita berikan semuanya.
yang penting dengan tindakan nyata.
Cawas, memburu senja….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr