DALAM kasanah kosa kata Jawa, timun sering disebut-sebut dalam kisah maupun peribahasa. Misalnya, kisah “Kancil nyolong (mencuri) timun.” Juga ada peribahasa dengan memakai kata timun.
“Kaya timun mungsuh duren” (identik dengan cicak vs buaya) atau seperti judul di atas.Yang dimaksud dengan “timun wungkuk jaga imbuh” adalah sesuatu yang cacat (wungkuk=bengkok) tetapi bisa dipakai untuk melengkapi atau menggenapi yang kurang sempurna.
Penjual di pasar sudah menyiapkan timun-timun yang cacat (bengkok) untuk menggenapi sebagai tambahan jika timbangan masih kurang sedikit. Peribahasa ini menggambarkan ada satu yang kurang bisa ditambahkan untuk menggenapi atau menyempurnakan.
Dalam Injil hari ini Yesus, “Janganlah kalian menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.”
Yesus melihat bahwa hukum Taurat dan Kitab para nabi itu baik untuk mengantar orang pada keselamatan. Yesus datang untuk mewujudkan keselamatan itu terjadi.
Hukum Taurat bukan hanya tulisan tentang larangan atau aturan yang harus dihapalkan, tetapi diwujudkan. Yesus hadir untuk mewujudkan sehingga hukum itu digenapi menjadi nyata.
Hukum bukan sesuatu yang membelenggu dan menakutkan orang, tetapi pelaksanaan hukum harus disempurnakan atas dasar kasih. Hukum untuk menyelamatkan orang, bukan hukum untuk menindas orang. Taat pada hukum harus disempurnakan dengan kasih yang menyelamatkan. Kasih melebihi ketaatan buta terhadap hukum.
Yesus datang untuk menggenapi, artinya Yesus mewujudkan hukum itu menjadi nyata terjadi. Hukum bukan hanya sebuah tulisan mati melainkan menjadi way of life dalam kehidupan nyata.
Kita juga bisa mewujudnyatakan hukum kasih dalam hidup kita. Misalnya, pada suatu antrian, kita mendahulukan lansia, orang sakit, ibu hamil, orang difabel. Itulah hukum yang digenapi dalam tindakan kongkret.
Ngobrol bercanda sampai larut pagi.
Sambil menikmati butiran kacang bawang.
Hukum bukan untuk menakut-nakuti.
Hukum itu untuk memerdekakan orang.
Cawas, larut sampai pagi….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr