SEORANG pemuda duduk di gereja untuk mengikuti misa. Pada waktu kotak kolekte diedarkan, ia mengambil dompet dari sakunya. Ia memasukkan ke kotak kolekte selembar duaribuan.

Tiba-tiba seorang bapak yang duduk di belakangnya, menepuk pundaknya. Ia memberikan lembaran seratus ribu kepada pemuda itu. Pemuda itu tersenyum dan memasukkan uang seratus ribu itu ke kotak kolekte.

Ia kagum pada bapak yang sangat murah hari itu. Pada waktu salam damai, bapak yang di belakang itu mengucapkan salam damai sambil berbisik, “Nak, uang yang seratus ribu tadi jatuh dari saku celanamu.”

Yesus memberi perumpamaan tentang pekerja kebun anggur yang diupah sedinar sehari. Rombongan pertama mulai bekerja pukul sembilan. Rombongan berikut mulai bekerja pukul duabelas dan tiga sore.

Masih ada rombongan terakhir yang mulai bekerja pukul lima sore. Ketika hari sudah malam, mereka semua menerima upah yang sama yakni satu dinar.

Bersungut-sungutlah mereka yang bekerja lebih awal dan lama. Mereka mengira akan mendapat upah lebih banyak daripada yang datang terakhir.

Tetapi Tuan itu berkata, “Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadapmu. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah. Aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah Aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau karena aku murah hati?”

Tuan itu murah hati. Logika kita, pekerja pertama akan memperoleh lebih banyak daripada pekerja terakhir yang hanya bekerja satu jam saja. Manusia murah hati untuk dirinya, tetapi untuk orang lain tidak.

Seperti pemuda tadi, hitung-hitung dulu untuk kolekte. Murah hati itu memberikan lebih daripada apa yang diwajibkan. Kesepakatannya adalah sedinar sehari. Tuan itu telah melakukan kewajibannya. Ia bermurah hati kepada pekerja lain yang datang terakhir pada jam lima sore.

Allah itu juga murah hati. Iri hati malah membuat kita tidak bersyukur. Iri hati membuat kita membanding-bandingkan dengan orang lain. Lalu menuduh Allah tidak adil memperlakukan kita.

Allah itu maha kuasa. Ia mempunyai kebebasan mutlak. Semestinya kita bersyukur dan berterimakasih karena kita diberi hidup. Mari kita mohon agar dijauhkan dari sikap iri hati.

Bekasi tidak terlalu jauh dari Jakarta.
Bisa ditempuh sekali jalan dengan kereta.
Iri hati munutup kebaikan terhadap sesama.
Bersyukur akan membuat hati lebih bahagia.

Cawas, nyepeda yuk…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr