MIMBAR-mimbar kotbah di lingkungan kita sekarang ini dipenuhi dengan ujaran-ujaran kebencian. Pengkotbah yang satu menyerang pengkotbah yang lain.
Bukan kata-kata menyejukkan yang keluar untuk mencerahkan umat, tetapi justru memprovokasi untuk saling membenci, menjelek-jelekan dan menyerang. Bahkan kata-kata kotor dan saru muncrat dari mulut yang berbuih-buih.
Lebih brutal lagi situasi di dunia maya. Orang saling menghujat dan menebar permusuhan. Orang merasa tidak dibatasi lagi, saling serang dengan ujaran kebencian. Padahal ada UU ITE yang bisa menjerat orang karena menimbulkan ketidak-nyamanan.
Dalam Injil hari ini, Yesus memuji dan menghormati Yohanes Pembaptis. Ia berkata, “Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis.”
Yohanes Pembaptis dan Yesus sama-sama sebagai “guru rohani”. Mereka sama-sama punya murid atau pengikut. Di antara para murid mereka juga ada persaingan. Bagaimana murid-murid Yesus merasa tersaingi ketika ada murid-murid Yohanes melakukan praktek pembaptisan di sungai Yordan.
Namun antara Yohanes Pembaptis dan Yesus tidak saling menyerang atau menjatuhkan. Yohanes malah berkata, “Dia harus menjadi lebih besar, dan aku harus menjadi lebih kecil.” Ini adalah bukti kerendahan hati seorang guru sejati.
Sebaliknya Yesus juga menghormati Yohanes dengan menyejajarkan dengan nabi besar zaman dahulu yakni Elia. Yesus berkata, “Jika kalian mau menerimanya, Yohanes itulah Elia yang akan datang.”
Guru rohani atau pengkotbah yang baik tidak akan menyerang orang lain dengan kasar dan sombong. Kalau dalam pewayangan, sikap seperti itu biasanya ditunjukkan oleh pandita-pandita Tanah Sabrang. Mereka itu adalah penjelmaan Bathara Kala dan Bathari Durga yang jahat.
Mereka menjelma menjadi pandita yang ingin menghancurkan para ksatria yang baik. Kedok mereka akan terbongkar ketika Semar (rakyat kecil) bertindak.
Guru rohani sejati menebarkan kedamaian, ketentraman dan kasih sayang, tidak menyerang atau mengobarkan kebencian. Guru sejati memupuk semangat persaudaraan bukan perpecahan. Guru sejati tidak menjual minyak telon-telon, tetapi minyak narwastu. Guru sejati tidak hanya berjubah putih, tetapi hatinya sungguh putih.
Mari kita menjadi murid yang cerdas agar kita tidak terperosok ke lubang perpecahan dan permusuhan.
Kemarin bisa nyoblos di acara pemilihan.
Walau hanya sebentar tapi terpuaskan.
Jangan terkecoh oleh baju-baju kesucian.
Cermati inti ajaran yang bawa perdamaian.
Cawas, pra coblosan…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr