Lukas 1: 1-4; 4: 14-21
Kitab Suci Sumber Sukacita
SUATU saat saya turne ke stasi untuk misa. Lektor dengan mantap membaca bacaan pertama.
Di mimbar dia membaca,”Bacaan pertama, pembacaan dari surat Rasul Paulus kepada umat di Filipina.” Saya terperanjat, kaget.
Setelah misa selesai, saya panggil lektor tadi. Saya bilang, “Tadi kamu salah baca, bukan Filipina, tetapi Filipi.”
Dia malah menjawab, “Ah Pastor sok teu, di peta tidak ada Filipi. Yang ada itu Filipina kan?”
Di stasi lain, ada lektor yang membaca bacaan kedua. “bacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus bab duabelas dibagi duabelas dikurangi tigapuluh.”
Saya menahan tawa sampai perut saya terasa keras dan sakit.
Segi positifnya, Kitab Suci itu memang memberikan sukacita dan kegembiraan.
Di sisi lain kita harus banyak memberi katekese-katekese dan pengenalan akan Kitab Suci secara benar.
Merenungkan pesan bacaan hari ini, terkandung pesan kuat bagaimana Kitab Suci sangat perlu diajarkan dan diwartakan.
Bagaimana Imam Ezra membacakan Kitab Taurat kepada umat, memberi keterangan sehingga dimengerti mereka. Umat menanggapi dengan berlutut dan sujud menyembah.
Di bagian awal Injilnya, Lukas menceritakan bagaimana ia mengumpulkan peristiwa-peristiwa hidup Yesus dari saksi-saksi. Ia menyelidiki dengan seksama, lalu menuliskannya supaya pembaca makin mengenal siapa Yesus sesungguhnya.
Dari situ kita juga tahu bagaimana Yesus sendiri mendasarkan karya-Nya pada Kitab Suci. Ia rajin datang ke sinagoga dan membaca Kitab Suci.
Kepada-Nya diberikan Kitab Nabi Yesaya. Setelah membacanya, Ia tegas bersaksi, “Pada hari ini genaplah nas tadi sewaktu kamu mendengarnya.”
Ia menjelaskan bahwa apa yang tertulis dalam Kitab Nabi Yesaya itu saat ini sudah terjadi dalam diri-Nya. Ia hadir untuk memberitakan bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang.
Jadi ada tiga tahap yang seharusnya kita lakukan yakni; membaca Kitab Suci, menyelidiki dengan seksama dan menggenapinya atau mewujud-nyatakan sehingga isi Kitab Suci itu menjadi terlaksana.
Kadang kita membaca saja malas. Akibatnya kalau disuruh jadi lektor ya sasar susur.
Kita tidak perlu takut dan ragu membaca Kitab Suci. Meskipun tidak paham dan tahu maksudnya, rajinlah membaca. Roh Kudus nanti akan membimbing dengan caranya sendiri.
Bagi para lektor, prodiakon, katekis dan petugas lain, tidak cukuplah hanya dengan membaca saja. Tetapi harus berusaha menyelidiki dengan seksama, mempelajari lebih dalam.
Meluangkan waktu untuk belajar lebih lanjut, agar sebagai petugas punya pengetahuan lebih untuk menuntun umat.
Dan seperti teladan Yesus, kita diajak untuk menggenapi nas atau isi Kitab Suci dengan perbuatan-perbuatan yang dikehendaki Tuhan.
Menggenapi itu berarti mempraktekkan sabda Tuhan. Seperti Yesus, kita juga dipanggil menghadirkan tahun rahmat Tuhan di tengah-tengah dunia.
Jakarta tidak lagi disebut DKI.
Ibukota baru sedang disiapkan Jokowi.
Ayo belajar membaca Kitab Suci.
Biar kita tahu ada kota namanya Filipi.
Cawas, merenungkan sabda-Mu…
Rm. A.Joko Purwanto, Pr