Tahu Kupat Dompleng
KALAU kita pergi ke Magelang, dari arah Jogja melewati kota kecil Blabak. Setelah lampu traffic light ada warung tahu kupat namanya “Dompleng.”
Istilah dompleng artinya “nunut” atau ikut numpang. Saya tidak tahu apakah penjual tahu kupat itu dulunya hanya numpang di situ.
Walaupun hanya numpang di situ, tetapi tahu kupat itu punya citarasa yang enak, punya ciri khas tersendiri.
Kualitasnya bukan karena numpang, tetapi punya sejarah sendiri.
Kebanyakan kalau kita numpang atau nunut, kita hanya dompleng nama besar yang kita ikuti.
Ada tokoh terkenal, entah artis, olahragawan, politikus hebat, gubernur, atau presiden. Kita suka minta foto bersamanya.
Kita numpang populer, biar dianggap sebagai orang dekat, tokoh penting dan ikut tenar.
Sesudah foto dengan tokoh hebat, hidup kita kembali menjadi biasa saja. Tidak ada dampak apa pun atau meniru sikap dan popularitas tokoh tadi.
Hanya untuk pamer kesombongan pernah foto bersama orang hebat dan top.
Diskusi Yesus dengan orang-orang Yahudi berkisar tentang “dompleng atau numpang.”
Kaum Yahudi menganggap diri sebagai keturunan Abraham. Tetapi mereka itu hanya mengaku diri saja.
Mereka hanya numpang nama besar Abraham. Cara hidup mereka tidak menunjukkan keturunan Abraham.
Yesus berkata, “Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan Abraham. Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku; seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham.”
Jadi mereka itu hanya numpang nama besar Bapa Abraham. Mengaku sebagai keturunan Abraham, tetapi tidak meniru pekerjaan Abraham.
Orang yang menumpang berarti dia itu hamba bukan anak. Maka Yesus membuat analog; “hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah.”
Maka kesimpulannya, jika kita mengaku sebagai anak, semestinya kita mengasihi Yesus karena Dia berasal dari Bapa.
Kalau mereka menolak Yesus berarti mereka itu hamba yang dompleng saja di rumah Bapa. Mereka tidak mengenal Yesus yang datang dari Bapa.
Dalam permenungan ini kita bisa menilai diri kita sendiri. Kita ini hamba atau anak?
Kita ini hanya dompleng, numpang saja atau kita tinggal tetap di rumah Bapa?
Kalau kita ini anak, harusnya kita percaya pada Yesus dan mengikuti teladan-Nya.
Jangan-jangan kita hanya numpang seperti benalu dalam hidup kita sebagai orang Kristen, mencari aman tinggal dompleng dalam Gereja, mencari makan dan menggerogoti tubuh Gereja.
Silahkan direnungkan sendiri-sendiri.
Banyak makan cabai merah,
makanya terkena radang usus.
Kalau kita sebagai anak Allah,
Wajib mengikuti teladan Yesus.
Cawas, tinggal tetap bersama-Nya….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr