Menyembuhkan Hati yang Luka.
BETAPA hancur hati Arjuna ketika tahu anaknya, Abimanyu mati di medan Kurusetra dikeroyok pasukan Kurawa.
Dikisahkan luka atau “tatune arang kranjang” Dia dirajam oleh ratusan panah Kurawa. Namun dengan gagah berani dia terus maju menerjang barisan musuh.
Tubuh Abimanyu seperti Landak karena banyaknya panah yang menancap. Tanpa belaskasih Dursasana menghantam kepala Abimanyu dengan gada.
Arjuna kehilangan semangat hidup. Anak yang diharapkan meneruskan tahta Pandawa mati mendahuluinya.
Seluruh Pandawa berdukacita. Arjuna pergi tak tentu arah. Dia putus asa, sedih, tak punya harapan. Terasa hancur seluruh masa depan.
Apa gunanya hidup jika satu-satunya harapan telah tiada. Arjuna bagai layang-layang putus, terbang tak tentu arah.
Betapa sulitnya melihat kehadiran Tuhan di saat kepedihan dan kesusahan melanda. Demikian pun yang dihadapi para murid setelah Yesus mati di kayu salib.
Sedih, putus asa, tiada lagi harapan untuk dikerjakan. Mereka kembali ke kehidupan semula, namun kegagalan demi kegagalan terus menghantui.
Mereka menangkap ikan, tetapi semalamam mereka tidak menangkap apa-apa. Malam makin terasa gelap dan hidup makin jadi beban berat.
Namun Yesus tidak meninggalkan mereka. Ia berada di pinggir pantai dan melihat kesedihan dan perjuangan berat mereka.
Ia menyapa mereka, “Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?”
Jawab mereka singkat, dan mungkin ketus, ”Tidak ada.”
Perjuangan yang berat, hati yang luka karena pahitnya hidup serta keputusasaan yang menutupi hati membuat mereka tidak melihat kehadiran Tuhan. Jawaban mereka hanya sambil lalu saja.
Dalam keputusasaan karena tiada hasil, ada orang yang menyuruh menebarkan jala ke kanan perahu.
Sedikit berspekulasi tanpa harapan banyak, mereka mengikuti perintah orang itu. Tidak disangka dan diduga, perintah orang itu benar.
Mereka menarik jala penuh dengan ikan.
Tabir yang menutupi kegamangan mereka mulai terbuka. Murid yang dikasihi langsung menangkap siapa orang di pinggir pantai.
“Itu Tuhan,” bisiknya kepada Petrus. Simon yang selama ini menjadi orang paling terluka atas kematian Yesus, langsung terjun ke danau dan menghampiri-Nya.
Tentu saja Petrus menyadari siapa dirinya. Dengan gegabah dia menyerang dengan pedang untuk membela gurunya.
Dengan bodoh dia melarang Yesus berbicara tentang kematian-Nya.
Sok jagoan siap bersumpah untuk membela Yesus sampai mati. Namun tiga kali tega menyangkal guru-Nya.
Itulah beban dosa dan rasa bersalah yang ditanggung Petrus seumur hidupnya.
Ketika berjumpa dengan Petrus, Yesus yang bangkit hanya diam, tak mengungkit masa lalunya yang kelam.
Petrus tetaplah batu karang. Yesus membimbing Petrus memulihkan keterpurukan, luka batin dan membangun harapan baru.
Yesus membangun harga diri para murid-Nya. Tidak hanya sekali dua kali Dia menemui mereka, tetapi inilah penampakan yang ketiga.
Yesus dengan sabar membimbing mereka yang kecewa, jatuh, gagal, putus asa, sedih dan terluka.
Mereka diajak bangkit dan membangun hidup baru, berjalan bersama Tuhan.
Pertanyaan Reflektif: kita pernah mengalami sedih dan kecewa, gagal dan putus asa. Sadarkah bahwa Tuhan selalu menemani kita?
Ia membimbing dengan aneka macam cara-Nya.
Mawar merah dan melati.
Terhampar di permadani.
Tuhan selalu menemani.
Terlebih saat kita sendiri.
Cawas, Aku bersamamu….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr