Sobat Ambyar.
PELANTUN lagu-lagu patah hati Didi Kempot dijuluki “Godfather of Brokenheart.”
Para fans laki-laki menyebut diri “Sad Boys” sedangkan para perempuan korban janji menyebut diri “Sad Girls.”
Mereka yang bernasib sial ditinggal pasangan menyebut diri sebagai “Sobat Ambyar.”
Didi Kempot dalam syair lagu-lagunya memposisikan diri sebagai laki-laki korban janji. Dia ditinggalkan kekasihnya karena terpikat lelaki lain.
Judul-judul lagu seperti; Stasiun Balapan, Cidra, Suket Teki, Pantai Klayar, Sewu Kutha, Pamer Bojo menggambarkan nasib malang seorang yang ditinggal kekasihnya.
Perempuan selalu berada di pihak yang salah, karena mudah jatuh pada pelukan lelaki lain.
Perempuan menjadi pihak yang lemah. Dia dihakimi secara moral maupun sosial.
Lelaki seperti isi lagu-lagunya Didi Kempot berposisi sebagai korban ingkar janji. Perempuan disalahkan karena berzinah, pergi dengan laki-laki lain.
Perzinahan terjadi tentu bukan karena satu pihak. Pasti melibatkan dua belah pihak.
Namun dalam tradisi patriarkal, kesalahan dibebankan kepada perempuan. Perempuan berada di pihak yang ringkih.
Mereka dipersalahkan dan harus dihukum. Sementara laki-laki melenggang bebas.
Dalam Injil, kaum Parisi dan ahli kitab membawa seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah kepada Yesus. Mereka minta pendapat Yesus tentang perempuan yang tertangkap basah sedang berbuat zinah.
Dalam hukum Taurat, perempuan seperti itu harus dilempari batu.
Namun Yesus memberi alternatif lain, bukan hukuman tetapi belaskasihan dan pengampunan. Yesus menampakkan wajah kasih Allah.
Ia tidak mengikuti arus sosial berdasarkan ayat Kitab Suci, yang menghukum orang. Tetapi Yesus menegaskan sikap Allah yang sejati yakni mengasihi.
Hukum tertinggi hanya milik Allah. Maka Dia berkata, “Barangsiapa diantara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”
Yang berhak menghakimi tindakan seseorang hanya Allah semata. Kita semua adalah orang berdosa.
Maka pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Mereka mau menjebak Yesus, tetapi tidak bisa.
Hati nurani mereka masih berperan. Mulai dari yang tua pergi meninggalkan arena.
Orang tua menjadi teladan. Perilaku mereka diikuti oleh yang muda.
Yesus mengetuk hati mereka. Siapa yang tidak berdosa boleh menghukum.
Yesus pun tidak mau menghukum perempuan itu. Itulah wujud kasih Tuhan yang sejati.
Allah pun tidak menghukum kendati Dia berhak menghakimi kita.
Kasih Allah lebih besar daripada dosa kita. “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
Kita tidak boleh menyalahgunakan kebaikan Allah ini. Belas kasih Tuhan tidak boleh menjadi alasan bagi kita untuk berbuat dosa.
Toh nanti Allah akan mengampuni kita. Yesus mengampuni, tetapi jangan lupa Dia masih berpesan kepada kita, “Jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
Mari kita tidak mudah menghakimi dan menghukum perbuatan orang lain, karena kita pun juga orang berdosa.
Kita harus menjadi lebih baik karena kita telah dikasihi Allah. Kasih-Nya jangan dinodai oleh dosa-dosa kita.
Jalan-jalan ke Gembira loka,
Sungguh asyik naik kuda.
Kasih Allah selalu terbuka,
Bagi kita orang yang berdosa.
Cawas, mengasihi tidak menghakimi….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr