Managemen Risleting
TAHUN delapanpuluhan saya jadi seminaris di Mertoyudan. Kalau sore saya suka ambulasi (jalan-jalan) ngisi waktu luang ke luar seminari.
Di depan asrama kami, ada baliho besar, iklan risleting merk YKK. Kami membuat plesetan singkatan YKK yaitu Yang Kawin Keluar.
Ya memang begitulah, karena penghuni asrama adalah mereka yang ingin menjadi imam, maka yang mau kawin silahkan untuk keluar.
Selama manusia masih hidup, masalah cinta percintaan, kawin perkawinan tak akan pernah mati. Cinta tidak mengenal perbedaan dan pembatasan. Tua-muda, kaya-miskin, besar-kecil, awam-biarawan, orang biasa atau berstatus tinggi semua bisa dilanda cinta.
Para lelaki juga termasuk kaum rohaniwan harus pinter memanage risletingnya sendiri. Begitu pun sebaliknya, kaum perempuan juga harus pandai-pandai memanage tali G-stringnya.
Kurang pandai memanage risleting bisa bikin gempar dan menelan korban. Itulah yang terjadi dengan Herodes-Herodias. Percintaan mereka yang dilarang harus menelan korban yakni Yohanes Pembaptis.
Yohanes memperingatkan gaya hidup Herodes dan Herodias yang tidak sesuai hukum Taurat. “Tidak halal engkau mengambil istri saudaramu.”
Herodes tidak berani berbuat apa-apa karena Yohanes banyak pengikutnya.
Peringatan ini justru menimbulkan kebencian Herodias kepada Yohanes. Ia merayu Herodes agar Yohanes dipenjara. Herodias menyimpan dendam dan rasa benci yang membuncah.
Saatnya tiba. Ketika perayaan ulangtahun raja, Salome, anak Herodias menari dengan gemulainya, menyukakan semua tamu yang hadir.
Herodes sangat gembira, hingga ia tanpa sadar menjanjikan sesuatu, “Mintalah dari padaku apa saja yang kau ingini, maka aku akan memberikan kepadamu. Apa saja yang kau minta akan kuberikan, sekalipun itu setengah dari kerajaanku.”
Salome, gadis polos itu lari menuju ibunya.
Inilah saat yang tepat untuk balas dendam. Ia tidak tertarik pada setengah kerajaan. Yang tersimpan lama dalam pikirannya, hanyalah dendam dan dendam.
Tidak ada sungkan dan malu sedikit pun di hadapan para tamu kehormatan, Herodias berbisik tanpa ragu pada Salome, “Kepala Yohanes Pembaptis bawa kemari di atas talam.”
Herodias adalah tipe seorang ibu yang memanfaatkan anak demi keuntungan pribadi. Ia tidak mengajarkan moral kepada anaknya. Yang penting balas dendam terlampiaskan demi kelanggengan nafsu birahinya.
Musuh yang mengganggu harus disingkirkan. Apapun caranya Yohanes harus mati.
Jamuan terakhir dari pesta ulangtahun raja adalah kepala Yohanes dalam sebuah talam. Bukan kepala babi atau kepala kerbau. Tetapi kepala Yohanes Pembaptis.
Pesta yang tadinya penuh gelak tawa, kini diam mencekam.
Herodes hanya bersedih tetapi tidak menyesal. Ia lebih memilih kemolekan tubuh istrinya daripada mengikuti suara hatinya. Herodes adalah tipe suami lemah yang berada di bawah ketiak istri.
Ia terjepit antara sumpahnya sendiri dan kerling mata kemenangan istrinya.
Suara kebenaran dibungkam oleh nafsu birahi dan kekuasaan. Ketidakmampuan memanage risleting membuat Herodes lepas kendali.
Begitupun Herodias, perempuan yang suka mengumbar tali G-stringnya, dibutakan oleh dendam kesumat sehingga menutup mata pada kebenaran. Yohanes Pembaptis, Suara Kebenaran dikorbankan.
Kita diingatkan oleh iklan di depan asrama Seminari, YKK. Kalau risleting anda rusak, lebih baik ke toko beli yang baru saja.
Mari kita pinter-pinter memanage risleting kita.
Berjalan menyusuri pantai Pangandaran,
Para pedagang ramai jual buah tangan.
Suara kebenaran harus dikumandangkan,
Kendati menghadapi banyak tantangan.
Cawas, menjaga suara hati…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr