RAHWANA yang gila kuasa ingin merebut Gua Kiskenda, wilayah Subali. Ia berperang melawan Subali. Namun Rahwana kalah oleh ajian Pancasona yang dimiliki Subali. Subali mengampuni Rahwana. Bahkan diterima sebagai muridnya.
Hasrat ingin memiliki ajian Pancasona, membuat Rahwana bermuka manis. Ia pandai menjilat, membujuk rayu, berpura-pura baik. Ia mau menjaga keselamatan Subali bahkan jika harus mengorbakan nyawa sekalipun. Ia mohon agar aji Pancasona diberikan kepadanya supaya bisa melindungi Subali.
Subali termakan tipu muslihat Rahwana. Ia mewariskan aji Pancasona kepada muridnya yang pandai bersandiwara itu. Aji Pancasona jatuh ke tangan Rahwana. Ia makin digdaya dan ingin menguasai seluruh dunia.
Karena yang tahu rahasia ajian itu hanya Subali, Rahwana takut kalau-kalau Subali mengambilnya kembali.
Maka rahwana mencari tipu daya untuk membunuh Subali. Ia kemudian mengadu-domba Subali dan Sugriwa, adiknya.
Rahwana memainkan gosip yang membuat Subali marah. Ia bercerita bahwa Dewi Tara, kekasih Subali diperlakukan buruk oleh Sugriwa. Kakak beradik ini berkelahi. Matilah Subali oleh tipu daya Rahwana.
Begitulah Rahwana ini orang yang “ditulung malah menthung.” Ia ditolong oleh Subali, tetapi dia justru mencelakai dan mengarah kematian orang yang sudah menolongnya.
Yesus membuat perumpamaan tentang penggarap kebun anggur yang jahat. Mereka sudah ditolong, boleh menggarap kebun anggur. Tetapi mereka justru menangkap, memukul para hamba, bahkan membunuh anak pemilik kebun anggur. Mereka ingin merampas kebun anggur itu.
Itulah sindiran bagi para imam-imam dan tua-tua Bangsa Yahudi. Mereka membunuh anak pemilik kebun anggur itu. Mereka menolak dan membunuh Yesus. Oleh karenanya keselamatan diberikan kepada bangsa-bangsa lain.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita seperti para imam dan tua-tua Yahudi? Apakah kita sebagai orang yang tak tahu diuntung? Tak tahu berterimakasih? Menyia-nyiakan keselamatan yang diberikan Tuhan?
Taman subur penuh rerumputan,
Tiap hari disiram dengan air hujan.
Tuhan menawarkan keselamatan,
Janganlah kita membuang kesempatan.
Cawas, senja itu….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr