Akulah Roti Hidup.

SUATU kali ada seorang ibu yang sharing, “Saya kok merasa kering ya mengikuti ekaristi pada hari Minggu. Rasanya tidak mendapat apa-apa. Lagu-lagunya tidak bersemangat, koornya tidak bisa dinikmati, kotbah romonya ya membosankan. Rasanya gak ada yang bisa dibawa pulang.”

“Saya mengikuti misa ya hanya rutinitas sebagai orang Katolik saja.” Ibu itu melanjutkan. “Orang Katolik tiap Minggu harus ke gereja ya ke gereja. Tetapi sering saya merasa itu hanya kewajiban semata. Saya belum mendapatkan sesuatu dalam ekaristi yang menyentuh hidup saya.”

Mungkin banyak orang punya pandangan yang sama dengan ibu tadi. Pergi ke gereja tanpa tujuan yang jelas dan hanya sekedar kewajiban sebagai orang Katolik atau mau cari hiburan lewat lagu-lagu indah atau kotbah yang kocak.

Dalam kutipan ini, Yesus menjelaskan siapa Diri-Nya. “Akulah roti hidup.”

Dalam Kitab Suci, istilah makanan atau roti selalu mengingatkan Bangsa Israel yang diberi “manna” oleh Allah selama 40 tahun di padang gurun.

Allah begitu mengasihi Israel dengan menjamin hidup mereka sehingga mereka tidak kelaparan.

“Akulah roti hidup” berarti Yesus memberikan Diri-Nya untuk jaminan keselamatan peziarahan kita.

Yesus memberikan Diri-Nya menjadi santapan rohani bagi kita. Sama seperti nasi atau roti menjadi makanan jasmani, demikian juga Tubuh dan Darah-Nya adalah makanan rohani bagi kita.

Israel lama makan manna dari surga sampai ke Tanah Kanaan. Israel baru yakni Gereja makan Roti dari Surga yaitu Yesus yang diberikan dalam Ekaristi untuk menuju Tanah Air Surgawi.

Hanya Yesuslah yang telah turun dari surga, dan Dia memberikan Diri-Nya untuk keselamatan manusia. “Akulah roti hidup yang telah turun dari surga.”

Makan Tubuh Kristus dan minum darah-Nya adalah syarat bagi kita ambil bagian di dalam hidup ilahi-Nya.

“Jikalau kamu tidak makan daging-Ku dan minum darah-Ku, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.

Barang siapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman”

Menyatu dengan Kristus pertama-tama tidak dipengaruhi oleh lagu-lagu yang bagus, suara koor yang indah, kotbah romo yang bikin tertawa terpingkal-pingkal, atau hal-hal lahiriah semata.
Hal-hal itu perlu tetapi bukan yang utama.

Tetapi niat hati yang terbuka untuk didatangi Tuhan yang memberikan Diri-Nya dalam roti yang turun dari surga.

Memang ajaran Yesus ini sulit diterima karena pada zaman Yesus pun banyak orang meninggalkan Dia setelah Ia mengajarkan tentang Roti Hidup.

Kita perlu memahami lebih dalam tentang siapa Yesus. Sebagaimana kita paham kalau lapar kita butuh makan, begitu pula kalau kita hidup membutuhkan Tuhan yang menjamin keselamatan kita.

Kata Yesus, “Akulah roti hidup yang turun dari surga” adalah jawaban dari kekosongan rohani kita yang kalau ke gereja merasa tidak mendapat apa-apa.

Pertanyaan reflektif: apakah anda suunguh meyakini Yesus sebagai roti hidup?

Apakah dalam ekaristi anda menemukan-Nya sebagai makanan jiwa yang membawa keselamatan kekal?

Bersilaturahmi ke tokoh-tokoh agama,
Merajut damai dan toleransi bagi bangsa.
Yesus adalah roti hidup yang turun dari surga,
Dia memberi keselamatan jiwa-jiwa yang dahaga.

Cawas, Syukur atas Ekaristi…
Rm. A. Joko Purwanto,Pr