15) Telah menjadi kebiasaan bagi wali negeri untuk membebaskan satu orang hukuman pada tiap-tiap hari raya itu atas pilihan orang banyak. 16) Dan pada waktu itu ada dalam penjara seorang yang terkenal kejahatannya yang bernama Yesus Barabas. 17) Karena mereka sudah berkumpul di sana, Pilatus berkata kepada mereka: “Siapa yang kamu kehendaki kubebaskan bagimu, Yesus Barabas atau Yesus, yang disebut Kristus?” 18) Ia memang mengetahui, bahwa mereka telah menyerahkan Yesus karena dengki. 19) Ketika Pilatus sedang duduk di kursi pengadilan, isterinya mengirim pesan kepadanya: “Jangan engkau mencampuri perkara orang benar itu, sebab karena Dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam.” Matius 27:15-19

Hari ini kita merenungkan peristiwa yg istimewa, yaitu Yesus yang masuk ke kota yerusalem. Yesus mengajak kita semua untuk merenungkan siapa sebenernya Yesus bagi kita masing-masing. Dia adalah sang raja, bukan raja duniawi yang hadir dengan segala kemewahannya, keperkasaannya, kemegahannya, namun seorang raja yang hadir dan tinggal di antara kita dengan penuh kesederhanaan, kelembutan, dan bahkan rela menderita bagi kita.

Orang-orang yahudi sebangsanya mengharapkan Yesus menjadi raja duniawi yang mampu membawa kesejahteraan, mengalahkan penjajahan romawi, dan membawa pembebasan bagi mereka. Namun bukan seperti itu yang ditampilkan oleh Yesus sebagai raja. Yesus memang raja yang mengalahkan kuasa, namun bukan kuasa penjajah melainkan kuasa kegelapan, yaitu dosa. Dia hadir di tengah-tengah kita sebagai seorang raja yang penuh kesederhanaan namun berani berkorban demi keselamatan umat manusia.

Terhadap kehadiran Yesus ini, terdapat sikap yang berbeda, yang dapat kita tampilkan pada saat ini. Yang pertama adalah sikap mereka yang tulus menerima dan penuh keyakinan mengakui bahwa Yesus adalah nabi, mesias, raja, anak Allah yang menyelamatkan umat manusia. Mereka adalah para rasul dan para murid yang setia mengikuti Yesus dan mendengarkan pengajaran-Nya. Kelompok kedua ialah mereka yang sangat mengharapkan Yesus sebagai raja duniawi dengan keperkasaan-Nya mampu mengalahkan penjajah sekaligus membawa pembebasan dan kemakmuran duniawi. Maka, mereka nantinya akan mengalami kecewa yang berat ketika Yesus tidak berdaya saat dihadapkan dengan cemoohan, ejekan, dan tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh pemimpin-pemimpin bangsa dan tokoh agama. Mereka-lah yang tadinya mengelu-elukan Yesus, “Hosana bagi anak daud!”. Namun yang tak lama kemudian menyorakinya “salibkan dia, salibkan dia, salibkan dia!”.

Bisa kita katakan, ini adalah kelompok orang yang hanya mencari keuntungan diri sendiri. Lalu, kelompok yang ketiga adalah mereka yang dari awal tidak senang dengan Yesus,  menganggap Yesus sebagai “duri dalam daging” karena dianggap selalu mengganggu keberadaan mereka. Kritiknya, teladan kehidupannya, sungguh-sungguh menyakitkan bagi kelompok ini yaitu orang-orang farisi dan ahli-ahli taurat. Itulah sebabnya mereka selalu melawan Yesus dan mencoba menjatuhkan Yesus dengan berbagai cara. Mereka-lah yang akhirnya menyeret Yesus ke hadapan Mahkamah Agung dengan tuduhan penghujatan kepada Allah dan kemudian membawa Yesus ke hadapan wali negeri dengan tuduhan pemberontakkan kepada kaisar.

Namun Pilatus sendiri mengatakan bahwa Yesus dibawa ke hadapannya bukan karena penghujatan kepada Allah dan bukan karena pemberontakkan kepada kaisar, namun karena kedengkian yang ada di dalam diri mereka. Lalu, mengapa Yesus hanya diam ketika disidang di hadapan mereka dan tidak memberikan pembelaan terhadapa diri-Nya? Yesus menerima perlakuan itu dengan kerelaan dan menapaki jalan penderitaan menuju salib dengan kemerdekaan. Bukan karena dia merasa kalah dan tidak berdaya, melainkan Yesus dengan bebas memilih jalan salib, untuk menyelamatkan umat manusia.

Ia rela menderita, rela disalibkan, rela wafat, demi melaksanakan kehendak bapa –Nya yang ingin menyelamatkan kita umat manusia yang berdosa. Yesus menyadari bahwa tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan dan menebus dosa manusia kecuali dengan jalan salib. Penderitaan dan wafatnya di kayu salib menjadi tanda solidaritas yang nyata bagi kita dari Allah bapa kepada kita manusia yang penuh dengan kesulitan dan kedosaan, sebagaimana kita mendengara pada bacaan kedua yakni surat rasul paulus kepada jemaat di filipi. Allah adalah Allah yang peduli, yang memiliki perhatian yang besar kepada kondisi kemanusiaan kita. Ia solider kepada ketidakberdayaan manusia dan ingin manusia terbebas dari kuasa dosa yang membelenggu, maka dia rela untuk terjun langsung dalam wujud Yesus kristusdan rela menjadi tebusan bagi dosa-dosa kita manusia. Maka pantaslah kita untuk bersyukur bahwa Yesus rela mengorbankan diirnya hanya untuk menyelamatkan kita manusia. Allah telah peduli kepada kita dengan mengutus Yesus sebagai penebus bagi kita semua maka marilah kita mengimbanginya dengan solidaritas kita kepada sesama kita yang mebutuhkan uluran tangan kita. Semoga uluran tangan kita bagi mereka menjadi tanda kasih solidaritas Allah kepada mereka.

 

Mgr. Robertus Rubiyatmoko