Puncta 21.06.20 / Minggu Biasa XII / Matius 10 : 26 – 33 / Meng-“iyakan” Yesus yang Ditawarkan dalam Pewartaan

Semoga kita dikuatkan oleh Roh Allah sendiri sehingga setiap hari bisa mengulangi jawaban “ya” untuk Yesus, kebenaran kita -Romo Iswahyudi

Pada Minggu (21/6) Gereja St. Maria Assumpta Babarsari mengadakan Misa Hari Raya Yesus Yang Mahakudus melalui live streaming YouTube. Misa ini dipimpin oleh Romo Isyadi, Pr. Melalu live streaming Youtube, Romo Isyadi yang akrab dipanggil Romo Is tersebut mengungkapkan dalam khotbahnya bahwa Injil Matius dikenal sebagai Injil Gerejawi.

Pada Injil tersebut, terlihat bagaimana organisme Gereja ditumbuhkan, katekese dan pewartaan  diolah, liturgi dilakukan dan dihayati. Ketika proses itu telah dijalankan, harapannya jemaat bisa memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya. Bagi Matius orang harus menjawab dengan mantab, penuh keyakinan, meng “iyakan” Yesus yg ditawarkan dalam pewartaan , yg dirasakan kehadiranNya dalam liturgi, yg menyatukan umat. Meski berbagai macam  rintangan menghadang, iman yg telah diafirmasi dengan kata ” ya ” tidak akan surut.

Pada bacaan Mat 10 : 32  – 33, yang tertulis “Setiap orang yg mengakui Aku dihadapan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yg di Sorga. Tetapi barang siapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yg di Sorga”. Tulisan tersebut dimaknai sebagai, tuntutan yang mendorong manusia untuk memilih dan mengatakan ” ya ” untuk Yesus. Kemantapan iman dan  jawaban “ya” ini pula yg akan membuat orang tidak menyangkal Yesus di hadapan manusia.

Misa Hari Raya Tri Tunggal Maha Kudus : Menyadari Kehadiran Allah Tri Tunggal dalam Kehidupan Sehari-hari

Pada Minggu (7/6) Gereja St. Maria Assumpta Babarsari mengadakan Misa Hari Raya Tri Tunggal Maha Kudus melalui live streaming YouTube. Misa ini dipimpin oleh Romo Robertus Tri Widodo, Pr dan Romo Iswahyudi, Pr. Melalu live streaming Youtube, Romo Iswahyudi yang akrab dipanggil Romo Is tersebut mengungkapkan dalam khotbahnya bahwa “tag line yang dimiliki oleh Gereja Maria Assumpta Babarsari, yaitu guyub, rukun, dan terlibat merupakan wujud dari Tri Tunggul Maha Kudus itu sendiri”.

Pada Hari Raya Tri Tunggal Maha Kudus, Tuhan Yesus bersabda “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya” (Yohanes 3:16-18). Romo Is mengatakan bahwa keselamatan yang dialami oleh manusia, tidak lepas dari besarnya cinta Tuhan kepada manusia. Hal tersebut diyakini, karena tidak ada keselamatan, selain keselamatan yang berasal dari Allah Tri Tunggal Maha Kudus.

Terdapat tiga info yang ingin disampaikan pada perayaan Tri Tunggal Maha Kudus, yang pertama Allah Hari Raya Tri Tunggal Maha Kudus merupakan bagian dari misteri iman kristiani. Allah yang Esa atau Allah yang Esa, Allah yang satu, menurut injil Yohanes juga merupakan simbol dari Allah yang dimiliki oleh firman dan roh. Info yang kedua, Allah Tri Tunggal Maha Kudus merupakan Allah yang menciptakan dunia dan seisinya. Info ketiga, gereja dalam sendi-sendi kehidupan, dipenuhi oleh Tri Tunggal Maha Kudus.  Allah Tri Tunggal Maha Kudus menjadi daya kekristenan.

Allah Tri Tunggal Maha Kudus, dapat disadari ketika kita mengalami keselamatan, semangat kehidupan menggereja, dan misteri iman kristiani yang dijalani dengan doa-doa harian yang membutuhkan iman sungguh-sungguh.

Hamba yang melahirkan Tuhan

Bulan Mei ditetapkan Gereja Katolik sebagai bulan Maria. Doa-Doa devosi seperti dalam bentuk Rosario dan Novena, dipanjatkan oleh umat beriman terutama dalam bulan ini. Namun terkadang kita bertanya siapakah Maria ? Mengapa Maria begitu dikhususkan dan diistimewakan daripada Santo-Santa lain dalam Gereja Katolik ? Bukankah Maria hanyalah manusia biasa sama seperti kita ? Mengapa kita melakukan devosi dan meminta kepada Maria ? Bukankah hanya kepada Allah saja kita memanjatkan doa-doa kita ?

Maria adalah sama seperti kita manusia biasa, namun Maria dipilih Allah dan Maria memilih mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah dengan menjadi bunda sang Putera Allah. Inilah yang membedakan kita dengan Maria. Maria ikut ambil bagian dalam peristiwa inkarnasi Allah, sedangkan kita tidak. Tetapi keteladanannya dan ketabahannya sebagai hamba patut kita contohkan. Jawaban iman Maria (Fiat Maria) terhadap panggilan Allah (Luk 1:38), bagaimana Maria mengasuh Yesus (Luk 2:51) dan bagaimana Maria tetap setia sampai wafat Yesus di kayu salib (Yoh 19:25-27) menunjukan Maria sebagai model bagi umat beriman dalam hal mendengarkan, merenungkan dan menjawab rencana Allah.

Lalu bagaimana dengan gelar-gelar yang disematkan kepada Maria oleh Gereja Katolik ? Bukankah gelar-gelar seperti Maria yang tetap Perawan, Dikandung tanpa noda dosa, Maria diangkat ke surga dan bahkan Maria Bunda Allah, melambangkan bahwa Maria itu lebih dari manusia biasa dan bahkan dapat disandingkan dengan Allah itu sendiri ?

Ini tidaklah benar, gelar-gelar tersebut disematkan oleh Gereja Katolik, itu semua karena karya Allah terhadap diri Maria. Gelar Maria Bunda Allah disematkan kepada Maria dikarenakan Gereja Katolik melihat siapa yang dikandung dan dilahirkan oleh Maria, yaitu Yesus yang adalah Firman Allah dan Firman Allah itu adalah Allah (Yoh 1:1-14) dan dikatakan juga bahwa yang dikandung oleh Maria adalah berasal dari Roh Kudus (Mat 1:20, Luk 1:35) hal ini membuktikan bahwa Yesus memang berasal dari Allah dan Yesus itulah Allah. Maka jika Maria diberi gelar Bunda Allah, mau menunjukan keikutsertaan Maria yang mengambil bagian dalam inkarnasi Allah dan sebagai tanggapan Maria atas seruan Allah.

Berkaitan dengan gelar Maria Bunda Allah, Maria yang tetap perawan dapat kita lihat kembali bahwa Maria mengandung dikarenakan kuasa Roh Kudus (Mat 1:20, Luk 1:35) dan bukan karena campur tangan hubungan biologis manusia. Dari ayat inilah Gereja Katolik memahami bahwa Maria tetap perawan sepanjang hidupnya. Gelar Maria Dikandung Tanpa Noda, merumuskan bahwa Maria dibebaskan dari segala dosa. Ini menunjukan bahwa Allah yang berkarya dalam membebaskan Maria dari segala dosa. Dalam rumusan doa salam Maria disebutkan “Salam, Maria penuh rahmat, Tuhan sertamu”. Kemudian, Rumusan ini berasal dari Injil Lukas : “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” (Luk 1:28).

Hal ini menunjukan bahwa Maria dikaruniai oleh Allah. Ia dibebaskan Allah oleh segala dosa dikarenakan demi kesiapan inkarnasi Allah. Karya penebusan Maria tidak lepas dari penebusan yang dilakukan oleh Yesus Kristus, Maria ditebus pertama kalinya. Ajaran Maria yang diangkat kesurga, mau menunjukan bahwa Maria sudah sampai pada kepenuhan keselamatan yang diterimanya oleh karena Allah yang berkarya dengan memahkotai seluruh perjalanan hidupnya dengan kepenuhan keselamatan. Setelah Maria menyelesaikan karya kehidupannya di dunia, Maria diangkat dalam kemuliaan surgawi dengan jiwa dan raganya. Kepenuhan keselamatan ini juga menunjukan harapan umat beriman akan kebangkitan bagi semua orang dan harapan bagi kehidupan kekal surgawi.

Baiklah, bahwa semua gelar itu disematkan kepada Maria adalah oleh karena kuasa Allah yang menyiapkan Maria dan tanggapan iman Maria yang adalah sebagai hamba Allah. Namun bagaimana dengan devosi-devosi dan doa-doa yang disampaikan kepada Maria ? Bukankah kita seharusnya berdoa dan meminta kepada Allah saja ?

Kita perlu menyadari bahwa, Gereja Katolik sangat serius dengan “Persekutuan dengan Para Kudus”, hal ini juga tercantum dalam Syahadat Iman Katolik (Syahadat Para Rasul maupun Syahadat Panjang). Persekutuan Para Kudus ini menjadi para pendoa kita kepada Allah oleh karena kesatuannya dengan Kristus dan oleh karena Kristus, mereka menjadi pengantara kita kepada hadirat Bapa (bdk. KGK 956). Dalam kasus Maria, Maria ditunjuk Yesus sebagai ibu para murid (Yoh 19:26-27). Maria tinggal bersama dengan para murid Yesus bahkan Maria juga bertekun dalam doa menantikan kedatangan Roh Kudus (Kis 1:12-14) dan para murid-Nya itulah yang saat ini kita kenal sebagai Gereja dan sampai saat ini dikenal bahwa Maria adalah Bunda Gereja. Dikatakan pula bahwa Maria pun terbukti sudah mencapai kepenuhan keselamatan dan mencapai kemuliaan surgawi bersama para kudus lainnya. Penghormatan kepada para kudus pun tidak menggantikan penghormatan kita kepada Allah dan hanya Allah lah yang boleh disembah, sedangkan para kudus dihormati dikarenakan mereka sudah mulia dihadapan Allah. Dilihat dari pemaparan Katekismus Gereja Katolik yang menyatakan bahwa para kudus adalah pendoa kita dan rumusan doa “Salam Maria” pada bagian akhir disebutkan “Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini”.

Hal tersebut menunjukkan bahwa Maria adalah pendoa kita kepada Allah. Jika kita umat Katolik berdoa dan berdevosi, maka sebenarnya kita berdoa bersama Maria, mohon kepada Allah, karya keselamatan Maria sebagai hamba Allah terus-menerus taat kepada Allah, mempertanggungjawabkan hidupnya kepada Allah, hingga akhirnya dipermuliakan oleh Allah. Oleh sebab itu Gereja terus-menerus menghormati Maria, karena Allah sendiri mempermuliakan Maria. Maka benarlah dalam kitab suci bahwa Maria disebut sebagai yang berbahagia (Luk 1:48) dan hingga saat ini Gereja menganggapnya sebagai teladan umat beriman dan sebagai contoh bagi umat agar terus tetap taat kepada Allah.

 

Yesus dan Dosa Manusia

Ibadat (online) Hari Raya Jumat Agung Keuskupan Agung Semarang disiarkan secara  langsung dari Kapel Wisma Uskup Keuskupan Agung Semarang dan dipimpin oleh Monsinyur Robertus Rubiyatmoko. Ibadat diawali dengan doa mohon perlindungan dari wabah virus corona yang dibuat oleh Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang kemudian dilanjutkan dengan pemberitahuan petunjuk praktis ibadat (online) Hari Raya Jumat Agung kepada umat. Ketika homili, Uskup Agung Semarang mengatakan bahwa “sendirian” adalah sebuah kata yang secara sederhana melukiskan pergulatan Yesus pada akhir kehidupan-Nya. Seuah keputusan bebas dan merdeka yang menyeret Yesus pada kematian di kayu salib. Yesus menanggung sendirian oleh karena orang-orang dekatnya lari meninggalkan-Nya untuk mencari aman dan selamatnya sendiri.

“Mungkinkah ini menjadi gambaran kita yang kadang-kadang melarikan diri ketika ada masalah menghadang kita? Atau ketidakpedulian kita ketika ada teman atau saudara yang mengalami kesulitan?” kata Uskup Agung Semarang Monsinyur Robertus Rubiyatmoko. Orang- orang dekat itu adalah para murid Yesus. Yesus sendirian berjuang untuk mempertahankan diri dan hanya Bunda Maria dan perempuan lain yang setia mengikuti Yesus sejak dari rumah Pilatus sampai Golgota bahkan setia sampai wafat-Nya.

Ia mengatakan bahwa ini adalah pengalaman yang meneguhkan dari seorang ibu terhadap anaknya. Yesus hanaya menerima olok-olok dan cacimaki dengan sendirian dan menanggung penderitaan sendirian. Yesus memanggul salib ke Golgota dengan sendirian. Puncak kesendirian Yesus nampak ketika Yesus berseru “Allahku! Allahku! Mengapa Engkau meninggalakan Aku?” sebuah jeritan yang mengungkapkan kesendirian yang mendalam. Justru di saat akhir kehidupan-Nya, Yesus merasa bahwa Allah meninggalkan-Nya dan tidak peduli dengan Yesus. Tetapi Yesus tetap bertahan  sampai akhir ketika harus wafat di kayu salib. Semua Yesus terima dan jalani sendirian dengan penuh ‘legawa’, merdeka, dan bebas. Uskup Agung Semarang Monsinyur Robertus Rubiyatmoko menjelaskan bahwa malam sebelumnya sudah direnungkan bahwa hal ini adalah ungkapan kasih yang total dan tulus dari Yesus pada manusia yang berdosa. Yesus ingin melaksanakan kehendak Bapa-Nya yakni menyelamatkan umat manusia yang berdosa. Dosa dan kelemahan kitalah yang ditanggung Yesus sampai menderita dan wafat di kayu salib sehingga kita mengalami keselamatan dan penebusan-Nya. Kematian Yesus menjadi sumber kehidupan bagi manusia yang beriman.

“Pantaslah pada saat ini ketika kita mengenangkan kembali bagaimana Yesus menderita dan wafat di kayu salib. Kita menghaturkan syukur dan terimakasih pada Tuhan yang berkorban hanya untuk keselamatan manusia.” katanya. Yesus telah memberikan teladan bagaimana Ia menjalani tugas panggilan dengan penuh tanggung jawab dan kesetiaan sampai akhir dan membutuhkan pengorbanan yakni hidup-Nya sendiri.

Belajar dari Yesus, kita dipanggil untuk memanggul salib kehidupan kita masing-masing dan menjalani tugas panggilan masing-masing dengan penuh kesetiaan sampai akhir entah sebagai room, bruder, suster, seminaris, orang tua, pasangan, anak, entah bekerja, entah belajar.  Bagaimana kita menanggung panggilan kita masing-masing dengan penuh kesetiaan sampai akhir seperti sebagai orang katolik, ketika menghadapi banyak tantangan dan kesulitan, dicibir, dicemooh, ditolak, bahkan mungkin dicelakai. Satu hal yang menjadi keyakinan kita seperti Yesus, yaitu kita tidak akan pernah sendirian karena Allah Bapa akan menyertai kita mendampingi kita membopong dan membantu kita sehingga kita dapat menyelesaikan panggilan sampi akhir.

Peristiwa sengsara dan wafat Yesus adalah peristiwa penuh warna karena kita mengalami keselamatan dan ditebus dari dosa-dosa kita. Bapak Uskup mengajak kita untuk selalu bersyukur atas anugerah peristiwa sukacita dan gembira ini karena Tuhan rela menjadi penebus dan penyelamat bagi kita semua. Tak lupa juga dalam kebersamaan seluruh umat di dunia, kita diajak untuk menyampaikan doa syukur dan permohonan kepada Allah untuk kepentingan umat manusia, umat gereja, dan kita bersama.

Live Streaming ini adalah bentuk usaha dari Keuskupan Agung Semarang untuk seluruh umat. Semoga apa yang telah diupayakan dapat membantu kita semua untuk semakin bersyukur kepada Tuhan. Marilah kita memaknai peristiwa ini dengan sungguh-sungguh dan berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Kita harus berusaha untuk menyikapinya dengan bijaksana dan penuh ketaatan kepada Pemerintah dan Gereja. Semoga dengan doa-doa kebersamaan kita dan seluruh dunia, segala hal yang meghambat akan segera berlalu.

Demikianlah pesan-pesan yang disampaikan oleh Bapak Uskup pada saat Ibadat Jumat Agun tahun 2020. Semoga pesan ini dapat kita renungkan dan kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari kita.

Puncta 5.4.20 Hari Raya Minggu Palma Mat 27:11-54 / Siapa Sebenarnya Yesus Bagi Kita?

15) Telah menjadi kebiasaan bagi wali negeri untuk membebaskan satu orang hukuman pada tiap-tiap hari raya itu atas pilihan orang banyak. 16) Dan pada waktu itu ada dalam penjara seorang yang terkenal kejahatannya yang bernama Yesus Barabas. 17) Karena mereka sudah berkumpul di sana, Pilatus berkata kepada mereka: “Siapa yang kamu kehendaki kubebaskan bagimu, Yesus Barabas atau Yesus, yang disebut Kristus?” 18) Ia memang mengetahui, bahwa mereka telah menyerahkan Yesus karena dengki. 19) Ketika Pilatus sedang duduk di kursi pengadilan, isterinya mengirim pesan kepadanya: “Jangan engkau mencampuri perkara orang benar itu, sebab karena Dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam.” Matius 27:15-19

Hari ini kita merenungkan peristiwa yg istimewa, yaitu Yesus yang masuk ke kota yerusalem. Yesus mengajak kita semua untuk merenungkan siapa sebenernya Yesus bagi kita masing-masing. Dia adalah sang raja, bukan raja duniawi yang hadir dengan segala kemewahannya, keperkasaannya, kemegahannya, namun seorang raja yang hadir dan tinggal di antara kita dengan penuh kesederhanaan, kelembutan, dan bahkan rela menderita bagi kita.

Orang-orang yahudi sebangsanya mengharapkan Yesus menjadi raja duniawi yang mampu membawa kesejahteraan, mengalahkan penjajahan romawi, dan membawa pembebasan bagi mereka. Namun bukan seperti itu yang ditampilkan oleh Yesus sebagai raja. Yesus memang raja yang mengalahkan kuasa, namun bukan kuasa penjajah melainkan kuasa kegelapan, yaitu dosa. Dia hadir di tengah-tengah kita sebagai seorang raja yang penuh kesederhanaan namun berani berkorban demi keselamatan umat manusia.

Terhadap kehadiran Yesus ini, terdapat sikap yang berbeda, yang dapat kita tampilkan pada saat ini. Yang pertama adalah sikap mereka yang tulus menerima dan penuh keyakinan mengakui bahwa Yesus adalah nabi, mesias, raja, anak Allah yang menyelamatkan umat manusia. Mereka adalah para rasul dan para murid yang setia mengikuti Yesus dan mendengarkan pengajaran-Nya. Kelompok kedua ialah mereka yang sangat mengharapkan Yesus sebagai raja duniawi dengan keperkasaan-Nya mampu mengalahkan penjajah sekaligus membawa pembebasan dan kemakmuran duniawi. Maka, mereka nantinya akan mengalami kecewa yang berat ketika Yesus tidak berdaya saat dihadapkan dengan cemoohan, ejekan, dan tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh pemimpin-pemimpin bangsa dan tokoh agama. Mereka-lah yang tadinya mengelu-elukan Yesus, “Hosana bagi anak daud!”. Namun yang tak lama kemudian menyorakinya “salibkan dia, salibkan dia, salibkan dia!”.

Bisa kita katakan, ini adalah kelompok orang yang hanya mencari keuntungan diri sendiri. Lalu, kelompok yang ketiga adalah mereka yang dari awal tidak senang dengan Yesus,  menganggap Yesus sebagai “duri dalam daging” karena dianggap selalu mengganggu keberadaan mereka. Kritiknya, teladan kehidupannya, sungguh-sungguh menyakitkan bagi kelompok ini yaitu orang-orang farisi dan ahli-ahli taurat. Itulah sebabnya mereka selalu melawan Yesus dan mencoba menjatuhkan Yesus dengan berbagai cara. Mereka-lah yang akhirnya menyeret Yesus ke hadapan Mahkamah Agung dengan tuduhan penghujatan kepada Allah dan kemudian membawa Yesus ke hadapan wali negeri dengan tuduhan pemberontakkan kepada kaisar.

Namun Pilatus sendiri mengatakan bahwa Yesus dibawa ke hadapannya bukan karena penghujatan kepada Allah dan bukan karena pemberontakkan kepada kaisar, namun karena kedengkian yang ada di dalam diri mereka. Lalu, mengapa Yesus hanya diam ketika disidang di hadapan mereka dan tidak memberikan pembelaan terhadapa diri-Nya? Yesus menerima perlakuan itu dengan kerelaan dan menapaki jalan penderitaan menuju salib dengan kemerdekaan. Bukan karena dia merasa kalah dan tidak berdaya, melainkan Yesus dengan bebas memilih jalan salib, untuk menyelamatkan umat manusia.

Ia rela menderita, rela disalibkan, rela wafat, demi melaksanakan kehendak bapa –Nya yang ingin menyelamatkan kita umat manusia yang berdosa. Yesus menyadari bahwa tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan dan menebus dosa manusia kecuali dengan jalan salib. Penderitaan dan wafatnya di kayu salib menjadi tanda solidaritas yang nyata bagi kita dari Allah bapa kepada kita manusia yang penuh dengan kesulitan dan kedosaan, sebagaimana kita mendengara pada bacaan kedua yakni surat rasul paulus kepada jemaat di filipi. Allah adalah Allah yang peduli, yang memiliki perhatian yang besar kepada kondisi kemanusiaan kita. Ia solider kepada ketidakberdayaan manusia dan ingin manusia terbebas dari kuasa dosa yang membelenggu, maka dia rela untuk terjun langsung dalam wujud Yesus kristusdan rela menjadi tebusan bagi dosa-dosa kita manusia. Maka pantaslah kita untuk bersyukur bahwa Yesus rela mengorbankan diirnya hanya untuk menyelamatkan kita manusia. Allah telah peduli kepada kita dengan mengutus Yesus sebagai penebus bagi kita semua maka marilah kita mengimbanginya dengan solidaritas kita kepada sesama kita yang mebutuhkan uluran tangan kita. Semoga uluran tangan kita bagi mereka menjadi tanda kasih solidaritas Allah kepada mereka.

 

Mgr. Robertus Rubiyatmoko