“Yu Yuan, Gadis Kecil Yang Bijaksana”
SEORANG laki-laki miskin menemukan bayi mungil dibuang di rerumputan dingin pada 30 November 1996. Bayi itu dipelihara dengan cinta dan diberi nama Yu Yuan. Laki-laki itu hanya bisa memberi tajin karena tak punya uang untuk beli susu. Yu Yuan tumbuh sebagai gadis lemah dan sakit-sakitan. Yu Yuan mulai mimisan Mei 2005. Ia divonis kena leukimia ganas. Biaya operasi sumsum tulang belakang diperkirakan $ 300.000. Ayah angkatnya sedih sekali karena tak punya biaya.
Karena tak punya uang, Yu Yuan menandatangani surat pelepasan perawatan dari RS. Anak umur 8 tahun itu juga membuat surat wasiat untuk mengatur segala hal berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Pulang dari RS, Yu Yuan minta baju baru dan difoto.
“Setelah saya tidak ada nanti, kalau papa merindukan saya, papa bisa melihat foto saya,” demikian pesannya.
Kebetulan ada wartawan yang menulis berita gadis kecil yang membuat wasiat untuk pemakamannya sendiri. Banyak orang tergugah. Sepuluh hari terkumpul dana $560.000. Operasi bisa dilakukan. Tetapi efek dari obat-obatan sangat berbahaya bagi penderita leukimia. Gadis itu berkata kepada wartawan Fu, “Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya?” Fu menjawab, “Karena mereka adalah orang baik.” Yu Yuan berkata, “Saya juga ingin menjadi orang baik.”
Lalu ia menulis surat wasiat, sambil menunggu ajal datang, bahwa ia ingin sisa dana pengobatan disumbangkan kepada anak-anak miskin penderita leukimia seperti dia. Mereka adalah Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Ji, Gao Jian, Wang Jie. Yu Yuan meninggal dengan tenang pada 22 Agustus 2005.
Hidupnya yang singkat telah memberi warna bagi sesama. Hati yang penuh kasih dan bijak telah ditanam bagi kesuburan dunia.
Yesus memberi perumpamaan tentang lima gadis bodoh dan lima gadis bijaksana yang menyongsong mempelai laki-laki. Kita ini ibarat orang yang menyongsong Mempelai yaitu Kristus yang akan mengadili semua pada akhir zaman.
Yu Yuan, gadis kecil itu telah mengajarkan kebijaksanaan kepada kita. Hidupnya yang pendek telah diisi dengan kebaikan dan welas asih. Bagaimanakah kita mengisi hidup ini?
Waktu itu kita bareng naik Etihad.
Dibagi-bagi selimut warna biru tua.
Hidup kita semua sangat singkat.
Mari kita isi dengan bijaksana.
Cawas, masih menanti senja…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr