TERANG bulan memberi cahaya yang indah saat malam gulita. Pengalaman romantis dan syahdu itu kualami saat perjalanan pulang dari Ngaliyan – Curug Sewu – Sukorejo.
Waktu itu aku pulang dari pelayanan di Stasi Ngaliyan. Malam yang sepi hanya ditemani oleh terang bulan. Melewati kebun-kebun cengkeh dan bau kembangnya sangat terasa.
Bulan di atas menerangi jalan yang berkelak-kelok. Walau tidak seterang siang hari, tetapi aku bisa mematikan lampu sepeda motor. Jalan-jalan masih jelas terlihat karena sinar bulan.
Sangat indah dan memorable. Terang bulan itu walau hanya redup tetap mampu menerangi langkah kita.
Hari ini Yesus bersabda kepada kita para muridNya, “Kamu adalah garam dunia, jika garam menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.”
Yesus tidak menyuruh kita menjadi garam atau terang. Tetapi Yesus menyebut bahwa kita ADALAH garam dan terang dunia.
Sama seperti yang dikatakan oleh Mgr. Sugijapranata, bahwa kita ini bukan orang katolik DI Indonesia, tetapi Orang Katolik Indonesia. Jadi 100% katolik, ya 100% Indonesia.
Kita adalah garam. Kita adalah terang. Seperti garam, kita mesti berguna bagi masakan. Garam itu walau sedikit tetapi memberi rasa. Bukan kuantitasnya yang penting tetapi kualitasnya.
Menjadi orang katolik mesti berkualitas. Kalau tidak, kita hanya diinjak-injak. Tidak akan diperhitungkan. Banyak pengalaman di lapangan yang menunjukkan bagaimana orang katolik dipersulit beribadah, naik pangkat, menduduki jabatan.
Maka untuk bisa tetap eksis, kita dituntut hidup berkualitas. Garam dan Terang sangat bagus menjadi gambaran.
Kita adalah terang dunia. Terang atau cahaya akan berguna kalau ditaruh di atas. Tunjukkan kualitasmu, maka kamu akan dilihat orang. kualitas hidupmu adalah cahaya yang menerangi sekitarmu.
Kita baru saja kehilangan Bapak JB. Sumarlin. Pada masanya, bersama LB Moerdani, Cosmas Batubara dan tokoh-tokoh yang lain, mereka menunjukkan kualitas hidup sebagai garam dan terang dunia.
Maka sebagai garam dan terang, kita tidak mengejar banyaknya tetapi mutunya. Sedikit, kecil tetapi bermutu. Banyak tetapi kalau tidak bermutu tidak ada faedahnya.
Garam dan terang itu ada untuk berguna, untuk habis dibagikan. Garam dan terang itu larut habis untuk memberi rasa nikmat dan menerangi sekitarnya.
Hidup ini bukan untuk diri sendiri. Hidup akan berguna kalau kita berbagi dengan yang lain. Ingat Yesus menyebut, “Kamu ADALAH garam. Kamu ADALAH terang.” Sadarkah kita?
Gunting yang tajam bikin merinding
Untuk memotong rambut poninya
Tidak usah ambil pusing
Jadi garam sedikit tetap berguna
Cawas, menggunting pita biru
Rm. A. Joko Purwanto Pr