DALAM retret pesta perak di Toraja, kami dicerahkan pada kesadaran bahwa segalanya adalah karena kebaikan dan kesetiaan Allah semata.

Dalam perayaan pesta perak imamat kemarin, hal itu ditegaskan lagi oleh sharing Rm. Agus bahwa siapalah kami para imam ini?

Kadang kami salah mengartikan bagaimana menjadi murid Yesus. Kadang kami membanggakan diri dengan prestasi.

Senang dipuja-puji, bangga bisa membangun gereja dan kapel, pandai berkotbah, pinter mengorganisir aneka kegiatan, punya banyak fasilitas, ahli memberi retret dan macam-macam kebanggaan pribadi.

Kami mengejar popularitas, kekayaan, hiburan dan pujian. Kami disadarkan bahwa menjadi murid itu pertama-tama harus menyertai Dia dan mau merwartakan InjilNya. Setia dalam doa dan ekaristi. Itulah menyertai Dia.

Sabda Yesus hari ini bukan hanya ditujukan kepada kepada umat, tetapi juga ditujukan kepada imam-imamNya.

Celakalah kalian imam-imam yang memperkaya diri, karena dengan kekayaanmu kalian telah memperoleh hiburan.

Mana ada imam yang miskin zaman sekarang? Kemana-mana naik mobil, gadgetnya keluaran terbaru dan sangat mahal.

Celakalah kalian para imam yang kenyang, karena kalian akan menderita kolesterol tinggi, sakit jantung, ginjal dan diabetes.

Tidak ada imam yang kelaparan. Kalau kurang gizi ada. Celakalah kalian para imam yang selalu tertawa karena akan ada saatnya kalian akan berdukacita dan menangis.

Celakalah kalian para imam, jika semua orang memuji kalian, karena dengan demikianlah orang-orang memuji nabi-nabi palsu.

Sabda Yesus ini menyadarkan kami yang merayakan perak imamat ini, bahwa mengikuti panggilanNya bukan pertama-tama mencari kekayaan, pujian, hiburan, prestasi diri, kebanggaan semu.

Mengikuti Yesus adalah setia menyertai Dia untuk menjadi pewarta InjilNya. Yesuslah yang harus diwartakan bukan diri pribadi para imam dengan segala prestasi dirinya.

Kami diajak untuk melakukan “conselatio memoriae”, menghapus segala kenangan tentang kebanggaan diri, kesuksesan bikin monumen, mercu suar di paroki-paroki, kehebatan berpastoral dan puji-pujian semu.

Kini saatnya mulai mengendapkan diri, menjadi “menep” dalam kehidupan. Mempersilahkan Allah yang di depan dan kita mengikutiNya dari belakang.

Jangan sampai kata-kata “Celakalah….” itu diarahkan kepada kita. Sebaiknya kata-kata itu menyadarkan kita untuk introspeksi diri.

Ada pelawak namanya Lesus
Punya teman namanya Basuki
Sungguhkah kita mewartakan Yesus
Ataukah kita mewartakan diri sendiri?

Cawas, suatu pagi
Rm. A. Joko Purwanto Pr