Melepaskan Ego
SALAH satu pendaki gunung perempuan yang berhasil menaklukkan Mount Everest (8.848 mdpl) adalah Vannesa O’Brien.
Perempuan 56 tahun itu mengatakan, “Tantangan terberat pendakian gunung bukan soal fisik, tetapi mental.”
Ia banyak bermeditasi untuk mengatasi hal-hal negatif dan rasa cemas dalam pikiran.
Menurut O’Brien, mendaki gunung telah mengajarinya banyak hal. Pertama dan tersulit adalah melepaskan kendali untuk fokus pada hal-hal yang dapat dikendalikan.
“Untuk mencapai puncak gunung, saya harus melepaskan ego yang saya miliki, terlalu berat untuk diangkut. Egoisme itu ada di suatu celah dalam hati kita.”
Melepaskan ego itulah yang paling sulit dalam hidup kita. Untuk bisa menikmati keindahan di atas puncak, egoisme pribadi harus ditinggalkan. Orang harus rela mengorbankan egonya.
Ketika berada di puncak gunung, Petrus dan teman-temannya melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya. Wajah Yesus berubah dan pakaiann-Nya menjadi putih berkilau-kilauan.
Dalam puncak kebahagiaan, Petrus berkata, “Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.”
Petrus tidak memikirkan dirinya dan teman-temannya. Ia meninggalkan egonya dan hanya mendirikan tiga kemah saja. Untuk Yesus, Musa dan Elia. Mereka sendiri tidak dipikirkan.
Dalam kemuliaan di atas gunung itu, Yesus menegaskan kembali tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi di Yerusalem.
Penggenapan itu akan terjadi di atas gunung juga yakni ketika Dia disalibkan di Gunung Golgota.
Kemuliaan Yesus itu juga ditandai dengan mengorbankan egoisme diri. Ia rela mati demi keselamatan manusia. Ia mengorbankan diri-Nya agar manusia bahagia hidupnya.
Apakah itu kebahagiaan jika hanya mengejar egoisme pribadi dan mengorbankan orang lain?
Hari-hari ini kita sedang mendengar berita, beberapa “OKB, Orang Kaya Baru” sedang diburu oleh polisi karena mereka memperkaya diri dengan melakukan bisnis penipuan.
Dalam kondisi rakyat sedang terpuruk oleh pandemi, mereka pamer kekayaan dengan rumah mewah, mobil merk terkenal, pelesir ke luar negeri.
Dalam usia belum mencapai 30 tahun sudah punya kekayaan lebih dari seratus milyar rupiah. Sungguh fantastis.
Ketika diselidiki polisi, bisnis mereka diduga perjudian online dan pencucian uang. Mereka memanfaatkan nafsu orang yang ingin cepat kaya dengan jalan pintas.
Ketika terbongkar, banyak orang merugi ratusan juta rupiah, bahkan ada yang menjual tanah dan rumah segala.
Mereka menjadi kaya raya dan memamerkannya kepada orang lain. Memburu kebahagiaan pribadi tetapi merugikan banyak orang.
Akibatnya sudah bisa ditebak; urusan dengan aparat, kembali melarat dan hidup di antara jeruji berkarat.
Peristiwa Yesus dan para murid di atas gunung itu mengajarkan kepada kita untuk berani meninggalkan egoisme pribadi dan berani berkorban demi kebahagiaan banyak orang.
Itulah kebahagiaan yang sesungguhnya. Mari kita tidak egois dan rela berkorban demi sesama.
Pergi ke spanyol untuk menonton Barcelona,
Masih berjuang untuk naik ke peringkat ketiga.
Kebahagiaan itu bukan karena memiliki segalanya,
Tetapi ketika bisa berbagi dengan yang menderita.
Cawas, belajar berkorban dan berbagi….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr