Kisah John Griffit.

SEBUAH film pendek meraih nominasi Oscar untuk best live action short film berjudul “Most” yang berarti jembatan. Film ini menceritakan kisah nyata tentang seorang ayah yang mengorbankan anak satu-satunya demi menyelamatkan ratusan penumpang kereta.

Adalah John Griffit, penjaga lintasan kereta api di Missisipi bertugas menaikkan tuas agar jembatan naik sehingga kapal-kapal bisa lewat di sungai, dan pada jam tertentu menurunkan tuas kembali agar kereta penumpang bisa menyeberang sungai.

Anaknya Greg suatu kali ikut ayahnya yang sedang bekerja. Ia sangat senang melihat kapal-kapal yang melintas di sungai. Ia asyik bermain-main di bawah jembatan.

Ayahnya terkejut karena ada kereta yang akan lewat. Ia harus menurunkan tuas jembatan.

Namun apa yang terjadi sungguh membuat jantungnya berdegub kencang, anaknya tergelincir di roda-roda jembatan.

Dia sangat panik. Kereta akan segera lewat. Ia harus menarik tuas. Tetapi anaknya ada di bawah sana.

Jika tuas ditarik, anaknya akan tergencet oleh roda. Ia dikejar waktu yang makin sempit. Menyelamatkan penumpang kereta atau anak laki satu-satunya.

Dengan berat hati dan pikiran yang gundah dia mengorbankan anaknya agar ratusan penumpang Memphis Express tetap melaju dengan selamat.

Yesus berkata, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.”

Kasih Yesus sungguh luar biasa. Dia mengorbankan Diri-Nya agar kita semua selamat. Dia mengorbankan nyawa-nya untuk menebus kita.

Dia mengasihi kita sampai sehabis-habisnya. Tangan-Nya yang terentang di kayu salib mengisyaratkan cinta tanpa batas.

Karena kita dicintai sedemikian rupa, semestinya kita membalasnya dengan saling mengasihi, sebagaimana yang dipesankan kepada kita.

“Inilah perintah-Ku yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti Aku telah mengasihi kamu.”

Tandanya kita menjadi sahabat-Nya adalah jika kita saling mengasihi. Kalau kita mengaku sebagai murid-Nya adalah jika kita melakukan apa yang diperintahkan Sang Guru kepada kita.

Oleh karena itu kita bisa bertanya pada diri kita masing-masing, sejauh manakah kita saling mengasihi?

Kalau kita mengasihi Kristus, berarti kita juga mengasihi sesama kita. Mengasihi Kristus nampak dalam tindakan kita mengasihi mereka yang lemah, miskin, tersingkir, kecil dan difabel.

Mengasihi tidak milih-milih. Mengasihi juga tidak ada pamrihnya. Sudahkah kita membalas kasih Kristus itu dengan mengasihi mereka tanpa balas?

 

Tidak ada bintang di malam hari,
Gelap gulita di malam yang sepi.
Marilah kita saling mengasihi,
Itulah hukum Tuhan peling tinggi.

Cawas, indahnya mengasihimu…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr