La Peste.
ALBERT CAMUS seorang filsuf Perancis menulis novel berjudul “La Peste.” Terjemahan novelnya adalah “Sampar.”
Bencana penyakit pes itu mirip seperti kondisi pandemi virus covid-19 sekarang ini.
Ia menggambarkan perilaku manusia menghadapi pandemi atau bencana yang menakutkan pada akhir abad 14 di Eropa.
Wabah itu menelan korban hampir sepertiga penduduk Eropa waktu itu.
Ketakutan melanda dimana-mana. Kematian seperti orang antri mencari minyak goreng yang tiba-tiba lenyap.
Penggali kubur sampai kelelahan karena keranda datang silih berganti.
Orang dirundung ketakutan yang mencekam akan datangnya malaikat maut.
Ibaratnya, “esuk lara sore pralaya, sore lara esuk mati.” (Pagi sakit sore mati, sore sakit pagi dah masuk peti).
Camus memotret perilaku orang. Ada yang cuek gak mau peduli. Orang tidak mau divaksin, gak mau ikuti prokes.
Ada yang menganggap bencana ini kutukan dari Tuhan. Ada yang menyebarkan hoak, berita bohong penebar ketakutan.
Namun ada pula yang turun tangan membantu seperti dokter Rieux, sang tokoh utama.
Kendati harus kehilangan istri tercinta, namun dia rela mempertaruhkan nyawanya.
Di tengah ketakutan yang mencekam, ada secercah harapan. Novel itu mengajari kita bagaimana menghadapi wabah.
Apakah hanya diam saja, pasrah keadaan? Apakah justru cari kesempatan dalam kesempitan seperti Cottard, Garcia dan Gonzales? Ada yang korupsi alkes, jualan test antigen, tipu-tipu suntikan, dll.
Atau seperti dokter Rieux yang tidak takut menghadapi bencana, tetap menolong orang dan rela berkorban bagi sesamanya.
Suasana pandemi masih kita rasakan sekarang. Namun ada ancaman lain yang juga mengkawatirkan yakni radikalisme, kebencian yang memecah belah warga, politik SARA, kebodohan dan tumbuhnya budaya kematian.
Dalam Injil suasana itu dihadapi para murid. Setelah Yesus disalibkan, para murid tidak terdengar posisinya. Mereka bersembunyi, ketakutan. Mereka mencari aman sendiri.
Namun ada wanita-wanita yang berani melakukan sesuatu. Mereka adalah Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome. Mereka berani ambil resiko pergi ke makam.
Kendati ada hambatan, ketakutan dan ketidak-jelasan, namun mereka tetap berjalan ke luar.
Keberanian mereka dilengkapi oleh warta penuh kedamaian dari malaikat yang berkata, “Jangan takut.”
Warta malaikat itu menguatkan kita semua, bahwa Allah tidak meninggalkan kita.
Kematian bukan hal yang menakutkan. Yesus mati untuk mengalahkan maut. Ia bangkit dan hidup.
Kita diutus untuk mewartakan kebangkitan-Nya. Warta malaikat itu sekaligus perintah kepada kita untuk tidak takut dan berani bersaksi.
Jangan takut menghadapi apapun. Tuhan telah mengalahkan maut. Ia menang atas kematian dan hidup di tengah kita.
Ada burung perkutut,
Hinggap di pohon cemara.
Jangan pernah takut,
Tuhan slalu bersama kita.
Cawas, selamat Paskah…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr