Pembukaan Pekan Doa Sedunia
Markus 2: 23-28

Aturan Hari Sabat

KAUM Farisi sangat ketat dalam menerapkan hukum Taurat. Mereka ingin menjaga agar hukum dijalankan dengan baik.

Berhadapan dengan kekafiran yang disebarkan dalam budaya Romawi, mereka harus menjaga penerapan hukum dijamin seratus persen.

Sayangnya mereka kemudian jatuh pada legal formal atau penerapan hukum yang kaku tidak pandang bulu.

Melihat para murid Yesus memetik gandum pada hari Sabat, sinyal “warning” mereka langsung berdiri.

Mereka tidak bisa menerima hukum Sabat dilanggar dengan seenaknya. Mereka menerapkan apa yang tertulis dalam Kitab Keluaran 20: 8-11 bahwa tidak diperkenankan orang melakukan sesuatu pada hari Sabat.

Dasar mereka jelas dan pasti. Mereka dibenarkan untuk mengingatkan orang agar jangan melanggar aturan.

Menghadapi situasi ini, Yesus menjawab dengan mengambil referensi dari peristiwa Raja Daud dalam Kitab 1Sam 21: 1-6.

“Belum pernahkan kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan para pengiringnya kekurangan dan kelaparan? Tidakkah ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai imam agung lalu makan roti sajian – yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam – dan memberikannya juga kepada pengikut-pengikutnya?”

Kita diajak untuk tidak mudah menghakimi atau menyalahkan orang lain dengan menerapkan hukum yang kaku.

Kaum Farisi menjadi kelompok yang suka menuduh dan menyalahkan orang. Mereka bertindak sebagai hakim yang paling berkuasa. Lalu muncul tindakan opresif yang menyengsarakan orang lain.

Yesus menghendaki agar hukum tidak membuat manusia menjadi lebih sulit dan menderita, tetapi untuk membantunya menjadi lebih baik dan bermartabat.

Dalam diskusi ini Yesus lebih berpihak untuk membela manusia daripada hukum yang membelenggu. Ia lebih menekankan ajaran kasih dan pengampunan daripada ketaatan pada hukum yang buta.

Kita belajar untuk tidak menghakimi orang hanya berdasarkan hukum tertulis yang kaku.

Manusia harus ditempatkan di atas hukum. Maka Yesus mengatakan, “Anak Manusia adalah Tuhan, juga atas hari Sabat.”

Peri kemanusiaan semestinya dijunjung lebih tinggi dari aturan legal formal. Hukum dibuat untuk kesejahteraan manusia bukan untuk menindas dan membelenggunya.

Sikap Yesus ini semoga bisa menjadi model bagi kita bagaimana memperjuangkan kemanusiaan di tengah kehidupan bersama.

Bunga mawar bunga melati.
Ditanam rapi di pinggir kali.
Mari kita lebih mengasihi.
Daripada kita menghakimi.

Cawas, kasihilah sesamamu…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr