SEORANG pimpinan perusahaan memperhatikan bagaimana reaksi seseorang jika menghadapi sebuah hambatan atau rintangan. Ia memasang batu di tengah jalan. Ia memperhatikan bagimana orang yang lewat di situ.

Seorang pemuda naik sepeda motor. Ia menabrak batu itu dan jatuh terjerembab. Dia marah-marah dan menyalahkan orang yang memasang batu di situ. Pemuda yang lain naik sepeda. Ia tahu ada batu di tengah jalan. Ia menghindar dan melenggang.

Ada pemuda miskin yang berjalan melewati tempat itu. Ia melihat batu di tengah jalan. Ia mengangkat batu itu dan menyingkarkannya di tepi. Ia melihat ada kertas kecil di bawah batu.

Ia membaca tulisan di dalamnya, “Datanglah ke kantor saya. Anda akan mendapat pekerjaan yang layak karena anda telah melakukan tindakan kecil ini.”

Yesus tahu bahwa ada banyak orang bersekongkol untuk membunuh Dia. Ia menyingkir dari mereka. Tidak ada gunanya berhadapan langsung dengan orang-orang yang mau membunuh-Nya.

Kalau kekerasan dihadapi dengan kekerasan, maka seperti pemuda yang naik motor menabrakan diri ke batu. Hasilnya akan terjerembab jatuh.

Yesus menyingkir dari mereka dan banyak orang tetap mengikuti-Nya untuk disembuhkan. Apa yang dikatakan oleh Nabi Yesaya itulah kebaikan Allah.

Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak, suara-Nya tidak terdengar di jalan-jalan. Ia tidak akan melawan. Ia tetap menunjukkan belaskasihan kepada mereka yang memusuhi-Nya.

Ia tidak akan menghukum atau menjatuhkan pembalasan. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya.

Ia tetap menunjukkan kasih-Nya dan membiarkan mereka tetap punya harga diri, berdiri tegak dan tetap menyala.

Ada tiga pola menghadapi masalah. “Antem krama” langsung tabrak urusan belakang. Kedua, menyingkir atau menghindari masalah. Ketiga, menyelesaikan dengan mencari solusi yang baik.

Bagi Yesus tidak berlaku istilah “antem krama”. Ia menyingkir lebih dahulu dan menemukan solusinya dengan tetap mengasihi dan menyembuhkan mereka. Ia tetap menghargai “buluh yang patah dan api yang hampir padam.”

Mari kita menghargai mereka yang hampir patah dan memberi semangat pada api yang hampir padam.

Mari kita menjadi bagian dari solusi agar buluh tidak patah dan api tidak padam.”Aik ce tokah, api ce padam” kata Pak Bosran.

Panas matahari begitu menyengat.
Menyiram rumput pada waktu malam.
Berilah asa bagi yang patah semangat.
Kobarkan gelora bagi yang mau padam.

Cawas, rumput hijau…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr