“Musim Panen Tiba”

PADA saat ini sedang musim panen padi di Cawas. Gereja Cawas itu gereja mewah, artinya “mepet sawah.” Di samping tembok gereja Cawas terbentang sawah yang luas.

Saya bisa memandang dari atas teras dekat lonceng gereja. Mulai dari mengolah tanah, menyebar benih, menanam bibit dan menyiangi, memupuk dan memanen, semua dikerjakan para petani dengan tekun dan sabar.

Ketika mulai tumbuh besar, kelihatan antara padi dan “jawan” atau ilalang. Walaupun sudah disiangi, tetap ada yang tumbuh bersama. Padi yang bernas tumbuhnya merunduk ke bawah. Rumput ilalang tumbuh tegak menjulang ke atas. Ilalang akan dicabut, dibuang dan dibakar. Padi yang sudah digiling masuk ke lumbung.

Yesus memberi gambaran sederhana bagaimana Kerajaan Allah itu bisa dijelaskan. Kita ini adalah benih-benih yang ditabur di tengah dunia. Dunia adalah lahan dimana benih itu tumbuh.

Benih tumbuh bersama dengan ilalang. Ilalang adalah iblis yang menghalangi kita mengembangkan potensi diri. Iblis menggoda kita agar tidak menghasilkan buah yang baik.

Tuhan menabur benih baik. Tinggal bagaimana kita berkembang. Apakah menyerah oleh himpitan ilalang atau kita berjuang mengalahkan ilalang.

Tuhan akan membantu kita dengan menyiangi, memupuk dan memberi air cukup agar kita tetap tumbuh berkembang. Orang-orang di sekitar kita adalah pupuk dan air kehidupan yang memberi semangat bagi pertumbuhan kita. Mereka adalah orang-orang yang diutus Tuhan untuk mendukung kita.

Kita ini adalah benih-benih gandum, bukan ilalang. Maka hasilkanlah kebaikan, kerendahan hati, cinta kasih, pengampunan dan kemurahan hati sebagaimana Bapa murah hati.

Musim panen adalah hari akhir. Tuhan akan memilah-milah antara gandum dan ilalang. Gandum yang baik akan dimasukkan ke lumbung. Itulah gambaran Kerajaan Allah. Ilalang akan diikat dan dibakar. Itulah hukuman neraka.

Kalau kita tidak menghasilkan kebaikan kita akan dibuang dan dicampakkan. Marilah kita berjuang untuk menghasilkan buah yang baik bagi kehidupan.

Perjalanan panjang selalu diawali dengan langkah pertama. Mari kita membuat langkah yang benar. Tidak perlu membuat hal yang muluk-muluk, hebat dan sulit. Cukuplah melakukan kebaikan-kebaikan kecil di sekitar kita.

Naik gunung dengan susah payah.
Kalau sampai di puncak terasa senang.
Jadilah benih yang menghasilkan buah.
Jangan jadi ilalang yang akan dibuang.

Cawas, SOS pengin edamamae….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr