“Askida Egmek”
ARTI harafiah kata askida egmek adalah roti yang ditaruh di keranjang yang tergantung. Namun di balik roti yang tergantung itu ada pelajaran berharga yang pantas kita teladani.
Ada kebiasaan bagus yang terjadi berabad-abad di Turki. Orang biasa membeli roti di toko. Ia membeli 4 buah roti, tetapi ia membayar untuk 8 buah roti. Si penjual mau mengembalikan uang sisanya, “Tuan anda membayar lebih, ini uang kembaliannya.”
Sang pembeli mengatakan, “ taruh saja roti sisanya di keranjang, nanti kalau ada orang yang memerlukan.” Si penjual mengatakan, “Semoga Tuhan memberkati amalmu, tuan.” Ia menaruh 4 roti di keranjang gantung.
Ada orang miskin yang datang ke toko. Ia ingin makan roti tetapi tidak punya uang. Si penjual memberinya 4 buah roti di kantongnya. Orang miskin itu berkata, “Bapak saya cukup makan dua roti saja. Biarlah yang dua untuk orang yang lebih membutuhkan.”
Begitulah askida egmek itu terjadi terus menerus menjadi kebiasaan untuk berbelarasa dan berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Kasih itu tidak pandang bulu, tanpa membeda-bedakan.
Siapa pun yang datang ke toko roti selalu menyisihkan untuk menolong sesamanya. Suatu kali mereka akan mengenang kebaikan itu dan berusaha untuk membalasnya dengan kemurahan hati yang sama.
Bacaan Injil hari ini mengungkapkan tentang belaskasih Allah yang tidak pandang bulu dan membeda-bedakan. Yesus memberi perumpamaan tentang seorang raja dan pekerja. Mereka sepakat dengan upah sedinar sehari. Ada pekerja yang bekerja dari pagi. Tetapi ada yang baru mulai bekerja sore hari. Mereka mendapat upah yang sama.
Maka bersungut-sungutlah mereka yang bekerja sejak pagi. Mereka menilai raja itu tidak adil. Tetapi kesepakatannya adalah sedinar sehari. Raja itu menjawab,”Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadapmu. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau karena aku murah hati?”
Allah itu murah hati. Allah itu adalah kasih. Ia mempunyai hati berlebih untuk manusia, khususnya yang lemah, miskin dan menderita. Kalau kita mau meniru Allah yang murah hati, kita harus memiliki hati yang berlebih. Menolong tidak harus menunggu kita kaya. Asal kita memiliki hati berlebih, kita bisa membantu sesama.
Orang kaya kalau tidak punya hati berlebih, ia tidak akan ikhlas memberi sesamanya. Orang miskin kalau punya hati berlebih, ia dengan sukacita berbagi dengan sesamanya. Mari kita bermurah hati sebagaimana Allah murah hati kepada kita.
Jalan-jalan ditutup untuk pergi ke kota.
Agar virus berkurang di masa pandemi.
Mari kita bermurah hati pada sesama.
Karena Allah lebih dulu bermurah hati.
Cawas, kopi hitam….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr