Markus 3: 20-21
Gila Pelayanan
SUATU sore ketika sedang ada latihan koor di gereja, tiba-tiba ada seorang bapak nyelonong masuk tanpa permisi. Ia berteriak keras, “Katanya punya rumah, tapi gak pernah di rumah. Apa gereja memberi gaji kok sepanjang hari di gereja?” Bapak itu marah kepada istrinya yang terlalu sibuk berkegiatan di gereja.
“Duwe bojo ora diurusi, duwe anak ora diopeni, omah njembrung ora diresiki.” (Punya suami tidak diurus, punya anak gak diperhatikan, rumah kotor didiamkan), kata bapak itu nggedumel.
Sang istri dengan muka masam, langsung “lunga klepat” meninggalkan latihan koor tanpa bilang-bilang.
Suasana latihan menjadi mencekam. “Cep klakep” hening tiada suara sedikit pun, seperti “orong-orong kepidak.” Semua hanya pandang memandang bingung tak berani berkomentar.
Kerabat Yesus mendengar bagaimana Dia berkarya di tengah banyak orang. Ia melayani semua orang tak kenal waktu.
Ia mengajar mereka di sinagoga-sinagoga. Banyak orang berdesak-desakan mencari Dia untuk sekedar menjamah jubah-Nya. Mereka yang sakit dan kerasukan datang untuk disembuhkan.
Rumah penuh sesak dengan orang bahkan sampai membludag di depan pintu. Orang-orang sampai tidak bisa masuk.
Sepanjang hari, waktu Yesus dihabiskan untuk melayani mereka. Bahkan sampai-sampai makan pun mereka tidak sempat.
Kaum kerabat-Nya menjadi gusar dan kawatir. Mereka berpikir Yesus sudah tidak waras lagi. Mereka menuduh Yesus sebagai workaholic disorder, orang yang gila kerja.
Tidak lagi memikirkan kesehatan diri sendiri. Yang penting kerja, kerja, dan kerja. Tidak memikirkan untuk makan, istirahat, berhenti sejenak nyantai.
Bisa jadi kaum kerabat-Nya juga merasa diabaikan. Mereka merasa dilupakan. Tidak mendapat porsi yang semestinya untuk bisa menikmati keberhasilan dan popularitas-Nya.
Mereka menganggap Yesus sudah tidak waras lagi. Apa gunanya pelayanan-pelayanan kalau kaum kerabat-Nya tidak memetik dan menikmati hasilnya.
Orang terdekat, keluarga atau kerabat yang tidak tahu visi misi pelayanan Yesus, bisa jadi salah paham. Mereka menganggap Yesus sudah gila, tidak waras lagi. Maka bisa muncul percekcokan dan pertengkaran.
Kalau Maria menghadapi semua ini pasti beda. Ia sejak awal sudah tahu, karena Yesus pernah berkata, “Mengapa engkau mencari Aku, bukankah Aku harus berada di rumah Bapa-Ku?”
Maria akan menyimpan segala perkara itu dalam hatinya. Ada komunikasi dan keterbukaan antara Yesus dan Maria.
Kaum kerabat-Nya menilai negatif dan menuduh Yesus gila kerja, gila pelayanan. Mereka tidak mengerti dan memahami tugas dan karya Yesus.
Di dalam keluarga kita pun penting ada komunikasi dan keterbukaan agar tidak terjadi kesalahpahaman tentang pelayanan-pelayanan.
Sungguh indah ombak di Pantai Pangandaran.
Banyak terlihat perahu-perahu nelayan di kejauhan.
Jangan jadikan pelayanan sebagai pelarian.
Keluarga dikorbankan dengan alasan melayani Tuhan.
Cawas, melayani dengan tulus hati….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr