DEWARUCI bersabda, “Heh ngger, Bratasena, sira mlebua ana ing guwagarba ulun. Sira bakal ngawruhi sing jenenge kasampurnaning dumadi.” (Hai, anakku Bratasena, masuklah kamu ke rahimku. Kamu akan menemukan apa itu hidup yang sempurna).
KETIKA Werkudara atau Bratasena masuk ke tubuh Dewaruci, ia merasakan “urip sajroning pati, mati sajroning urip.” Bima merasa tenang dan damai, tentram, bahagia dan sukacita tiada taranya.
Kedamaian sejati itu didapat jika titah atau ciptaan bersatu dengan Sang Penciptanya. Bratasena ingin tetap tinggal selamanya di rahim Sang Dewaruci.
Tetapi belum diijinkan karena dia harus mendarmabaktikan hidupnya sebagai ksatria. Ksatria itu tugasnya menegakkan kebenaran dan keadilan di dunia.
Ketika seorang bayi lahir, ia menangis menjerit-jerit “njempling-jempling” sejadinya, mengapa? Karena ia dipisahkan dari rahim ibunya. Rahim adalah surga bagi si bayi. Ia menangis menjerit seorang diri, tetapi semua orang di sekitarnya tertawa bahagia.
Ia harus terpisah dari surga yang damai, aman, tentram bahagia. Itulah dukacitanya seorang bayi. Tangisan sang bayi adalah bahagianya seorang ibu. Ia melupakan segala penderitaan ketika akan melahirkan. Perjuangan melahirkan itu adalah perjuangan hidup dan mati. Seorang ibu rela berkorban agar anaknya hidup.
Dalam amanat perpisahan-Nya, Yesus menggambarkan perpisahan dengan murid-murid itu seperti pengalaman seorang ibu yang melahirkan.
Para murid seperti bayi yang baru saja lahir. Ia menangis, sedih dan berdukacita karena lepas dari rahim ibunya. Tetapi mereka nanti akan bersukacita karena Roh Kudus diberikan Yesus pada hari Pantekosta.
Yesus naik ke surga. Tetapi Ia akan mengutus Roh Kudus-Nya, agar kita tidak berjalan sendiri. Roh Kudus itu akan menuntun kita kembali ke rumah Bapa di surga. Roh Kudus akan membimbing kita kembali ke rahim Allah.
Kita nanti akan bersatu kembali dengan Allah. Seperti Bratasena yang harus menjalankan darma hidupnya, kita pun diajak berjuang menegakkan kasih dan damai Allah. Bersama dengan Roh Yesus, mari kita menjalankan darma bakti kita.
Sore-sore makan pisang rebus.
Sambil menyeruput kopi robusta.
Tuhan Yesus mengutus Roh Kudus.
Agar kita berjuang sampai ke rumah Bapa.
Cawas, tetap di rumah aja….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr