Kolonel Javert VS Jean Valjean

TAK ada bosan-bosannya memutar kembali Film Les Miserables yang dibuat berdasarkan novel Victor Hugo. Dua tokoh penting yang saling berlawanan sifatnya yakni Kolonel Javert dan Jean Valjean.

Kolonel Javert mewakili gambaran kaum Farisi yang taat hukum secara kaku, legalistik sekaligus munafik.

Sedangkan Jean Valjean menggambarkan sifat orang Samaria yang baik hati.

Oleh Kolonel Javert, hukum dipandang sebagai sesuatu yang kaku, letterlijk, wajib dilakukan sedetil-detilnya tanpa pandang situasi.

Dengan berlaku seperti itu, dia suka menuduh orang lain kafir, salah, harus dihukum. Dia cenderung bertindak sok suci dan munafik. Dia terus menerus mencari kesalahan orang.

Dan ternyata dia sendiri dalam kegelisahannya membutuhkan kokain!!!

Jean Valjean mewakili sifat yang diajarkan Yesus yakni kasih dan pengampunan. Hukum tidak cukup hanya dihapal dan diamalkan secara kaku. Tetapi mesti diwujudkan dengan landasan kasih tanpa pamrih.

Dalam diri Valjean, belaskasih diwujudkan dengan tindakan nyata. Ia selalu mengampuni Javert yang mengancam jiwanya. Ia menolong orang kecil, menyelamatkan pelacur dan anaknya, merawat orang sakit.

Kasih menjadi prioritas utama daripada hukum yang kaku.

Yesus mengatakan bahwa Dia hadir bukan untuk meniadakan hukum Taurat tetapi untuk menggenapinya.

“Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.”

Kitab Taurat adalah kitab Musa yang berisi hukum. Kitab itu banyak mengajarkan larangan dan perintah.

Yesus datang untuk menggenapi yakni dengan melakukan perintah dengan lebih mengutamakan kasih. Prioritasnya bukan melarang tetapi mengasihi.

Salah satu contoh bagaimana Dia menggenapi Taurat misalnya, “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”

Yesus tidak mengedepankan seremoni atau penampilan luar seperti yang dipertontonkan kaum Farisi, tetapi lebih mendasari ketulusan hati.

Orang Farisi suka memamerkan pelaksanaan hukum Taurat supaya dipuji. Di luar nampak baik, saleh dan suci, tetapi di dalamnya busuk tak berperikemanusiaan.

Dalam hal berpuasa, berdoa dan beramal, Yesus tidak mau menonjolkan diri. Melakukan aturan puasa, berdoa dan beramal tidak perlu dipamer-pamerkan seperti orang yang tidak mengenal Allah.

Hati yang tulus dan tersembunyi itu yang berkenan pada Allah.

Dengan tindakan seperti itulah Yesus menggenapi apa yang masih kurang dalam pelaksanaan hukum Taurat.

Dia menegaskan, “Siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah Taurat, ia akan menduduki tempat tertinggi di dalam Kerajaan Surga.”

Marilah kita terus menerus berusaha mewujudkan hukum kasih dengan tindakan nyata dan tanpa pamrih.

Orang stres sukanya mabuk-mabukan,
Menenggak wine seloki demi seloki.
Beramal kasih tidak perlu dipamerkan,
Tuhan maha tahu apa yang tersembunyi.

Cawas, mengasihi tanpa pamrih…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr