“Dwi Tunggal”
KITA mempunyai uang kertas paling tinggi nilainya, yaitu seratus ribu rupiah. Di situ ada gambar dua orang paling berjasa bagi Indonesia yakni Sukarno dan Mohamad Hatta. Nama keduanya tak bisa dipisahkan. Dalam naskah proklamasi kedua nama itu tertera mewakili seluruh rakyat Indonesia menjadi bangsa merdeka.
Keduanya berjuang demi Indonesia merdeka. Nama keduanya tertulis dalam tinta emas sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama dari bangsa yang masih muda.
Sayang dwi tunggal itu bubar setelah sepuluh tahun Indonesia merdeka. Hatta mundur karena tidak setuju dengan ide politik Sukarno yang mengusulkan pemerintahan dengan sistem demokrasi terpimpin. Model seperti itu hanya akan melahirkan diktator.
Hari ini kita memperingati dalam gereja tokoh dwitunggal yakni Timotius dan Titus. Keduanya adalah murid St. Paulus. Timotius memimpin jemaat di Efesus.Titus menjadi uskup di Kreta. Timotius sering menjadi teman Paulus dalam perjalanan mewartakan Injil. Titus sering diutus memperdamaikan pertikaian di antara jemaat. Timotius wafat sebagai martir seperti Paulus. Titus menjaga jemaat sampai akhir hayat dengan setia.
Pada saat ini pun Tuhan membutuhkan pekerja yang berani menjaga domba-domba-Nya. Tuhan membutuhkan pekerja-pekerja. “Tuaian memang banyak, tetapi sedikitlah pekerjanya. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.”
Siapkah kita menjadi pekerja Tuhan, diutus masuk seperti domba di tengah-tengah serigala? Memang tidak mudah menjadi pekerja. Kadang tidak diterima, tidak dipercaya, dibenci, digosipin dan tidak dianggap.
Jika kita benar-benar diutus, kita tidak boleh mundur dan putus asa.
Tugas kita adalah mewartakan kabar gembira dan Tuhanlah yang akan bekerja menyelesaikannya.
Mari kita tekun dan setia seperti St. Timotius dan Titus. Ketekunan akan membuahkan hasil yang berlimpah pada saatnya.
Naik kuda keluar masuk kota.
Jangan lupa memakai kacamata.
Kita diutus wartakan kabar gembira.
Mari kita jalani dengan sukacita.
Cawas, jangan lupa bahagia….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr