Pokoke Maknyuuuss…..
JARGON ini diperkenalkan oleh pakar kuliner Bondan Winarno. Setiap kali dia mencicipi menu makanan favorit, dia akan mengatakan, “Pokoke maknyuuss….” sambil menggoyangkan jempol dan telunjuk jarinya yang terkatup menempel sebentar di mulut.
Sebenarnya Bondan adalah wartawan senior, namun dia lebih terkenal dengan laporan on the spot tentang kuliner Nusantara.
Ia mencicipi aneka makanan favorit Nusantara dan mempromosikan kepada banyak orang. Ia hanya bertugas mencicipi makanan. Makanan apa yang dicicipi pasti akan menjadi populer.
Ia makan hanya sedikit, mengambil inti cita rasa dan memberi penilaian. Kalau dia sudah bilang, “Pokoke maknyuuuusss….” makanan itu dijamin bercitarasa tinggi.
Yesus mengajak ketiga murid-Nya naik ke sebuah gunung. Para murid mengalami peristiwa surgawi. Yesus berubah rupa di depan mereka. Yesus dalam kemuliaan berbicara dengan Musa dan Elia, dua nabi besar di Israel.
Pengalaman konsolasi yang hanya sekejab itu membuat Petrus ternganga, namun bingung mau berbuat apa. Spontan ia ingin tetap tinggal di puncak gunung dengan membuat tenda.
“Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Sebab ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya.
Sama seperti Bondan Winarno, dia hanya bilang, “Pokoke maknyuuus” untuk menggambarkan nikmatnya sebuah masakan. Maknyuus itu sudah mewakili citarasa yang tidak bisa digambarkan lagi.
Petrus juga mencicipi kemuliaan surgawi. Ia tidak bisa mengatakan apa-apa, kecuali spontan ingin membuat tiga kemah, padahal mereka berenam.
Kita pasti juga pernah mengalami suatu peristiwa rohani yang tidak bisa dirumuskan. Relasi membahagiakan dengan Allah yang sulit digambarkan. “Pokoknya sangat luar biasa”
Di situ kita sudah mencicipi pengalaman surgawi. Walau hanya sebentar, kecil, sederhana, namun sangat nikmat mempesonakan.
Petrus dan teman-temannya sedikit mencicipi pengalaman kebangkitan. Bondan juga mencicipi sedikit pengalaman “maknyuus”.
Maknyuus yang sesungguhnya ketika kita bersatu dengan Sang Khalik. Kebahagiaan yang sesungguhnya ketika mengalami hidup ilahi bersama dengan Allah, seperti Yesus yang bangkit.
Agar rasanya menjadi “maknyuus” makanan itu harus dipotong-potong, dimasak dengan api. Ia harus berkorban, mau menderita.
Yesus mengajar para murid-Nya, jika mau ikut bangkit mulia, harus siap berkorban menderita sengsara. Maukah kita?
Tengkleng Mbah Warti rasanya maknyus.
Jangan lupa teh poci panasnya.
Kalau kita mau bangkit bersama Yesus.
Kita harus mau menderita bersama-Nya.
Cawas, terimakasih atas doa-doanya….
Rm. Alexandre Joko Purwanto,Pr