Inspirasi dari Gadis Jepara.
BARU saja kita memperingati hari kelahiran RA Kartini, gadis muda dari Jepara. Boleh dibilang ini adalah hari perjuangan kesetaraan, emansipasi dan pemerdekaan antara perempuan dan laki-laki.
Mungkin kita tidak bisa membayangkan kondisi hidup Kartini pada waktu itu. Ia hidup antara tahun 1879-1904. Hanya duapuluh lima tahun, tapi jasanya dikenang sepanjang masa.
Namun dari tulisan-tulisannya dalam Buku “Habis Gelap Terbitlah Terang,” kita bisa membayangkan penderitaan sebagai perempuan yang terkungkung oleh adat istiadat dan diskriminasi yang mematikan.
Kartini hidup ketika kita belum merdeka, dijajah oleh Belanda. Tidak banyak anak bisa sekolah saat itu.
Bahasa Belanda adalah bahasa khusus untuk kaum elite bangsawan. Ada diskriminasi antara pribumi dan kaum penjajah.
Ada perbedaan mencolok budaya rakyat jelata di bawah dan kaum bangsawan dan kaum penjajah yang di atas.
Hanya sedikit rakyat jelata yang bisa berbahasa Belanda. Rakyat bawah tidak ada kesempatan belajar Bahasa Belanda.
Rakyat jelata berbahasa pribumi, bahasa daerahnya sendiri. Bahasa menjadi alat bagi penjajah untuk menindas.
Orang pribumi tidak boleh pandai, tidak perlu belajar tinggi-tinggi. Apalagi kaum perempuan ada di kelas paling rendah.
Inilah pergolakan Kartini. Di satu sisi dia ingin belajar tinggi seperti Kakak laki-lakinya, RM.Sosrokartono. Di sisi lain dia terikat adat perempuan Jawa yang harus tunduk di bawah laki-laki, berada di belakang, “macak-masak-manak.”
Pola pikir Kartini adalah pola pikir pembebas. Dia ingin mendobrak jurang atas-bawah, jurang pemisah, jurang pembodohan, jurang ketidak-adilan.
Ia menggunakan bahasa dari atas untuk merombak pola pikir dan perilaku yang membelenggu. Ia berjuang untuk mengangkat kaum bawah agar setara merdeka. Kini jasanya kita nikmati bersama.
Yohanes berbicara kepada murid-muridnya tentang Yesus.
Ia berkata, “Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya. Siapa yang datang dari sorga adalah di atas semuanya.”
Yesus itu datang dari atas. Kita semua berasal dari bawah. Kita manusia berasal dari bumi dan berbicara dengan bahasa bumi.
Yesus berbicara dalam bahasa Allah, karena Dia berasal dari Allah. Allah adalah kebenaran. Yang mendengarkan Yesus berarti mengakui kebenaran.
Siapa yang menerima kesaksian-Nya akan memperoleh kebenaran yakni hidup kekal.
Kita telah menerima pola pikir RA Kartini yang memperjuangkan kesamaan hak dan kemerdekaan setiap pribadi.
Cara yang dipikirkan Kartini itu benar dan kita yakini sekarang.
Maka kalau kita menerima sabda dan kehendak Yesus, kita juga akan memperoleh kebenaran bahwa siapa saja yang percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal.
Begitu pula siapa yang menolak cara pikir Kartini, dia tetap hidup dalam perbudakan, dijajah dalam perbedaan dan dipenjara oleh kebodohan.
Siapa saja tidak taat pada Anak, dia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.
Sebagaimana RA Kartini itu membawa pembebasan dari adat dan kondisi yang membelenggu, demikian juga Yesus datang untuk membebaskan kita dari perbudakan dosa yang menyengsarakan.
Pertanyaan reflektif: Apakah anda sudah menerima dan memahami bahwa Yesus datang membawa kebenaran yang akan membebaskan?
Apakah anda sudah hidup menurut pola pikir-Nya yang datang dari Allah?
Sebentar lagi datang Idul Fitri,
Saat indah untuk mengampuni.
Yesus Sang Kebenaran Sejati,
Dia datang dari Allah sendiri.
Cawas, bulan penuh berkah…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr