“Mungkinkah ini menjadi gambaran kita yang kadang-kadang melarikan diri ketika ada masalah menghadang kita? Atau ketidakpedulian kita ketika ada teman atau saudara yang mengalami kesulitan?” kata Uskup Agung Semarang Monsinyur Robertus Rubiyatmoko. Orang- orang dekat itu adalah para murid Yesus. Yesus sendirian berjuang untuk mempertahankan diri dan hanya Bunda Maria dan perempuan lain yang setia mengikuti Yesus sejak dari rumah Pilatus sampai Golgota bahkan setia sampai wafat-Nya.
Ia mengatakan bahwa ini adalah pengalaman yang meneguhkan dari seorang ibu terhadap anaknya. Yesus hanaya menerima olok-olok dan cacimaki dengan sendirian dan menanggung penderitaan sendirian. Yesus memanggul salib ke Golgota dengan sendirian. Puncak kesendirian Yesus nampak ketika Yesus berseru “Allahku! Allahku! Mengapa Engkau meninggalakan Aku?” sebuah jeritan yang mengungkapkan kesendirian yang mendalam. Justru di saat akhir kehidupan-Nya, Yesus merasa bahwa Allah meninggalkan-Nya dan tidak peduli dengan Yesus. Tetapi Yesus tetap bertahan sampai akhir ketika harus wafat di kayu salib. Semua Yesus terima dan jalani sendirian dengan penuh ‘legawa’, merdeka, dan bebas. Uskup Agung Semarang Monsinyur Robertus Rubiyatmoko menjelaskan bahwa malam sebelumnya sudah direnungkan bahwa hal ini adalah ungkapan kasih yang total dan tulus dari Yesus pada manusia yang berdosa. Yesus ingin melaksanakan kehendak Bapa-Nya yakni menyelamatkan umat manusia yang berdosa. Dosa dan kelemahan kitalah yang ditanggung Yesus sampai menderita dan wafat di kayu salib sehingga kita mengalami keselamatan dan penebusan-Nya. Kematian Yesus menjadi sumber kehidupan bagi manusia yang beriman.
“Pantaslah pada saat ini ketika kita mengenangkan kembali bagaimana Yesus menderita dan wafat di kayu salib. Kita menghaturkan syukur dan terimakasih pada Tuhan yang berkorban hanya untuk keselamatan manusia.” katanya. Yesus telah memberikan teladan bagaimana Ia menjalani tugas panggilan dengan penuh tanggung jawab dan kesetiaan sampai akhir dan membutuhkan pengorbanan yakni hidup-Nya sendiri.
Belajar dari Yesus, kita dipanggil untuk memanggul salib kehidupan kita masing-masing dan menjalani tugas panggilan masing-masing dengan penuh kesetiaan sampai akhir entah sebagai room, bruder, suster, seminaris, orang tua, pasangan, anak, entah bekerja, entah belajar. Bagaimana kita menanggung panggilan kita masing-masing dengan penuh kesetiaan sampai akhir seperti sebagai orang katolik, ketika menghadapi banyak tantangan dan kesulitan, dicibir, dicemooh, ditolak, bahkan mungkin dicelakai. Satu hal yang menjadi keyakinan kita seperti Yesus, yaitu kita tidak akan pernah sendirian karena Allah Bapa akan menyertai kita mendampingi kita membopong dan membantu kita sehingga kita dapat menyelesaikan panggilan sampi akhir.
Peristiwa sengsara dan wafat Yesus adalah peristiwa penuh warna karena kita mengalami keselamatan dan ditebus dari dosa-dosa kita. Bapak Uskup mengajak kita untuk selalu bersyukur atas anugerah peristiwa sukacita dan gembira ini karena Tuhan rela menjadi penebus dan penyelamat bagi kita semua. Tak lupa juga dalam kebersamaan seluruh umat di dunia, kita diajak untuk menyampaikan doa syukur dan permohonan kepada Allah untuk kepentingan umat manusia, umat gereja, dan kita bersama.
Live Streaming ini adalah bentuk usaha dari Keuskupan Agung Semarang untuk seluruh umat. Semoga apa yang telah diupayakan dapat membantu kita semua untuk semakin bersyukur kepada Tuhan. Marilah kita memaknai peristiwa ini dengan sungguh-sungguh dan berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Kita harus berusaha untuk menyikapinya dengan bijaksana dan penuh ketaatan kepada Pemerintah dan Gereja. Semoga dengan doa-doa kebersamaan kita dan seluruh dunia, segala hal yang meghambat akan segera berlalu.
Demikianlah pesan-pesan yang disampaikan oleh Bapak Uskup pada saat Ibadat Jumat Agun tahun 2020. Semoga pesan ini dapat kita renungkan dan kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari kita.