by editor | Jul 30, 2018 | Renungan
SETIAP KALI acara kelulusan sekolah, murid-murid JB atau anak-anak De Brito pasti bikin acara yang beda dengan anak sekolahan lain. Kalau anak-anak lain pada corat-coret baju dengan pilok, baju seragam anak-anak JB tetap bersih bahkan disumbangkan bagi yang membutuhkan.
Kalau anak-anak lain habis pengumuman, pawai keliling kota dengan motor bising dan mengganggu pengguna jalan, anak-anak JB long march jalan kaki dari sekolah ke Tugu Jogja sambil membagi nasi bungkus ke tukang-tukang becak dan memunguti sampah di jalanan.
Karakter Ignatian itulah yang ditanamkan oleh para Jesuit pengikut St. Ignatius yang hari ini kita rayakan. Injil hari ini berbicara tentang menabur benih gandum yang baik. St. Ignatius ikut menaburkan benih yang baik agar anak-anak muda punya nilai hidup dan memperjuangkannya.
Harus diperjuangkan secara konsisten dan konsekuen karena di tengah gandum tumbuh juga lalang yang bisa menghalangi. Selamat pesta pendiri bagi para Jesuit dan alumni-alumni. Semoga terus semangat menaburkan karakter Ignatian bagi generasi muda.
Mari kita ikut menabur benih kebaikan supaya dunia makin menampakkan wajah kerahiman Tuhan.
Selamat merenungkan dan apa ada aksi solidaritas untuk saudara-saudari di Lombok yang kena musibah gempa? Ulurkan tangan untuk membantu.
Berkah Dalem.
(Rm. A. Joko Purwanto Pr)
by editor | Jul 28, 2018 | Renungan
PERISTIWA pergandaan lima roti dan dua ikan sering saya alami sebagai peristiwa berbagi dan bersyukur. Saya sering menjumpai umat yang dengan ikhlas hati dan suka cita mau berbagi.
Di beberapa tempat saya tak jarang menemukan umat yang ikut terlibat berkegiatan menggereja, mau memberi apa yang dipunyai, merasa bersyukur atas kasih Allah. Ketika itu dipersembahkan lewat gereja justru tidak berkurang, malah berkelimpahan.
Di Pugeran, Klepu dan Nanga Tayap sangat terasa sekali umat begitu murah hati sehingga peristiwa mukjijat pergandaan lima roti dan dua ikan itu mudah dialami. Yesus dalam peristiwa itu menggerakkan partisipasi orang-orang di sekitarnya. Yang awalnya para murid pesimis, dengan semangat syukur diubah menjadi optimis dan bahkan berkelimpahan.
Jika ada semangat mau berbagi dan bersyukur maka tak ada yang mustahil. Peran gembala adalah memberi optimisme, pengharapan dan membuka partisipasi dari siapapun -anak kecil pun diberi peluang – ikut terlibat.
“Sethithik ora ditampik, akeh sangsaya pekoleh” artinya sedikit akan menjadi bukit, banyak akan jadi berkat. Ini kata-kata jimat yang membuat semua orang terbuka untuk terlibat.
Sudahkah Anda terlibat berbagi dan bersyukur dalam menggereja?
Pernahkan anda mengalami peristiwa mukjijat lima roti dua ikan, ketika anda memberi justru anda memperoleh bahkan berkelimpahan?
Semoga anda mengalaminya karena saya sudah pernah.
Selamat merenungkan.
Obor Asian Games itu juga bagian dari berbagi kegembiraan. Salam obor Asian Games.
Berkah Dalem.
(Rm. A. Joko Purwanto Pr)
by editor | Jul 28, 2018 | Renungan
PERANG Baratayuda tak terhindarkan. Kresna sebagai duta Pandawa minta kembalinya Negeri Astina ke pangkuan anak-anak Pandu gagal.Kurawa yang jahat dan tamak tetap ‘keukeh’ menduduki Astina.
Sebelum terjadi perang, Kresna membujuk Karna untuk kembali ke Pandawa karena mereka satu saudara sedarah daging keturunan Dewi Kunti.
Karna adalah putera sulung Kunti, kakak para Pandawa. Tetapi dia hidup bersama para Kurawa. Sebagai ksatria Karna konsisten , tetap pada pendiriannya membela Kurawa.
Dia mengambil posisi sebagai “urub-urubing obor” atau pengobar semangat bagi Duryudana. Kalau tidak demikian Duryudana tidak punya nyali maju berperang.
Kalau tidak jadi perang, maka orang jujur dan benar tidak akan bisa memusnahkan angkara murka. Karna seorang ksatria yang baik hidup di tengah ilalang keangkara-murkaan Kurawa.
Kebaikannya bersinar teguh di antara keburukan Kurawa. Pengorbanannya membuat Pandawa akhirnya menang dalam Baratayuda. Angkara murka (ilalang) musnah oleh kebenaran (gandum) para Pandawa. Becik ketitik ala ketara.Yang benar dan baik akan kelihatan pada akhirnya.
Dalam perumpamaan Injil hari ini Tuan yang menabur benih berkata,”biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai tiba.
Pada waktu itu aku akan berkata pada para penuai, “kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berkas-berkas untuk dibakar, kemudian kumpulkanlah gandumnya ke dalam lumbungku”.
Tuhan itu murah hati. Lalang dan gandum dibiarkan tumbuh bersama. Tetapi pada akhirnya lalang akan dibakar dan gandum akan dimasukkan ke dalam lumbung.
Kita tinggal memilih, mau menjadi lalang atau gandum, mau dibakar dalam api neraka atau masuk ke dalam lumbung Tuhan di surga. Tidak ada kata terlambat untuk menjadi gandum.
Marilah kita wujudkan. Selamat merenungkan.
Malam ini ada gerhana bulan total “Blood Moon” jam 00.13 yang hanya terjadi 100 tahun sekali. Mau lihat ?
Berkah Dalem.
(Rm. A. Joko Purwanto Pr)
by editor | Jul 26, 2018 | Renungan
YESUS menjelaskan arti perumpamaan tentang penabur. Ada 4 jenis tanah dimana benih ditaburkan.
1. Benih jatuh di pinggir jalan.
2. Benih jatuh di tanah berbatu-batu.
3. Benih jatuh di semak duri.
4. Benih jatuh di tanah yang baik.
Masing-masing tumbuh sesuai dengan jenis tanahnya. Yang di pinggir jalan diinjak orang dan dimakan burung.
Di tanah berbatu, tumbuh namun segera layu dan kering karena tak berakar. Di semak berduri, terhimpit hingga mati dan tidak berbuah.
Di tanah yang baik tentu berbuah, ada yang 100x lipat, ada yang 60x lipat dan 30x lipat.
Penabur adalah orang yang menaburkan firman Tuhan. Benih yang jatuh adalah firman Tuhan yang masuk ke hati manusia. Jenis tanah adalah setiap hati yang berbeda-beda.
Pertanyaannya, tanah macam apakah hati kita ini?
Benih itu bertumbuh kah di dalam hidup kita?
Buah-buah apakah yang kita hasilkan dari firman Tuhan itu?
Jangan-jangan Tuhan menyindir kita, “Tak tandur pari jebul thukule malah suket teki” (Kutanam padi tapi yang tumbuh malah rumput liar).
Selamat merenungkan.
Salam Obor Asian Games. Kita Indonesia.
(Rm. A. Joko Purwanto Pr)
by editor | Jul 25, 2018 | Renungan
PERNYATAAN Yesus di atas merespon permintaan Ibu Yohanes dan Yakobus agar kelak anak-anaknya duduk di sebelah Yesus.
Agak kontras ketika Yesus menuju Yerusalem untuk menderita di salib justru murid-muridNya berebut soal duduk di kursi kekuasaan. Ada yang tidak nyambung.
Para murid belum paham bahwa kebesaran Kerajaan Allah diukur melalui pelayanan, bukan kedudukan, jabatan atau kuasa.
Melayani berasal dari kata “diakonein” melayani tuannya di meja makan. Menjadi pelayan berarti menjadi hamba atau budak pada jaman itu.
Budak hanya bekerja untuk melayani tanpa apresiasi, penghargaan atau bahkan tidak diberi ucapan terimakasih. Itu bukan haknya budak.
Dalam pandangan Kerajaan Allah justru pelayanan seperti hamba itulah yang dinilai tinggi. Bukan seperti pandangan dunia yang diminta Ibu Zebedeus tadi.
Kalau ingin jadi besar harus mau jadi pelayan. Kalau mau terkemuka harus mau jadi hamba. Intinya adalah sikap hidup melayani, mengutamakan orang lain.
Tanpa sadar kita sering menyebut pelayan Tuhan atau pelayan gereja. Tetapi sikapnya tidak mencerminkan itu.
Namun gayanya seperti “petinggi” yang minta dihormati, minta previlegi, marah kalau tidak disiapkan ini itu.
Martin Luther King Jr, pejuang anti diskriminasi di Amerika pernah berkata: “Setiap orang bisa menjadi besar karena setiap orang bisa melayani. Anda tidak perlu menjadi sarjana untuk melayani. Anda tidak perlu pandai berkotbah untuk bisa melayani. Anda tidak perlu belajar filsafat, mengenal Plato atau Aristoteles untuk bisa melayani. Anda hanya membutuhkan hati yang penuh kasih, jiwa yang digerakkan kasih untuk melayani” .
Selamat merenungkan.
Selamat mengiringi Obor Asian Games.
Gereja Katolik Indonesia, kata Mgr. Suharyo, mendukung penuh kegiatan Asian Games di Jakarta dan Palembang. Kita Indonesia.
Berkah Dalem.
(Rm. A. Joko Purwanto Pr)