Puncta 27.01.22 – Kamis Biasa III/C || Markus 4:21-25

 

“Lampu Strongkeng”

ORANG yang masih ingat lampu strongkeng atau lampu petromaks pasti umurnya sudah di atas limapuluh tahun.

Ya, lampu ini sangat berguna dan terkenal di era tahun 70-an. Lampu berbahan bakar minyak tanah ini bisa menerangi sepanjang malam.

Biasanya dulu dipakai pada saat ada hajatan besar.

Saya sering melihat pertunjukan wayang orang di SD Banyuaeng setiap kali upacara “nyadran.”

Banyak lampu petromaks dipasang di atas panggung untuk menerangi pemain-pemain wayang yang pentas.

Para pedagang yang berjualan di lapangan juga memakai lampu petromaks ini. Penonton banyak yang datang.

Mereka tidak hanya cari hiburan, tetapi juga bermain judi. Para bandar biasanya menggelar judinya di halaman rumah warga. Mereka tidak pakai petromaks karena terlalu terang.

Namun memakai obor atau pelita. Terangnya agak remang-remang biar tidak terlalu menyolok oleh petugas polisi.

Kalau terjadi gropyokan oleh polisi, mereka bisa langsung lari tanpa harus repot-repot menyelamatkan petromaks.

Pelitanya ditinggal begitu saja. Kadang-kadang saking terburu-buru dan panik ada uang yang tertinggal di dekat pelita. Saya sering menemukannya. Lumayan dapat “cipratan….”

Petromaks atau pelita digunakan untuk menerangi agar semua bisa kelihatan jelas.

Barang itu dipasang di atas atau digantung.
Apa pun akan terlihat dan tidak ada yang tersembunyi.

Yesus memberi pengajaran kepada murid-murid-Nya dengan menggunakan gambaran pelita yang di taruh di atas kaki dian. Tidak di bawah tempat tidur.

Karena tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan dan tidak ada suatu rahasia yang tidak akan tersingkap.

Di zaman sekarang ini kita tidak bisa menyembunyikan sesuatu. Zaman digital yang serba canggih, siapa pun yang menggunakan alat-alat digital, dia akan meninggalkan jejak digital.

Orang-orang yang suka pasang status di media digital akan mudah dilacak dan diketahui seluruh aktivitasnya.

Pelita atau Petromaks zaman ini namanya digital. Apa saja yang ditaruh di media digital akan mudah terungkap dan tersingkap.

Semua yang baik atau pun yang buruk akan diketahui. Tidak ada lagi yang bisa disembunyikan. Orang baik akan kelihatan baiknya. Orang jahat sepandai-pandai menyembunyikan kejahatannya, suatu saat pasti akan terbongkar.

Tidak ada suatu rahasia yang tidak akan tersingkap. Lambat namun pasti suatu hari akan terungkap.

Untuk itu Yesus memperingatkan kepada kita, “Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar.”

Jangan sampai terlena dan terlambat. Mari kita membawa pelita untuk selalu menerangi diri kita.

Membawa pelita berarti memberi teladan akan kejujuran, dapat dipercaya, berani “blak-blakan” hidup apa adanya.

Membawa pelita berarti bersaksi dengan sebuah teladan hidup yang baik lewat perilaku dan tutur kata.

Hujan dan petir saling menyambar di angkasa.
Membuat hati dan pikiran menjadi takut.
Kejujuran dan kerendahan hati adalah pelita.
Pasanglah tinggi-tinggi sebagi kesaksian hidup.

Cawas, mari berani bersaksi….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 26.01.22 – PW. St. Timotius dan Titus, Uskup || Lukas 10: 1-9

 

“Wartakan Kabar Sukacita”

PERJALANAN ke Stasi Harjon atau Camp Kenibung memakan waktu satu hari kalau tidak singgah-singgah. Jarak stasi ini dari paroki berkisar 162 km dengan jalan tanah, tidak beraspal.

Saya sering melakukan turne dengan menyinggahi Camp Tigal dan Stasi Beginci lebih dulu. Ke Beginci jalannya lebih buruk lagi.

Stasi ini berada di tengah hutan yang dikelola oleh PT Suka Jaya Makmur. Sebagai pastor paroki di Nanga Tayap dulu saya harus memelihara iman umat yang bekerja di camp-camp di tengah hutan.

Setidaknya dua bulan sekali mereka dikunjungi dengan pelayanan misa, pengakuan dosa, baptisan dan pemberesan perkawinan.

Biasanya ada mobil perusahaan yang menjemput, namun pernah juga saya naik sepeda motor melewati jalan berliku dan naik turun bukit.

Hiburan yang menyenangkan kadang ketemu ular, monyet, babi hutan, kancil atau pelanduk. Kalau pas musim buah kadang dapat durian jatuh. Uenaknya luar biasa.

Jarang sekali ketemu orang. Rasanya seperti di ujung dunia. Tidak ada listrik apalagi sinyal.

Tetapi kepada mereka yang jauh dari pusat paroki tetap harus dilayani demi iman yang bertumbuh.

Wilayah yang sangat luas, umat yang tersebar, jalan-jalan yang rusak parah, juga tenaga imam yang hanya sedikit membuat kami semua harus berjibaku untuk mewartakan Kabar Sukacita.

Hari ini pada peringatan St. Timotius dan Titus, Tuhan bersabda, “Tuaian memang banyak, tetapi sedikitlah pekerjanya. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.”

Mereka berdua adalah murid-murid Paulus yang bekerja keras memelihara kawanan. Paulus mengajak mereka untuk bersaksi tentang Injil.

“Berkat kekuatan Allah ikutlah menderita bagi Injil-Nya.”

Pelayanan pemberitaan Injil ini terus menerus diwariskan kepada kita semua. Masih ada banyak umat yang membutuhkan pewartaan sabda Allah. Masih ada wilayah-wilayah yang menanti kehadiran para pewarta sabda.

Menderita demi Injil-Nya akan lebih membahagiakan daripada kita menderita demi mengejar hal-hal duniawi yang akan hilang.

Ada banyak sukacita ketika kita berani menderita demi mewartakan Injil.

Kalau kita membawa damai, maka ada banyak saudara menyambut dimana-mana. Pertolongan Tuhan selalu tepat dan hadir pada saat diperlukan.

Kasih Tuhan selalu memelihara kita dimanapun, ketika kita berani menderita demi Injil-Nya.

Beranikah kita minta kepada tuan yang empunya tuaian? Maukah kita pergi memberitakan Injil-Nya? Jangan ragu, Tuhan membutuhkan anda. Ya, andalah orangnya.

Ayo kita ke Kalimantan.
Sebentar lagi jadi Ibukota.
Jadi imam atau biarawan,
Hidup penuh dengan sukacita.

Cawas, Tuhan memanggil anda….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 25.01.22 – Pesta Bertobatnya St. Paulus, Rasul || Markus 16: 15-18

 

“Gunawan Wibisana”

RAHWANA atau Dasamuka adalah raja Alengka yang menculik Dewi Sinta dari tangan Rama. Rahwana ingin memperistri Sinta karena dia adalah titisan Betari Widowati, istri Dewa Wisnu.

Rahwana mempunyai tiga adik; Kumbakarna, Sarpakenaka dan Gunawan Wibisana. Semua berwajah raksasa, hanya Gunawan yang berwujud manusia tampan dan bijaksana.

Gunawan sering mengingatkan bahwa tindakan Rahwana adalah salah besar. Ia minta supaya Rahwana mengembalikan Sinta.

Rahwana marah diingatkan oleh adiknya. Ia bersumpah tidak akan mengembalikan Sinta. Gunawan memutuskan untuk pergi. Ia tidak mau berpihak pada Rahwana yang salah.

Gunawan pergi ke Ayodya mengabdi kepada Rama. Ia berpihak pada yang benar. Kendati Rahwana adalah saudara, tetapi karena tindakannya salah, Gunawan tidak mau mendukungnya. Ia memilih pada kebenaran.

Hari ini Gereja merayakan bertobatnya Santo Paulus. Paulus atau Saulus adalah seorang Yahudi yang fanatik. Saking fanatiknya, dia berusaha menangkap dan memenjarakan pengikut Kristus yang dianggap sebagai sekte baru.

Pengikut Kristus ini dianggap duri dalam daging Kaum Yahudi yang harus dimusnahkan.

Saulus mengejar mereka sampai di Damsyik. Dengan surat kuasa dari para tetua dan imam kepala, dia menangkap pengikut Jalan Tuhan.

Tetapi di tengah perjalanan, Yesus menampakkan diri kepada Saulus. Ada suara yang berkata, “Akulah Yesus yang kauaniaya itu.”

Disinilah titik balik kehidupan Saulus. Perlahan dan pasti dia dibimbing kepada kebenaran sejati. Dia akhirnya menemukan bahwa keselamatan hanya ada dalam Yesus.

Paulus berani berkata, “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Seluruh hidupnya dipakai untuk mewartakan Kristus.

Bahkan dia berkata, “Celakalah aku jika aku tidak mewartakan Kristus.” Kini Paulus berada di pihak Kristus. Ia menjadi milik Kristus.

Bagi Bangsa Yahudi, Paulus mungkin seperti Gunawan Wibisana yang membelot ke pihak Ramawijaya. Gunawan tahu mana yang benar dan yang salah. Ia memilih berada di pihak yang benar, kendati harus mengorbankan saudaranya.

Paulus memilih berpihak pada Kristus dan harus mengorbankan kebangsaannya. Ia meninggalkan agama Yahudi dan percaya pada Kristus.

Ia dengan semangat berkobar-kobar mewartakan Kristus yang bangkit. Ia menyatakan bahwa iman kepada Yesus Kristuslah yang menyelamatkan bukan hukum Taurat.

Apakah kita juga mengalami pertobatan seperti Paulus? Apakah kita juga berani bersaksi tentang iman kita kepada Kristus seperti yang diwartakan Paulus?

Jangan sampai iman kita mati dan dipendam sendiri dalam hati, sehingga tidak berbuah.

Paulus mengalami pertobatan.
Ia jadi pewarta unggul sepanjang zaman.
Mari kita jadi pewarta iman.
Menghidupi Kristus di seluruh kehidupan.

Cawas, berani bersaksi…..
Rm.A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 24.01.22 – Senin Biasa III/C

Markus 3: 22-30

Berpikirlah Secara Logis.

KAUM Farisi menuduh Yesus menggunakan kuasa Beelzebul, penghulu setan untuk mengusir setan. Orang yang berbuat baik tidak selalu diterima dengan baik.

Buktinya Yesus menyembuhkan orang yang kerasukan setan. Tetapi orang-orang Farisi justru menuduh Yesus menggunakan kuasa setan.

Yesus mengajak berpikir dengan logika. Bagaimana kalau kerajaan setan saling berperang. Pasti kerajaan itu akan segera runtuh, karena mereka saling melawan satu sama lain.

Cara berpikir seperti itu sudah menggambarkan sebuah kebodohan. Yesus balik bertanya, “Bagaimana iblis dapat mengusir iblis? Kalau suatu kerajaan terpecah-pecah, kerajaan itu tidak dapat bertahan.”

Namun kaum Farisi sudah terlanjur benci kepada Yesus. Orang yang benci, diajak berpikir logis jelas tidak nyambung.

Benar atau salah sudah tidak penting bagi mereka. Yang penting dilawan, dihancurkan, dijatuhkan, ditentang mati-matian.

Perbuatan baik dengan menyembuhkan orang yang kerasukan itu tidak dipandang bahwa kuasa ilahi ada di pihak Yesus.

Dengan tindakan pembebasan itu sebenarnya Yesus telah menghadirkan Kerajaan Allah. Namun hal itu sulit dipahami atau diterima oleh lawan-lawan Yesus.

Mereka tetap tidak percaya. Mereka melancarkan tuduhan yang mau menjatuhkan Yesus.

Sama seperti para lawan Jokowi, mereka tidak bisa menerima kebaikan dan keberhasilan Jokowi dalam memimpin negeri ini.

Walaupun kita menjelaskan bagaimana saham Freeport berhasil diambil negara, Petral dibubarkan, pembangunan infrastruktur digenjot dimana-mana; waduk, bandara, pelabuhan, kilang minyak dan jalan tol. Ibukota negara disiapkan.

Orang yang terlanjur benci selalu mencari celah untuk menjatuhkan. Misalnya ada yang menuduh Jokowi itu keturunan PKI.

Ada lagi yang bilang dia itu antek Cina. Sampai ada yang tidak mau divaksin gara-gara sinovac berasal dari China. Pokoknya orang benci sudah tidak bisa diajak berpikir secara logis.

Begitulah kaum Farisi menuduh Yesus secara ngawur. Mereka tidak bisa memakai logika.

Yang penting “waton njeplak” asal ngomong. Benar atau salah, logis atau tidak omongan itu tidak dipikir.

Hantam dulu urusan belakang. Kalau nanti ditangkap polisi ya bilang aja mohon maaf sedang khilaf, kita kan bangsa yang mudah memaafkan.

Menghadapi tuduhan seperti itu, Yesus memberi dua jalan. Pertama selalu berpikir secara logis dan benar. Kedua menunjukkan fakta dan bukti bahwa kaum Farisi, anak buah mereka, juga mengusir setan.

Kalau Yesus mengusir setan dengan kuasa setan, dengan kuasa siapa mereka juga mengusir setan?

Selama kita masih bisa berpikir logis, kita masih waras. Gunakan logika dan akal sehat. Akal sehat itu adalah berkat. Jangan sia-siakan berkat yang kita dapat agar kita selamat.

Naik sepeda dari kampung Pokoh,
Menuju gua Marganingsih di Bayat.
Kita ini bukan kaum yang bodoh,
Jangan mudah ditipu dengan ayat.

Cawas, gunakan logika….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 23.01.22 – Minggu Biasa III/C

Lukas 1: 1-4; 4: 14-21

Kitab Suci Sumber Sukacita

SUATU saat saya turne ke stasi untuk misa. Lektor dengan mantap membaca bacaan pertama.

Di mimbar dia membaca,”Bacaan pertama, pembacaan dari surat Rasul Paulus kepada umat di Filipina.” Saya terperanjat, kaget.

Setelah misa selesai, saya panggil lektor tadi. Saya bilang, “Tadi kamu salah baca, bukan Filipina, tetapi Filipi.”

Dia malah menjawab, “Ah Pastor sok teu, di peta tidak ada Filipi. Yang ada itu Filipina kan?”

Di stasi lain, ada lektor yang membaca bacaan kedua. “bacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus bab duabelas dibagi duabelas dikurangi tigapuluh.”

Saya menahan tawa sampai perut saya terasa keras dan sakit.

Segi positifnya, Kitab Suci itu memang memberikan sukacita dan kegembiraan.

Di sisi lain kita harus banyak memberi katekese-katekese dan pengenalan akan Kitab Suci secara benar.

Merenungkan pesan bacaan hari ini, terkandung pesan kuat bagaimana Kitab Suci sangat perlu diajarkan dan diwartakan.

Bagaimana Imam Ezra membacakan Kitab Taurat kepada umat, memberi keterangan sehingga dimengerti mereka. Umat menanggapi dengan berlutut dan sujud menyembah.

Di bagian awal Injilnya, Lukas menceritakan bagaimana ia mengumpulkan peristiwa-peristiwa hidup Yesus dari saksi-saksi. Ia menyelidiki dengan seksama, lalu menuliskannya supaya pembaca makin mengenal siapa Yesus sesungguhnya.

Dari situ kita juga tahu bagaimana Yesus sendiri mendasarkan karya-Nya pada Kitab Suci. Ia rajin datang ke sinagoga dan membaca Kitab Suci.

Kepada-Nya diberikan Kitab Nabi Yesaya. Setelah membacanya, Ia tegas bersaksi, “Pada hari ini genaplah nas tadi sewaktu kamu mendengarnya.”

Ia menjelaskan bahwa apa yang tertulis dalam Kitab Nabi Yesaya itu saat ini sudah terjadi dalam diri-Nya. Ia hadir untuk memberitakan bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang.

Jadi ada tiga tahap yang seharusnya kita lakukan yakni; membaca Kitab Suci, menyelidiki dengan seksama dan menggenapinya atau mewujud-nyatakan sehingga isi Kitab Suci itu menjadi terlaksana.

Kadang kita membaca saja malas. Akibatnya kalau disuruh jadi lektor ya sasar susur.

Kita tidak perlu takut dan ragu membaca Kitab Suci. Meskipun tidak paham dan tahu maksudnya, rajinlah membaca. Roh Kudus nanti akan membimbing dengan caranya sendiri.

Bagi para lektor, prodiakon, katekis dan petugas lain, tidak cukuplah hanya dengan membaca saja. Tetapi harus berusaha menyelidiki dengan seksama, mempelajari lebih dalam.

Meluangkan waktu untuk belajar lebih lanjut, agar sebagai petugas punya pengetahuan lebih untuk menuntun umat.

Dan seperti teladan Yesus, kita diajak untuk menggenapi nas atau isi Kitab Suci dengan perbuatan-perbuatan yang dikehendaki Tuhan.

Menggenapi itu berarti mempraktekkan sabda Tuhan. Seperti Yesus, kita juga dipanggil menghadirkan tahun rahmat Tuhan di tengah-tengah dunia.

Jakarta tidak lagi disebut DKI.
Ibukota baru sedang disiapkan Jokowi.
Ayo belajar membaca Kitab Suci.
Biar kita tahu ada kota namanya Filipi.

Cawas, merenungkan sabda-Mu…
Rm. A.Joko Purwanto, Pr