Puncta 15.02.22 || Selasa Biasa VI/C || Markus 8:14-21

 

Ragi Kebencian dan Adu Domba.

MENJELANG pemilu, konstelasi politik di negeri ini biasanya meningkat. Tidak sadar kita digiring dalam bingkai pilihan kubu agama dan nasionalis. Seagama saja bisa beda kubu. Masyarakat jadi terpecah belah.

Pengalaman di DKI jadi trauma politik yang menghancurkan. Agama dijadikan alat politik. Agama yang seharusnya mencerahkan kehidupan, tetapi dipakai segelintir orang untuk kepentingan politiknya.

Inilah ragi yang terus ditaburkan di masyarakat sampai sekarang. Ragi yang membuat sistem politik menjadi busuk, merusak dan memecah belah.

Jangan terlena dan waspadalah tahun 2024 pasti akan terjadi lagi.

Yesus memperingatkan para murid-Nya tentang ragi kaum Farisi dan Herodes.

Kaum Farisi adalah kelompok agama dalam Yudaisme. Mereka lebih kaku dalam aturan-aturan lahiriah; hukum Sabat, pakaian jubah-jubah, cuci tangan, cawan, perkakas ibadat. Ragi kaum Farisi adalah munafik dan legalistik.

Kaum Farisi merasa diri paling benar dalam beragama karena mereka merasa telah menjalankan aturan daripada orang lain. Mudah menghakimi dan menyalahkan orang lain.

Orang dibuat takut dengan aturan agama yang selalu menghukum. Mereka suka memberi beban kepada orang lain, namun mereka sendiri tidak mau menyentuh beban itu.

Ragi kelompok Herodes adalah rasa nyaman oleh kebijakan politik Herodes. Kelompok Herodian adalah kaum politikus yang mendukung Herodes. Bagi mereka Herodes adalah mesias.

Mereka merasa nyaman diberi kedudukan politis, ekonomi dan fasilitas negara. Mereka bisa korupsi dengan aman dan lancar.

Yesus menjuluki Herodes sebagai serigala karena kejam dan menghalalkan segala cara. Contohnya pembunuhan Yohanes Pembaptis dan nantinya juga menyalibkan Dia.

Yesus dipandang oleh kelompok Herodian sebagai ancaman kemapanan.

Yesus mengingatkan para murid agar tidak tercemar ragi Herodes. Ambisi dan nafsu politik yang merusak tidak boleh ditiru.

Nilai-nilai Injil harus bisa menggarami politik, bukan praktek politik kotor yang menggarami hidup kita. Politik diarahkan untuk kebaikan bersama, demi keadilan, kebenaran dan cinta kasih. Bukan demi ambisi pribadi dan kelompok tertentu.

Yesus mengajarkan kekuasaan itu untuk melayani, bukan untuk menindas demi keuntungan pribadi.

Mari kita mulai cerdas berpikir. Coba kita perhatikan, lebih-lebih di tahun depan, agama dan politik akan dimainkan demi ambisi kekuasaan.

Kaum Farisi dan Herodian akan bergabung untuk membungkam kebenaran dengan segala cara, demi kepentingan mereka, bukan demi keselamatan bangsa.

Marilah kita menjadi warga negara yang cerdas berpolitik. Jangan mudah dibodohi dengan janji-janji surga demi elite tertentu. Sesudah mereka berkuasa lalu lupa pada rakyat yang tetap menderita.

Mari kita teliti ragi apa yang sekarang sedang disebar di masyarakat kita.

Gajah berkelahi melawan gajah,
Pelanduk mati di tengah-tengah.
Jangan mudah kita dipecah belah,
Yang untung hanya negeri sebelah.

Cawas, tebarkan kebaikan…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 14.02.22 || PW St. Sirilus, Pertapa dan Metodius, Uskup || Markus 8: 11-13

 

Tanda Agama yang Baik.

LEONARDO BOFF, seorang teolog dari kelompok “The Teology of Freedom” dari Amerika Latin bertanya pada Dalai Lama, pemimpin umat Budha dari Tibet, “Yang Mulia, apakah agama yang paling baik itu?”

Boff menduga bahwa Dalai Lama akan menjawab, “Agama Budha dari Tibet.”

Ternyata sambil tersenyum, Dalai lama menjawab, “Agama terbaik yaitu agama yang membuat anda menjadi orang yang lebih baik.”

Sambil menutupi rasa malu karena punya dugaan yang egoistik, Boff bertanya lagi, “Apakah tanda agama yang membuat kita menjadi lebih baik?”

Pemimpin yang bijak itu menjawab, “Agama apapun yang membuat anda lebih welas asih, lebih berpikiran sehat, lebih obyektif dan adil, lebih menyayangi, lebih manusiawi, lebih punya rasa tanggungjawab, lebih ber-etika.

Agama yang punya kualitas seperti di atas adalah agama terbaik.”

Leonardo terdiam sejenak dan terkagum-kagum atas jawaban yang luhur dan bijak dari seorang Dalai Lama.

Pemimpin umat Budha itu melanjutkan, “Tidak penting bagiku, apa agamamu, tidak peduli anda beragama atau tidak, yang betul-betul penting bagi saya adalah perilaku anda di depan kawan-kawan, di tengah keluarga, lingkungan kerja dan masyarakat dunia.”

Orang Farisi ingin mencobai Yesus. Mereka meminta kepada-Nya tanda dari surga. Mereka ingin minta bukti atau tanda bahwa Yesus utusan dari surga.

Yesus mengeluhkan sikap batin mereka. Percaya pada yang kelihatan saja mereka tidak bisa, bagaimana mungkin bisa paham tanda dari surga.

Yesus telah menyembuhkan banyak orang sakit; orang buta melihat, orang tuli mendengar, orang bisu berbicara, orang mati dibangkitkan, orang lumpuh berjalan, orang berdosa diampuni, orang miskin mendengar kabar gembira.

Itu semua adalah tanda kehadiran Allah. Namun mereka tidak melihat tanda-tanda itu. Bagaimana mungkin mereka masih meminta tanda dari surga?

Dalai Lama bisa melihat tanda-tanda agama yang baik adalah agama yang terwujud dalam tingkah laku pemeluknya; welas asih, berpikir sehat, obyektif dan adil, kasih sayang, tanggungjawab, manusiawi dan ber-etika.

Orang-orang seperti itu dituntun oleh ajaran agama yang baik dan benar.

Sebaliknya kaum Farisi tidak bisa melihat apa yang dikerjakan Yesus sebagai tanda-Nya bahwa Dia adalah utusan dari surga. Karena kedegilan hati mereka, Yesus tidak memberi tanda.

Orang yang tidak percaya, sekalipun diberi tanda dan dijelaskan, mereka tetap “maido” (meragukan), tidak mau terbuka dan percaya.

Apakah anda juga tidak percaya dan meragukan kasih-Nya yang rela mati untuk anda?

Jika Yesus boleh bertanya kepada anda, “Apa tanda atau bukti bahwa engkau mengasihi-Ku? Apa balasan cintamu pada-Ku?

Lalu apa jawaban anda?

Sepanjang hari menikmati hujan,
Mendung tebal menutupi angkasa.
Tandanya kasih adalah pengorbanan,
Bukan di mulut tetapi di tindakan nyata.

Cawas, masih butuh bukti……?
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 13.02.22 || Minggu Biasa VI || Lukas 6: 17.20-26

 

Flexing; Pameran Kekayaan.

ISTILAH ini sekarang makin populer. Flexing artinya suka pamer kekayaan, suka menonjolkan harta benda bermerk terkenal. Orang merasa bangga disebut sebagai “sultan” atau “the crazy rich” karena kekayaannya.

Orang yang “flexing” cenderung suka pamer kekayaan, rumah serba mewah bak istana, mobil bermerk berderet-deret, sering piknik ke luar negeri, kuliner di tempat luxury.

Padahal sesungguhnya jauh dari kenyataan. Istilah kerennya “too good to be true.”

Flexing juga diartikan sebagai palsu, suka memalsukan atau memaksakan gaya hidup agar diterima dalam pergaulan. Punya mobil mewah tapi gak punya garasi atau rumahnya masih sewa.

Ada orang yang menggunakan flexing untuk marketing.

Kita masih ingat dengan kasus agen tour yang pemiliknya suka foto di rumahnya yang super mewah, jalan-jalan ke luar negri, suka pameran mode di Paris untuk menawarkan produk demi memancing keberuntungan?

Dan betul, akhirnya banyak orang tertipu.

Orang kaya beneran biasanya tidak ingin diketahui atau dikenal. Ia menjaga privacynya. Ia mementingkan quality and comfort.

Orang yang pura-pura kaya karena flexing beli barang untuk dipamerkan. Mereka seperti iklan berjalan.

Mereka bergaya dengan tas, sepatu, kacamata, jaket, mobil bermerk terkenal dan mahal. Flexing identik dengan pencitraan.

Baru nanti ketika terjerat masalah akan terbongkar semua. Mereka dikejar dirjen pajak, dituntut dan dilaporkan ke polisi karena penipuan.

Akhirnya harus meringkuk untuk menanggung perbuatannya. Hati-hatilah dengan flexing.

Jangan kita mudah terkecoh atau tertipu karena foto-foto di medsos bisa menjebak.

Yesus mengingatkan kepada mereka yang suka flexing. “Celakalah kamu hai orang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburan.

Celakalah kamu yang kini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu yang kini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis.

Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara itu pula nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.”

Kasihan orang kaya yang suka pamer dan menyombongkan kekayaannya, karena mereka akan dikejar-kejar tukang pajak.

Kasihan orang yang kenyang dan suka pamer kuliner di tempat-tempat mewah, suka memposting makanan-makanan enak dan mahal, karena meraka nanti akan kehabisan modal dan kelaparan.

Kasihan kamu yang foya-foya dan tertawa-tawa; sering pergi ke luar negeri dengan jet pribadi, karena suatu saat kamu akan berdukacita dan menangis karena kehilangan semuanya.

Kasihan kamu yang suka cari pujian dengan flexing karena sebetulnya mereka itu adalah nabi-nabi palsu. Mereka hanya bergaya biar dikira orang hebat.

Yesus memuji mereka yang miskin dan lapar karena mereka hanya bisa percaya dan mengandalkan Allah semata. Allah akan memperhatikan mereka yang menangis karena derita. Hiburan-Nya akan diberikan kepada mereka.

Berbahagialah mereka yang berjuang demi kebenaran, kendati dikucilkan, dibenci dan ditolak, namun Kerajaan Surga menanti orang-orang benar.

Apakah anda juga tergiur untuk Flexing di medsos yang semu?

Memetik kangkung dimasak plencing,
Dimakan dengan sambal teri dan ikan.
Waspadalah dengan gaya hidup Flexing,
Jangan tertipu karena hanya pencitraan.

Cawas, jangan menipu diri sendiri….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 12.02.22 || Sabtu Biasa V/C || Markus 8: 1-10

 

Bersyukur dan Berbagi

DALAM pertemuan bina lanjut Komunitas ME di Cawas akhir Januari kemarin, panitia kecil berpikir keras bagaimana menjamu para peserta.

Saya mengusulkan agar kita menggunakan model “lima roti dua ikan.” Artinya apa yang ada pada kita, mari kita kumpulkan, biar Tuhan yang melengkapinya. Akhirnya semua setuju.

Setelah acara pembinaan selesai, semua diundang untuk makan bersama. Semua menikmati dengan sukacita.

Sambil makan bersama, para bapak ngobrol berkelompok sambil sharing-sharing kecil. Mereka bercerita tentang buah-buah weekend yang mereka alami sungguh luar biasa.

Semangat berbagi nampak dari aneka hidangan yang tersaji. Ada yang bawa salad. Ada yang bawa tengkleng, ada yang bawa sop ayam, ada yang bawa nasi, ada yang bawa buah. Semua dinikmati bersama.

Bahkan masih ada sisa. Mereka pulang masih membawa berkat masing-masing.

Ketika kita mau bersyukur dan berbagi, Tuhan pasti mencukupi, bahkan berlimpah.

Yesus peduli pada orang-orang yang mengikuti-Nya. Sepanjang hari mereka mendengarkan pengajaran-Nya. Pasti mereka butuh makan.

Para murid tidak bisa mencari solusi dan balik bertanya, “Bagaimana di tempat yang sunyi ini orang dapat memberi mereka roti sampai kenyang?”

Yesus mengetuk hati mereka untuk berbagi. “Berapa roti yang ada padamu?”

Mereka memiliki tujuh roti dan beberapa ikan saja.

Tuhan mahakuasa. Apa yang menurut manusia tidak mungkin, bagi Tuhan tak ada yang mustahil.

Ia mengambil tujuh roti, mengucap syukur dan memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada para murid untuk dibagi-bagikan.

Apa yang ada disyukuri dan dibagikan. Ternyata semua bisa makan kenyang dan bahkan ada sisanya. Dari tujuh roti menjadi sisa tujuh bakul.

Kita diajak untuk bersyukur dan berbagi. Berbagi tidak harus menunggu kita punya banyak. Sekecil apapun jika kita mampu mensyukuri dan berani berbagi, maka akan menjadi berkelimpahan.

Semangat bersyukur memungkinkan kita tidak pernah merasa kekurangan.

Bisakah anda mensyukuri apa yang ada dan ikhlas berbagi dengan mereka yang berkekurangan?

Tuhan akan memberkati anda dengan cara yang tidak terduga.

Beli bubur lethok di jalan Panjaitan.
Beli jadah tempe bacem di Kaliurang.
Syukur akan membawa kelimpahan.
“Ngaya” bikin kita selalu merasa kurang.

Cawas, selalu bersyukur….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 11.02.22 || Jumat Biasa V/C || Hari Orang Sakit Sedunia || Markus 7: 31-37

 

Tuhan Menjadikan Segalanya Baik

MANDY Harvey menggetarkan panggung AGT (America Got Talent). Sejak kecil Mandy ingin jadi penyanyi. Ia telah belajar sejak usia 4 tahun.

Tetapi pada umur 18 tahun ia kehilangan pendengaran alias tuli. Dokter mendiagnosis Mandy kehilangan jaringan ikat. Ia divonis tuli seumur hidup.

Hancur dan pupus sudah impiannya jadi musisi. Ia merasa dunia terasa sunyi dan sepi. Ia merasa hancur dan sedih.

Dengan ingatan yang kuat akan musik, Mandy belajar lebih giat. Ia dibantu penterjemah dengan bahasa isyarat.

Ia menemukan caranya sendiri untuk merasakan getaran musik, yakni dengan kakinya. Dengan kaki telanjang dia bisa merasakan ritme musik pengiringnya.

Setelah sepuluh tahun belajar, ia memberanikan diri tampil di ajang AGT. Dengan ukulele ia menyanyikan lagu ciptaannya sendiri, “TRY.”

Lagu ini berkisah tentang perjuangannya bangkit dari keterpurukan. “I will try, I will try. Aku harus terus mencoba dan mencoba,” katanya.

“Aku tidak membutuhkan penterjemah untuk memberikan ini.” kata Simon Cowel sambil memencet Golden Buzzer.

“Saya merasa kita akan melihat lebih banyak hal hebat dari penyanyi super berbakat ini.” kata Simon memuji Mandy.

Tepuk tangan gemuruh penonton tidak bisa dia dengarkan, tetapi reaksi penonton yang memberi apresiasi dengan standing ovation serta pelukan hangat Simon Cowel membuat dunia Mandy bersinar kembali.

Ia merasakan impiannya datang lagi. Masa depan dan cita-citanya terbuka kembali.

Yesus datang untuk segala bangsa. Ada orang sakit tuli dan gagap dari Dekapolis, wilayah bangsa kafir.

Yesus berkata, ”Efata” dan orang itu bisa mendengar dan berbicara.

Semua orang takjub dan berkata, “Ia menjadikan segala-galanya baik. Yang tuli dijadikannya mendengar, yang bisu dijadikannya berbicara.”

Orang yang mau membuka diri terhadap Allah, ia akan melihat hal-hal yang baik. Orang kafir dari Dekapolis ini mau percaya pada Yesus.

Hasilnya, ia bisa mendengarkan sabda Tuhan dan berbicara tentang kebaikan Allah.

Mari kita terbuka pada kasih Allah. Siapapun kita tidak terkecuali diundang membuka diri pada rencana Allah.

Jika demikian, kita akan melihat bahwa Tuhan menjadikan segala-galanya baik pada kita.

Kebaikan Tuhan yang kita alami itu mestinya membuat kita berani memberitakannya kepada seluruh dunia.

Seruan “Efata” yang kita alami juga membangkitkan kita untuk bersaksi tentang kebaikan Tuhan.

Naik kereta menuju kota Tasik.
Singgah sebentar di Purwakarta.
Tuhan selalu punya rencana baik.
Mari kita terbuka pada kehendak-Nya.

Cawas, semua-baik-baik saja….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr