by editor | Feb 9, 2022 | Renungan
Never Give Up…!!!
APA kendaraan yang anda pakai sekarang? Honda? Toyota? Suzuki? Yamaha? Kawasaki? Mitsubishi? Subaru?
Tahukah anda bahwa merk-merk itu adalah nama dari para pendirinya yang telah sukses menciptakan sarana transportasi global?
Kesuksesan mereka tidak dicapai dengan mudah. Mereka mengalami banyak kesulitan dan tantangan.
Honda yang nama lengkapnya Soichiro Honda memulai kariernya dengan menjadi petugas cleaning service dan pengasuh anak majikan di sebuah bengkel.
Ia baru menjadi mekanik di bengkel setelah 6 tahun bekerja.
Ia berhasil menciptakan ring piston, tetapi karena perang dunia meletus, pabriknya hancur oleh bom dan gempa bumi. Ia bangkrut dan jatuh miskin.
Ia harus mulai dari nol lagi. Ia tidak menyerah. Ia tidak putus asa.
Ia punya mimpi suatu saat bisa menciptakan motor yang mendunia. Dari berbagai kegagalan, ia terus belajar dan mencoba.
Akhirnya tahun 1946 ia mendirikan pabrik Honda sebagai brand merknya. Dua tahun berselang ia berhasil menciptakan motor yang jadi impiannya, the dream of motorcycle.
Soichiro Honda tidak pernah menyerah. Kendati berkali-kali gagal dan jatuh, namun ia terus mencoba dan mencoba.
Kini namanya dikenal di seluruh dunia, terpatri menyatu dengan semua orang. One Heart Honda.
Perempuan Siro-Fenisia itu tidak pernah menyerah. Yang menjadi satu impiannya hanyalah anaknya sembuh. Ia menerobos kerumunan banyak orang dan tersungkur di kaki Yesus.
Kendati dia sadar, dia bukan orang Israel, Bangsa pilihan, namun ia percaya Yesus bisa menolongnya.
Tanggapan Yesus ternyata negatif, bahkan mungkin sangat merendahkannya.
Ia disamakan dengan anjing. “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.”
Ia direndahkan sehina-hinanya. Namun ia tidak putus asa. Dengan berani dia menjawab, ”Benar Tuhan, tetapi anjing di bawah meja pun makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak.”
Melihat semangat pantang menyerah dari ibu itu, Yesus luluh hati-Nya. “Pulanglah, sebab setan itu sudah keluar dari anakmu.”
Anak ibu yang gigih dari Siro Fenisia itu sembuh.
Kita bisa belajar dari semangat ibu yang tak pernah putus asa ini. Ia terus mencoba sampai berhasil.
Seperti kata Honda, “When you fail, you also learn how not to fail.”
Kegagalan membuat kita instrospeksi diri, belajar dari pengalaman untuk tidak gagal lagi.
Kegagalan adalah kesempatan lebih giat untuk belajar.
Ibu Siro-Fenisia itu tetap punya harapan kendati terpuruk di tempat paling bawah. Tetap punya harapan kendati sedang gagal.
“Hope makes you forget all the difficult times.” Jangan menyerah, tetaplah punya harapan.
Lampu padam malam tiba-tiba gelap.
Di kejauhan nampak ada sinar secercah.
Keberhasilan tidak dicapai dalam sekejap,
Ia butuh berjuang tanpa kenal menyerah.
Cawas, never give up…..
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Feb 9, 2022 | Renungan
“Don’t Open Your Milk Factory in Kuta Beach”
KALAU kita berwisata di Pulau Dewata, dan berjalan-jalan di pinggir pantai, kita sering melihat turis-turis berjemur dengan berbikini ria.
Saking bebasnya orang buka-buka baju di Pantai Kuta, Joger, si Pabrik Kata-Kata memberi peringatan lucu, kreatif dan menggelikan dengan tulisan di temboknya, “Don’t Open Your Milk Factory in Kuta Beach.”
Kendati orang bebas buka-bukaan, kita jarang mendengar berita pemerkosaan atau pelecehan sexual di Bali.
Namun akhir tahun kemarin kita dikejutkan dengan berita seorang pengasuh Yayasan yang memiliki bording school di Bandung yang memperkosa siswinya sampai 12 anak.
Bahkan dari mereka telah lahir 7 bayi dan masih ada dua anak lagi yang mengandung hasil kebejatan moral sang guru.
Kita yang awam ini heran dan bertanya-tanya. Para siswi ini kan berbaju agamis tertutup dan sopan. Tidak mungkin menggoda syahwat dan birahi lelaki. Beda dengan turis di pantai Kuta.
Tapi kok bisa ya seorang guru, yang mestinya “digugu lan ditiru” (dicontoh dan diteladani) bertindak asusila dan bejat?
Yesus membantu menjawab pertanyaan itu dengan berkata, “Apa pun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya. Tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.”
Banyak orang melihat pabrik susu di Pantai Kuta, toh tidak ada niat jahat untuk memperkosa mereka. Namun kalau hati dan pikiran udah kotor, melihat siswi yang berbaju tertutup dari ujung kepala sampai ke ujung kaki pun bisa timbul niat jahat dan menggagahinya.
Yesus menegaskan lagi, “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskan. Sebab dari dalam hati orang timbul pikiran jahat, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat itu timbul dari dalam dan menajiskan orang.”
Tidak ada gunanya membuat banyak aturan yang membatasi perempuan, kalau hati dan pikiran kaum lelaki tetap “ngeres dan jenes.”
Apa yang dari luar itu tidak menajiskan. Apa yang ada di dalam hati dan pikiran itulah yang bisa merusak dan membuat dosa.
Banyak larangan dan aturan tidak membantu jika hati manusia tidak diperbaiki.
Dalam budaya Jawa ada istilah bagus untuk membetengi hati yakni “Tepa Selira.”
Tepa selira artinya dapat merasakan (menjaga) perasaan (beban pikiran) orang lain sehingga tidak menyinggung perasaan atau menyakiti sesama atau dapat meringankan beban orang lain.
Ada tenggang rasa; toleransi: kita harus mempunyai rasa “tepaselira” terhadap sesuatu yang dirasakan dan diderita orang lain. Kita bisa menempatkan diri di pihak mereka.
Mengapa wanita di Jepang bisa bebas dan aman beraktivitas di malam hari? Karena orang akan berpikir seandainya perempuan itu istriku, saudariku, atau anakku, pasti akan menderita jika mengalami musibah. Itulah bentuk nyata sikap “tepaselira.”
Marilah kita dasari hati kita dengan benar. Karena apa yang keluar dari hati itulah yang akan menentukan. Hati baik menghasilkan perilaku baik. Hati jahat akan membuahkan tindakan jahat.
Matahari sedang menjauhi bumi,
Hawanya dingin menusuk tulang pipi.
Tebarkan kebaikan di dalam sanubari,
buahnya menyebar ke sudut-sudut hati.
Cawas, menjaga hati….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Feb 9, 2022 | Renungan
“Silahkan Naik ke Lamin Saya, Pastor”
JANGAN salah sangka kalau ada seorang ibu yang berkata, “Kalau turne, jangan sungkan naik ke lamin saya ya pastor.”
Yang dimaksud lamin atau laman itu pondok atau rumah panggung.
Seorang pastor dari Jawa merah padam mukanya ketika ada ibu yang menawarinya singgah ke rumahnya.
Harap berhati-hati karena ada aturan adat yang tidak membolehkan bertamu jika di rumah itu hanya ada istri atau anak gadis saja.
Seorang pastor pernah dihukum adat karena memboncengkan seorang ibu yang pulang dari ladang. Pastor itu akan pulang ke pastoran dari kunjungan di stasi yang jauh.
Matahari tepat di atas kepala. Panas terik sangat menyengat. Di tengah perjalanan, ada seorang ibu yang memberhentikannya. Ibu itu baru pulang kerja dari ladangnya.
Karena jalan jauh dan panas terik membakar kulit, ia minta ijin membonceng pastor.
Pastor mengijinkannya karena mereka searah perjalanan.
Tentu saja pastor yang berhati baik itu hanya bermaksud menolong. Tidak tega melihat perempuan jalan di tengah panas terik matahari.
Pastor itu mengantar si ibu sampai di rumahnya. Tetapi suami si ibu ini tidak terima pastor memboncengkan istrinya. Sang Pastor dihukum adat.
Pastor itu menerima dengan bijak dan hanya berkata, “Dimana bumi dipijak, langit dijunjung.”
Sifat munafik sering ditunjukkan kaum Farisi dan para ahli Taurat. Mereka lebih menekankan adat istiadat bikinan manusia daripada hukum Allah.
Membasuh tangan, membersihkan badan, mencuci cawan, kendi dan perkakas lainnya adalah contoh adat tradisi yang dibikin manusia.
Tidak melakukan ritual itu dipandang najis, kotor, tidak suci, berdosa. Mereka mudah mengadili orang lain.
Ketika melihat murid-murid makan dengan tidak mencuci tangan, mereka langsung teriak, “Najis, najis, najis.”
Yesus mengutip perkataan Nabi Yesaya, “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadat kepada-Ku, sebab ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.”
Bibirnya “komat-kamit” berdoa, mulutnya teriak-teriak memuji Allah, tetapi hatinya menyimpan iri dan benci, pikirannya suka mengadili orang lain, perilakunya jauh menyimpang dari ajaran Allah.
Yesus mengukur kesalehan bukan dari segi lahiriah. Kesalehan adalah ketaatan pada aturan Allah yang menyelaraskan antara kata dan tindakan.
Kaum Farisi jatuh pada kemunafikan karena mereka terlalu menekankan ketaatan hukum bikinan manusia, namun tidak mempraktekkannya.
Sabda Yesus itu juga ditujukan pada kita. Janganlah kita bersikap munafik dan suka mengadili orang lain.
Lihatlah dirimu sendiri sebelum menghakimi sesamamu.
Pergi ke sawah melihat para petani,
Senda gurau sambil memotong padi.
Lebih baik kita merendahkan diri,
Daripada kita suka menghakimi.
Cawas, menunggu matahari…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Feb 9, 2022 | Renungan
Kepercayaan Tumbuh dari Pelayanan yang Tulus.
“CEKAKIPUN yen sampun disuntik kalih Suster mesti mantun.” (Pokoknya kalau sudah disuntik oleh Suster pasti sembuh) demikian komentar banyak umat di Stasi Ngaliyan, Paroki Sukoreja, ketika kami turne bersama Romo Paroki dan tim kesehatan dari Poliklinik Suster SND di Sukorejo.
Waktu itu saya sebagai frater membantu di Sukorejo. Kami melayani umat stasi-stasi bersama.
Romo Wiharjono SJ, saya dan suster-suster SND dengan beberapa perawat naik mobil Taft ke Ngaliyan, Pilangsari dan Gemuh.
Umat di stasi sudah menunggu sejak siang. Mereka yang sakit dilayani para perawat.
Saya mengajar agama anak-anak, melatih koor mudika dan Romo Wiharjono kunjungan keluarga.
Malam harinya ditutup dengan ekaristi di kapel. Kami sampai di pastoran biasanya sudah tengah malam.
Banyak umat percaya kalau diberi obat atau disuntik oleh suster perawat dari gereja pasti sembuh.
Mereka diobati dengan gratis. Tetapi ada juga yang memberi beras, kelapa, jagung, ketela atau sayur hasil kebun mereka.
Tidak hanya umat katolik, tetapi umat yang lain juga ikut dilayani.
Karya Yesus dikenal banyak orang di wilayah Danau Genesaret. Dimana Yesus berada, orang berbondong-bondong datang ingin disembuhkan dari berbagai penyakit.
Dimana Yesus pergi, orang selalu mengerumuni. Mereka meletakkan orang-orang sakit di jalan, di pasar agar ketika Yesus lewat mereka bisa menjamah jumbai jubah-Nya.
Kepercayaan kepada Yesus membuat mereka disembuhkan. Dengan menyentuh jumbai jubah-Nya saja, orang sembuh dari penyakitnya.
Iman memberi daya kekuatan yang luar biasa.
Pengajaran dan pelayanan kesehatan itu terus dilanjutkan oleh Gereja sampai sekarang.
Yang harus dibangun adalah trust atau kepercayaan. Kalau ada kepercayaan maka orang-orang pasti akan datang.
Kepercayaan itu dibangun melalui pelayanan yang baik, kasih tanpa pamrih, tidak membeda-bedakan, menghargai yang kecil dan menderita.
Siapa pun diterima oleh Yesus. mereka yang dari desa, kota atau kampung, semua dilayani dengan penuh kasih, tidak pilih kasih.
Pelayanan Yesus mengutamakan keselamatan manusia. Ia tidak mencari keuntungan atau popularitas diri.
Hati-hati bila pelayanan kita sudah dikuasai semangat untung rugi. Dunia kapitalis sudah merasuki prinsip pelayanan kristiani.
Tidak ada uang tidak ada pelayanan. Orang kecil tidak dilayani. Yang didahulukan orang-orang kaya. Uang bisa menghancurkan kepercayaan.
Mari kita konsisten dalam pelayanan seperti Yesus. Martabat manusia harus menjadi prioritas utama.
Melayani demi keselamatan orang, bukan demi uang.
Piknik ke Girpasang naik gondola,
Berfoto di tengah jurang menganga.
Orang percaya karena pelayanan prima,
Mereka akan datang dengan sendirinya.
Cawas, melayani dengan hati….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Feb 9, 2022 | Renungan
“Ke Tempat Yang Dalam”
DI belakang rumah kami ada sungai cukup besar. Dulu ada banyak ikannya. Kami sering mancing atau menjaring di sungai untuk cari lauk.
Kalau di tempat yang dangkal, airnya hanya setinggi tumit, cuma ikan-ikan kecil yang ada. Misalnya udang, cethul, wader, beyes anak yuyu (kepiting). Kita bisa menangkap dengan tangan saja.
Waktu itu kita pakai “jenu” atau racun dari akar pohon yang ditumbuk untuk membuat ikan mabuk. Akar pohon itu ditumbuk sampai keluar air racun dan kemudian dibuang di sungai.
Maka ikan-ikan di sepanjang sungai itu akan “klenggekan” atau mabuk dan muncul di permukaan.
Kalau kita masuk ke tempat yang dalam, kita akan mendapat ikan yang besar-besar. Kita harus membawa jaring atau tangguk. Ada juga yang pakai tampah untuk menangkap ikan.
Ada ikan lele, tawes, jabresan, mujahir, nila, gabus dan belut besar yang ada telinganya.
Suasana sangat menyenangkan. Riuh rendah kalau saling berebut menangkap ikan yang lari sana lari sini.
Kalau mau mendapat ikan yang besar, ya harus berani terjun ke tempat yang dalam.
Yesus memerintahkan Simon untuk menangkap ikan. “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.”
Simon dan teman-temannya adalah nelayan yang penghidupannya mencari ikan. Mereka sudah piawai dengan pekerjaan rutin itu.
Namun Simon sudah berusaha semalam suntuk. Kerja keras mereka tanpa hasil.
“Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras, dan kami tidak menangkap apa-apa. Tetapi karena perintah-Mu, aku akan menebarkan jala juga.”
Akhirnya mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka hampir koyak.
Ketika kita hanya mengandalkan kekuatan sendiri, kita tidak menghasilkan apa-apa. Hanya lelah dan putus asa.
Namun ketika kita mendengarkan suara Tuhan dan melaksanakannya, kita mendapat hasil yang melimpah. Tuhan mahatahu tentang potensi diri kita.
Makanya Tuhan mengajak kita bertolak ke tempat yang dalam. Potensi diri anda bukan tempat yang “cethek-cethek” saja.
Kita hanya bisa tersungkur dan bersyukur pada Tuhan. Seperti Simon tidak menduga dengan hasil tangkapan yang mentakjubkan.
Ia tersungkur di depan Yesus. “Tuhan tinggalkanlah aku, karena aku ini orang berdosa.”
Apakah anda menyadari bahwa Tuhan turut bekerja dalam jerih payah anda berjuang sepanjang hari?
Apakah kita berani ambil resiko pergi ke tempat yang dalam mengikuti suara Tuhan?
Cuaca hari ini sering berubah-ubah,
Pagi cerah namun hujan sampai malam.
Kehendak Tuhan sering tidak mudah,
Menantang kita masuk ke tempat yang dalam.
Cawas, berani ambil resiko ….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr