Renungan Harian

Puncta 02.05.22 || Senin Paskah III || Yohanes 6: 22-29

 

“Aja Sok Gumunan”

ISTILAH dari judul di atas mau mengatakan kepada kita jangan mudah terkecoh atau jangan mudah terbuai.

Beberapa waktu lalu kita dibuat terkagum-kagum dengan istilah “the cracy rich man.”

Bagaimana tidak? Kita dipameri harta kekayaan luar biasa oleh orang-orang muda yang kerjanya bagi-bagi duit, piknik-piknik ke luar negeri, “tentang-tenteng barang mewah.”

Mereka suka update barang-barang atau hal baru seolah mereka the first agent of information. Pokoknya orang paling pertama dech.

Mereka ingin menarik follower sebanyak-banyaknya. Lalu menjelek-jelekkan kompetitornya. Ini lho Gue yang paling hebat, ikutlah ke bisnis gue.

Orang-orang muda ini menjelma menjadi penasehat uang yang paling jago. Mereka akan bikin coaching bagaimana cara mendapatkan uang dengan mudah.

Yang menjadi contoh adalah dirinya, supaya banyak orang masuk dalam bisnisnya.

Makanya mereka selalu pamer foto-foto kesuksesan, foto dengan kekayaan; mobil mewah, rumah mewah, pelesir dan kuliner di tempat mahal-mahal.

Mereka butuh affirmasi diri. Biar dilihat dan diakui bahwa orang itu kaya raya.

Agar dilihat kaya raya maka dia butuh merk atau brand. Pamer mobil-mobil dengan merk elegan, baju, sepatu, jam tangan, tas bermerk. Pokoknya bergaya seperti iklan berjalan.

Sekarang ini di Tiongkok sudah ada agen yang memberi kursus bagaimana bergaya menjadi the crazy rich man.

“Mulane aja gumunan.” (Makanya jangan mudah terkecoh).

Setelah mempergandakan roti untuk lima ribu orang, Yesus menyingkir. Tetapi orang-orang berusaha mencari Dia. Mereka berusaha dengan sekuat tenaga untuk menemukan Dia.

Mereka berangkat ke Kapernaum dan menemukan Yesus di situ. “Rabi, bilamana Engkau tiba di sini?”

Yesus menjawab, sembari mengingatkan mereka, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.

Bekerjalah bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melankan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal.”

Kita diingatkan untuk bekerja bukan untuk hal-hal yang akan hilang, tetapi untuk hidup kekal.

Bekerjalah, berusahalah. Tidak ada keberhasilan tanpa usaha. Tidak mungkin kita menjadi kaya mendadak, kalau tidak bekerja.

Dari para orang kaya palsu itu kita jadi tahu kan, bahwa mereka itu hanya tipu-tipu. Tidak ada kaya dengan cara instan.

Untuk dapat mencapai sukses, bahagia, berhasil, orang harus bekerja keras.

Pekerjaan yang dikehendaki Tuhan adalah percaya pada Yesus. Melihat contoh bagaimana Yesus sampai titik darah penghabisan, menderita demi memperoleh kebahagiaan kekal, itulah cara yang dilakukan Yesus.

Dengan bersusah payah, bekerja keras, berdarah-darah, maka kebahagiaan sejati akan didapatkan.

Pertanyaan reflektif: Maukah kita bekerja keras, berusaha dengan sungguh-sungguh agar memperoleh hidup yang bahagia?

Ingat jadi kaya mendadak itu hanya tipu-tipu saja. “Aja gampang gumunan.”

Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Ayo berusaha keras dahulu
Kita akan senang di hari kemudian

Cawas, terus berusaha, jangan putus asa…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 01.05.22 || Minggu Paskah III • Yohanes 21: 1-19

 

Menyembuhkan Hati yang Luka.

BETAPA hancur hati Arjuna ketika tahu anaknya, Abimanyu mati di medan Kurusetra dikeroyok pasukan Kurawa.

Dikisahkan luka atau “tatune arang kranjang” Dia dirajam oleh ratusan panah Kurawa. Namun dengan gagah berani dia terus maju menerjang barisan musuh.

Tubuh Abimanyu seperti Landak karena banyaknya panah yang menancap. Tanpa belaskasih Dursasana menghantam kepala Abimanyu dengan gada.

Arjuna kehilangan semangat hidup. Anak yang diharapkan meneruskan tahta Pandawa mati mendahuluinya.

Seluruh Pandawa berdukacita. Arjuna pergi tak tentu arah. Dia putus asa, sedih, tak punya harapan. Terasa hancur seluruh masa depan.

Apa gunanya hidup jika satu-satunya harapan telah tiada. Arjuna bagai layang-layang putus, terbang tak tentu arah.

Betapa sulitnya melihat kehadiran Tuhan di saat kepedihan dan kesusahan melanda. Demikian pun yang dihadapi para murid setelah Yesus mati di kayu salib.

Sedih, putus asa, tiada lagi harapan untuk dikerjakan. Mereka kembali ke kehidupan semula, namun kegagalan demi kegagalan terus menghantui.

Mereka menangkap ikan, tetapi semalamam mereka tidak menangkap apa-apa. Malam makin terasa gelap dan hidup makin jadi beban berat.

Namun Yesus tidak meninggalkan mereka. Ia berada di pinggir pantai dan melihat kesedihan dan perjuangan berat mereka.

Ia menyapa mereka, “Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?”

Jawab mereka singkat, dan mungkin ketus, ”Tidak ada.”

Perjuangan yang berat, hati yang luka karena pahitnya hidup serta keputusasaan yang menutupi hati membuat mereka tidak melihat kehadiran Tuhan. Jawaban mereka hanya sambil lalu saja.

Dalam keputusasaan karena tiada hasil, ada orang yang menyuruh menebarkan jala ke kanan perahu.

Sedikit berspekulasi tanpa harapan banyak, mereka mengikuti perintah orang itu. Tidak disangka dan diduga, perintah orang itu benar.

Mereka menarik jala penuh dengan ikan.

Tabir yang menutupi kegamangan mereka mulai terbuka. Murid yang dikasihi langsung menangkap siapa orang di pinggir pantai.

“Itu Tuhan,” bisiknya kepada Petrus. Simon yang selama ini menjadi orang paling terluka atas kematian Yesus, langsung terjun ke danau dan menghampiri-Nya.

Tentu saja Petrus menyadari siapa dirinya. Dengan gegabah dia menyerang dengan pedang untuk membela gurunya.

Dengan bodoh dia melarang Yesus berbicara tentang kematian-Nya.

Sok jagoan siap bersumpah untuk membela Yesus sampai mati. Namun tiga kali tega menyangkal guru-Nya.

Itulah beban dosa dan rasa bersalah yang ditanggung Petrus seumur hidupnya.

Ketika berjumpa dengan Petrus, Yesus yang bangkit hanya diam, tak mengungkit masa lalunya yang kelam.

Petrus tetaplah batu karang. Yesus membimbing Petrus memulihkan keterpurukan, luka batin dan membangun harapan baru.

Yesus membangun harga diri para murid-Nya. Tidak hanya sekali dua kali Dia menemui mereka, tetapi inilah penampakan yang ketiga.

Yesus dengan sabar membimbing mereka yang kecewa, jatuh, gagal, putus asa, sedih dan terluka.

Mereka diajak bangkit dan membangun hidup baru, berjalan bersama Tuhan.

Pertanyaan Reflektif: kita pernah mengalami sedih dan kecewa, gagal dan putus asa. Sadarkah bahwa Tuhan selalu menemani kita?

Ia membimbing dengan aneka macam cara-Nya.

Mawar merah dan melati.
Terhampar di permadani.
Tuhan selalu menemani.
Terlebih saat kita sendiri.

Cawas, Aku bersamamu….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 30.04.22 || Sabtu Paskah II • Yohanes 6: 16-21

 

Pawang Hujan Mendunia.

AKSI Rara Isti Wulandari di Sirkuit Mandalika langsung ditiru oleh pemain-pemain bola di Liga Inggris. Gerakan tangannya di atas singing bowl menghasilkan bunyi dan getaran ditirukan oleh banyak olahragawan dunia.

Apa yang dilakukan Rara adalah tradisi lokal yang sudah berkembang dari jaman nenek moyang dahulu.

Di Indonesia ada banyak kearifan lokal untuk meminta dan menghalau hujan, memohon sesuatu melalui doa-doa dan adat budaya setempat.

Kita punya adat istiadat yang sangat kaya. Kita lhoh…Indonesia.

Rara berjalan di Sirkuit Mandalika sambil memukul singing bowl. Sebentar kemudian hujan yang disertai petir menjadi reda dan hilang.

Seolah hujan dan petir taat pada perintah Rara. Sepertinya dia bisa mengatur hujan untuk tidak jatuh di suatu tempat.

Semua orang bisa menikmati perlombaan motor dunia dengan sukacita.

Yesus lebih hebat lagi. Dia berjalan di atas air dan menghardik angin badai di danau, sehingga menjadi tenang.

Setelah mengadakan mukjijat pergandaan lima roti dan dua ikan untuk lima ribu orang, Yesus mengundurkan diri ke gunung untuk berdoa.

Sementara para murid mendahului perjalanan melalui danau dengan perahu.

Sepanjang malam laut bergelora karena angin kencang. Sesudah beberapa mil dari pantai, mereka melihat Yesus berjalan di atas air mendekati perahu mereka.

Para murid sangat ketakutan. Tetapi Yesus berkata, ”Aku ini, jangan takut.”

Yesus naik ke atas perahu mereka dan mereka sampai ke tempat tujuan dengan selamat.

Ketika mereka bersama Yesus, amanlah perjalanan mereka.

Kisah ini bisa kita alami dalam kehidupan kita masing-masing. Kita semua ibaratnya sedang menaiki perahu kehidupan.

Ada gelombang menghadang, angin kencang, badai dan taufan kehidupan silih berganti. Kalau hanya berjalan sendiri, kita pasti ketakutan dan tak mampu melalui semua.

Namun ketika kita mengandalkan Yesus dan mempersilahkan Dia naik ke dalam perahu kita, maka amanlah semuanya.

Ketika perahu kehidupan kita tergoncang hebat oleh angin badai, undanglah Yesus untuk masuk di dalamnya. Biarkan Dia menjadi nakhoda yang mengendalikan kehidupan kita.

Yesus adalah nakhoda yang handal. Ia sangat menguasai dan mampu mengendalikan angin taufan, hujan badai dan gelombang dunia.

Dialah Raja Semesta Alam. Maka sabda-Nya juga ditujukan kepada kita yang sedang bingung, galau, gelisah, kawatir dan takut menghadapi gelora kehidupan.”Jangan takut, Aku ada bersamamu.”

Kehadiran seorang Rara saja bisa membuat Sirkuit tidak hujan. Apalagi kehadiran Yesus Sang Raja yang menguasai alam semesta.

Pastilah Dia membawa damai sejahtera, syalom bagi seluruh dunia. “Jangan takut, percaya saja.”

Pertanyaan reflekstif: Apakah kita sungguh percaya kepada Yesus yang menguasai hidup kita? Apakah kita sering berdoa dengan sungguh-sungguh kepada-Nya?

Pawang hujan beraksi di Mandalika.
Para penonton bersorak sorai sukaria.
Tuhan Yesus Raja alam semesta raya,
Dia membawa damai sejahtera kita.

Cawas, Jangan takut….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 29.04.22 || Jumat Paskah II ~ Yohanes 6:1-15

 

Berbagi; Berkat Tiada Henti.

PERAYAAN Paskah di stasi-stasi pedalaman sungguh terasa menyenangkan. Suasana kegembiraan sangat terasa.

Hal itu terlihat dari persembahan yang dibawa oleh umat. Ada beras, sayur mayur seperti sawi, kacang panjang, timun, labu, petai, jengkol, terung pipit.

Kalau musim buah juga sangat berlimpah, ada durian, langsat, kembayau, rambutan, mangga asam.

Setelah ekaristi selesai dilanjutkan dengan makan bersama. Umat membawa makanan dari rumah masing-masing.

Apa saja yang ada ditaruh di depan altar, didoakan dan diperciki dengan air kudus oleh pastor. Siapa pun boleh mengambil apa yang ada.

Semangat berbagi dalam kebersamaan dan kegembiraan sangat terasa. Suasana seperti itu amat jarang dijumpai.

Persembahan hasil bumi akan diberikan kepada pastor. Pulang ke pastoran, motor penuh dengan beras, sayuran, buah-buahan, kue-kue.

Pernah juga diberi “genjik” (anak babi) dan ayam. Yang paling saya suka adalah tuak manisnya dan tempoyak.

Umat di pedalaman hidupnya sederhana, tetapi sangat murah hati.

Pergandaan lima roti dan dua ikan itu terus terjadi. Yesus mengajar orang banyak.

Mereka mengikuti-Nya sepanjang hari. Pasti mereka kelaparan dan kehausan. Ia meminta para murid untuk mencari makan.

Murid-murid tidak mampu mengatasi masalah. Mereka angkat tangan dengan berbagai argumentasi.

Namun Andreas melihat peluang. Ada anak kecil membawa lima roti dan dua ikan. Tapi apalah artinya itu untuk sedemikian banyak orang.

Yesus mengajak mereka untuk mempersembahkan apa yang ada. Ia mengambil roti, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada orang banyak. Begitu pula dengan ikannya.

Semua makan sampai kenyang, bahkan ada sisanya duabelas bakul.

Jika kita mau berbagi, kita tidak akan kekurangan. Ketika kita ikhlas memberi, kita justru akan mendapatkan kelimpahan.

Seperti yang dilakukan anak kecil itu, ia memberikan apa yang dia punya. Karena didoakan dan disyukuri, apa yang ada menjadi berkat tiada habis, bahkan ada kelebihannya.

Anak kecil itu tidak ada namanya, No Name. Ia bisa siapa saja. Barangkali anda adalah si anak kecil itu.

Anda pasti pernah punya pengalaman seperti itu. Ketika mau berbagi, ternyata berkat Tuhan tak pernah berhenti. Ketika anda mau memberi, ternyata tidak pernah kekurangan.

Bahkan Tuhan memberi balasan yang berkelimpahan.

Pertanyaan reflektif: Apakah kita sering mensyukuri anugerah yang Tuhan berikan? Apakah kita juga dengan rela hati berbagi dengan orang-orang di sekitar?

Jangan pernah kawatir, Tuhan siap memelihara hidup kita.

Jalan-jalan di pagi hari,
Ada gadis kecil penjual glali.
Hidup ini pantas disyukuri,
Asal kita mau terus berbagi.

Cawas, mari berbagi….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 28.04.22 || Kamis Paskah II ~ Yohanes 3: 31-36

 

Inspirasi dari Gadis Jepara.

BARU saja kita memperingati hari kelahiran RA Kartini, gadis muda dari Jepara. Boleh dibilang ini adalah hari perjuangan kesetaraan, emansipasi dan pemerdekaan antara perempuan dan laki-laki.

Mungkin kita tidak bisa membayangkan kondisi hidup Kartini pada waktu itu. Ia hidup antara tahun 1879-1904. Hanya duapuluh lima tahun, tapi jasanya dikenang sepanjang masa.

Namun dari tulisan-tulisannya dalam Buku “Habis Gelap Terbitlah Terang,” kita bisa membayangkan penderitaan sebagai perempuan yang terkungkung oleh adat istiadat dan diskriminasi yang mematikan.

Kartini hidup ketika kita belum merdeka, dijajah oleh Belanda. Tidak banyak anak bisa sekolah saat itu.

Bahasa Belanda adalah bahasa khusus untuk kaum elite bangsawan. Ada diskriminasi antara pribumi dan kaum penjajah.

Ada perbedaan mencolok budaya rakyat jelata di bawah dan kaum bangsawan dan kaum penjajah yang di atas.

Hanya sedikit rakyat jelata yang bisa berbahasa Belanda. Rakyat bawah tidak ada kesempatan belajar Bahasa Belanda.

Rakyat jelata berbahasa pribumi, bahasa daerahnya sendiri. Bahasa menjadi alat bagi penjajah untuk menindas.

Orang pribumi tidak boleh pandai, tidak perlu belajar tinggi-tinggi. Apalagi kaum perempuan ada di kelas paling rendah.

Inilah pergolakan Kartini. Di satu sisi dia ingin belajar tinggi seperti Kakak laki-lakinya, RM.Sosrokartono. Di sisi lain dia terikat adat perempuan Jawa yang harus tunduk di bawah laki-laki, berada di belakang, “macak-masak-manak.”

Pola pikir Kartini adalah pola pikir pembebas. Dia ingin mendobrak jurang atas-bawah, jurang pemisah, jurang pembodohan, jurang ketidak-adilan.

Ia menggunakan bahasa dari atas untuk merombak pola pikir dan perilaku yang membelenggu. Ia berjuang untuk mengangkat kaum bawah agar setara merdeka. Kini jasanya kita nikmati bersama.

Yohanes berbicara kepada murid-muridnya tentang Yesus.

Ia berkata, “Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya. Siapa yang datang dari sorga adalah di atas semuanya.”

Yesus itu datang dari atas. Kita semua berasal dari bawah. Kita manusia berasal dari bumi dan berbicara dengan bahasa bumi.

Yesus berbicara dalam bahasa Allah, karena Dia berasal dari Allah. Allah adalah kebenaran. Yang mendengarkan Yesus berarti mengakui kebenaran.

Siapa yang menerima kesaksian-Nya akan memperoleh kebenaran yakni hidup kekal.

Kita telah menerima pola pikir RA Kartini yang memperjuangkan kesamaan hak dan kemerdekaan setiap pribadi.

Cara yang dipikirkan Kartini itu benar dan kita yakini sekarang.

Maka kalau kita menerima sabda dan kehendak Yesus, kita juga akan memperoleh kebenaran bahwa siapa saja yang percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal.

Begitu pula siapa yang menolak cara pikir Kartini, dia tetap hidup dalam perbudakan, dijajah dalam perbedaan dan dipenjara oleh kebodohan.

Siapa saja tidak taat pada Anak, dia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.

Sebagaimana RA Kartini itu membawa pembebasan dari adat dan kondisi yang membelenggu, demikian juga Yesus datang untuk membebaskan kita dari perbudakan dosa yang menyengsarakan.

Pertanyaan reflektif: Apakah anda sudah menerima dan memahami bahwa Yesus datang membawa kebenaran yang akan membebaskan?

Apakah anda sudah hidup menurut pola pikir-Nya yang datang dari Allah?

Sebentar lagi datang Idul Fitri,
Saat indah untuk mengampuni.
Yesus Sang Kebenaran Sejati,
Dia datang dari Allah sendiri.

Cawas, bulan penuh berkah…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Renungan Mingguan

The playlist identified with the request's playlistId parameter cannot be found.