by editor | Jul 31, 2019 | Renungan
“Romo, besuk Minggu misanya libur ya” kata salah satu ketua umat memberitahu saya di Pasturan. “Lho Hari Minggu memang hari libur, tetapi misanya tidak, kenapa pak? Tanya saya.“Hari Minggu besuk ada nuba adat romo. Semua orang pergi ke sungai mencari ikan” kata Pak Ketua menjelaskan.
Di Kalimantan ada adat nuba yaitu seluruh warga kampung dari anak-anak sampai kakek-kakek mencari ikan yang pusing-pusing karena racun tuba (akar pohon yang dipukul/ditumbuk mengeluarkan racun membuat ikan menjadi pusing).
Saya mencari akal. Muncul ide bagaimana sebelum nuba di sungai diadakan misa. Maksudnya supaya hari Minggu umat tetap merayakan ekaristi. Akhirnya disepakati misa di pinggir sungai sebelum acara dimulai. Banyak ikan ditangkap.
Mereka percaya karena kita sembahyang, Tuhan memberi ikan yang banyak. Saking banyaknya, mereka memilih hanya ikan-ikan besar saja yang diambil dan dibawa pulang. Mereka duduk di pinggir sungai memilihi ikan-ikan hasil pesta adat nuba.
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus menggambarkan hal Kerajaan Allah itu seperti orang yang memilah-milah ikan dari pukatnya. Yang baik akan dimasukkan ke dalam pasu. Yang tidak baik akan dibuang.
Pada akhirnya, kita akan dipilih berdasarkan perbuatan kita. jika kita melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka akan terpilih masuk ke dalam Kerajaan Allah. Tetapi jika kita melakukan kejahatan, kita akan mendapatkan hukuman, dibuang jauh.
“Ngundhuh wohing pakarti” Itulah kata-kata bijak orang Jawa. Setiap orang akan memetik buah dari perbuatannya sendiri. Kadang kita melihat, mengapa orang jahat hidupnya enak dan nyaman.
Sedang orang baik dan jujur hidupnya justru susah. Orang yang bersih dan baik malah disingkirkan. Orang yang korup dan culas melenggang nyaman hidupnya.
Roda hidup sedang berputar. Nanti pada saatnya, orang akan “ngundhuh wohing pakarti.” Orang akan memetik buah dari perbuatannya. Kalau tidak di dunia ini, nanti di kehidupan berikutnya dia harus mempertanggungjawabkannya.
Sudahkan kita menanam kebaikan hari ini? Kebaikan yang kita taburkan hari ini, suatu saat akan menghasilkan buah kemuliaan bagi kita. kita tunggu, karena hidup itu seperti roda yang berputar.
Jalan-jalan di rerumputan
Bunga indah tumbuh di taman
Kalau kita menanam kebaikan
Kelak akan menuai kebahagiaan
Berkah Dalem,
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Jul 30, 2019 | Renungan
INIGO Lopez de Loyola bercita-cita tinggi ingin menjadi prajurit pilihan di Kerajaan Kastilia, Spanyol.
Ia sangat tertarik dengan latihan-latihan militer. Ia ingin mencapai ketenaran sebagai prajurit kerajaan Spanyol. Ia ingin menyerahkan hidupnya untuk mengabdi Ratu Spanyol.
Namun perang di Pamplona membuyarkan impiannya. Ia terkena meriam dan kakinya harus dioperasi. Dalam upaya pemulihan kesehatan itulah ia mengalami pencerahan rohani.
Buku Rohani De Vita Christi mengubah hidupnya. Kisah hidup Kristus dalam buku itulah yang mengubah cita-citanya. Ia seperti menemukan harta yang paling berharga.
Sejak saat itu ia tidak ingin mengabdi kepada raja duniawi, tetapi ia ingin memberikan hidupnya bagi Raja Kristus.
Pada bulan Maret 1522, ia mengunjungi biara Benediktin Santa Maria de Montserrat.
Di sana ia melakukan pemeriksaan seksama atas dosa-dosanya di masa lampau, mengakukannya, memberikan pakaiannya yang mahal kepada seorang miskin yang ia jumpai, mengenakan sehelai “pakaian dari kain karung”.
Kemudian menanggalkan pedang dan belatinya di altar Sang Perawan dari Montserrat ketika semalam-malaman berjaga dalam doa di tempat ziarah tersebut.
Hari ini Yesus mengajarkan bahwa Kerajaan Allah itu seperti harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamnya lagi.
Karena sukacitanya, pergilah ia menjual seluruh miliknya, lalu membeli ladang itu.
Santo Ignatius Loyola menemukan harta pada Kristus yang tersalib. Ia meninggalkan segalanya untuk mengabdi kepada Kristus Raja Semesta Alam.
Ia meninggalkan dinas kemiliteran dan menjadi Tentara Kristus. Ia menanggalkan pedang dan belatinya, dan memakai Kitab Suci sebagai senjata pewartaannya.
Ia memberikan pakaiannya yang mahal dan memakai jubah Kristus sebagai imamNya. Kristus adalah harta yang paling berharga. Ignatius sudah menemukanNya.
Sudahkah kita menemukan harta itu?
Ke Jakarta naik kereta
Salah jalan sampai ke Surabaya
Harta yang paling utama
Kristus ada di hati kita
Berkah Dalem,
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Jul 29, 2019 | Renungan
PERANG Baratayuda adalah perang antar saudara, keturunan darah Barata. Antara keturunan Pandu dan keturunan Destarastra.
Mereka ini adalah kakak beradik. Keturunan Pandu disebut Pandawa yang berjumlah lima bersaudara.
Keturunan Destarastra disebut Kaum Kurawa yang jumlahnya seratus. Kendati jumlahnya kecil, tetapi Pandawa hidup dengan baik melakukan darmanya ksatria.
Kaum Kurawa selalu mengarah kematian pandawa. Lima bersaudara itu dianggapnya “klilip” atau musuh mereka. Berbagai upaya tipu muslihat dirancang untuk membinasakan Pandawa.
Namun dalam perang Baratayuda, “sing becik ketitik, sing ala ketara.” Yang baik akan menang dan yang jahat akan kalah.
Dalam Injil hari ini, Yesus menjelaskan arti perumpamaanNya tentang lalang di ladang yang ditaburi benih gandum.
“Orang yang menaburkan benih baik adalah Anak Manusia. Ladang itu ialah dunia. Benih yang baik adalah anak-anak kerajaan dan lalang ialah anak-anak si jahat. Musuh yang menaburkan benih lalang ialah iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman.”
Perang Baratayuda itu seperti perang akhir zaman antara yang baik dengan yang jahat. Dunia ini ibarat lahan peperangan antara kebaikan dan kejahatan dalam hati manusia.
Musuh yakni iblis selalu menggoda dan mengarahkan manusia menuju kehancuran. Tetapi orang benar akan bercahaya seperti matahari. Kebaikan akan mengalahkan kejahatan.
Hidup kita ini ibarat peperangan batin. Antara kebaikan dan kejahatan itu berkecamuk dalam diri kita. seperti lalang yang disebarkan iblis, demikianlah benih kebaikan itu harus bertahan sampai akhir.
Apakah hati kita menjadi tempat yang subur untuk tumbuhnya benih kebaikan? Apakah kita gagah berani berperang melawan benih kejahatan? Semuanya nanti akan terlihat sampai pada akhirnya. “becik ketitik, ala ketara.”
Makan kacang sambil jalan-jalan
Kacangnya habis oleh teman-teman
Barangsiapa menanam kebaikan
Dia akan menuai kebahagiaan
Berkah Dalem,
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Jul 28, 2019 | Renungan
Kerajaan Allah atau Allah yang meraja itu nyata ada, namun sering tak terlihat. Kita tidak menyadari kehadiran Allah itu.
Seperti kita bernafas setiap hari, bangun dari tidur setiap pagi, hidup mengalir tanpa kita sadari. Seperti air mengalir tiada henti, kita pun mengalir menempuh peziarahan hidup kita sendiri.
Semuanya berjalan seperti biasa tanpa kita menyadari bahwa Allah menyelenggarakan semua bagi kita.
Orang beriman yakin bahwa Allah mengatur semuanya. Dari bangun pagi sampai kita menutup mata lagi, Allah memelihara hidup kita.
Yesus memaparkan hal Kerajaan Allah itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di ladang. Walaupun biji itu kecil namun jika ia tumbuh akan menjadi besar dan burung-burung bernaung di dahannya.
Kerajaan Allah itu selalu tumbuh dan berbuah. Para petani itu selalu mempunyai pengharapan.
Iman mereka tumbuh bersama harapan bahwa sawah mereka akan menghasilkan padi yang subur.
Mereka menanam, memelihara, menyiangi, memupuk dan merawat. Namun pertumbuhan itu datang dari Tuhan.
Mereka menanti dan melihat tanaman padi yang tadinya hijau kemudian menjadi kuning dan masak. Tiba musim panen.
Begitulah musim silih berganti, mengarungi waktu. Selalu ada pengharapan. Tuhan memelihara hidup setiap orang.
Deus Providebit. Tuhanlah yang menyelenggarakan semuanya. Kerajaan Allah tumbuh berkembang seperti benih sesawi yang dipelihara Tuhan.
Percaya pada penyelenggaraanNya itulah yang harus dipupuk dalam diri kita. Dalam segala perkara, Tuhan memegang janjiNya.
Menabur benih di hutan belantara
Benih padi, jagung dan palawija
Tuhan selalu memelihara kita
Dengan cara-cara yang tak pernah kita sangka
Berkah Dalem
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Jul 28, 2019 | Renungan
PANDU DEWANATA mempunyai dua anak kembar yakni Nakula dan Sadewa, dari istrinya Madrim.
Madrim punya adik yakni Narasoma yang bergelar Raja Salya di Mandaraka. Salya mempunyai ajimat yang tidak bisa dikalahkan oleh siapapun.
Maka saat Baratayuda, si Kembar datang kepada paman mereka untuk minta mati, daripada melihat saudara-saudaranya gugur dikalahkan Salya.
Tetapi Salya tahu bahwa keponakannyalah yang harus hidup meneruskan darah keturunan Mandaraka.
Maka Salya tidak menuruti permintaan mereka, tetapi justru diberinya Kerajaan agar keduanya melanjutkan tahtanya.
Bahkan Salya membuka rahasia kelemahannya. Dia hanya bisa dikalahkan oleh manusia yang berdarah putih, yakni Yudistira, Putra sulung Pandu sendiri.
Bukan hanya kerajaan yang diberikan kepada para Pandawa, tetapi nyawa Salya sendiri dikurbankan demi kemenangan mereka.
Hari ini Tuhan mengajarkan doa Bapa Kami kepada murid-muridya. Doa yang benar pertama-tama adalah memuliaka Bapa di surga.
Sesudah syukur kepada Allah, barulah kita meminta segala keperluan kita. Yesus memberitahu bahwa Bapa itu murah hati. Dia akan memberikan yang paling baik bagi anak-anakNya.
Bapa yang baik tidak akan memberikan batu kalau anaknya minta roti, atau seekor ulat kalau anaknya minta ikan, atau kalajengking kalau anaknya minta telur.
Kita manusia yang jahat saja masih bisa memberi yang baik kepada anak-anak kita, apalagi Bapa yang di surga, Dia akan memberikan Roh Kudus kepada siapa pun yang meminta kepadaNya.
Bapa di surga itu sungguh murah hati. Maka Yesus menyuruh kita muridNya untuk datang meminta kepadaNya.
“Mintalah, maka kamu akan diberi. Carilah, maka kamu akan mendapat. Ketuklah, maka pintu akan dibukakan kepadamu.”
Tidak sembarang hal kita minta. Tuhan tahu apa yang kita butuhkan. Kadang kita minta tetapi tidak tahu untuk apa hal itu kita mintakan.
Seperti kepada Ibu Zebedeus, Yesus mengoreksi, “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta.” Jadi, jangan asal minta. Mintalah segala sesuatu yang membuat nama Tuhan semakin dimuliakan.
Yang utama adalah nama Tuhan dimuliakan, maka yang lain akan ditambahkanNya kepadamu. Kita yakin bahwa Allah itu maha murah melebihi bapa mana pun.
Nikmatnya minum anggur merah
Tak terasa semburat warna muka
Karena Allah Maha Murah
Tidak pernah kita dikecewakanNya
Berkah Dalem,
Rm. A. Joko Purwanto Pr