by editor | Jul 2, 2019 | Renungan
KALAU kita ziarah ke Mesir, ada sebuah gereja di sebuah bukit yang disebut Gereja Sampah.
Mengapa namanya demikian? Karena untuk mencapai gereja itu kita harus melewati perkampungan kumuh dimana sampah-sampah bertumpukan dan berbau.
Para pemulung sampah kota yang berjumlah sekitar 50,000 adalah jemaat gereja Kristen Koptik. Gereja Sampah di Bukit Mukattam/Moqattam itu punya sejarah iman yang mengagumkan.
Pada abad ke 10 M, Mesir berada di bawah kekaisaran Fatimiyah. Ada orang yang tidak percaya kebenaran Kitab Suci.
Di dalam Injil Matius 17:20 dikatakan, “Yesus berkata kepada mereka: “Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, –maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu’.
Orang itu datang kepada Patriark Abraam bin Zara untuk membuktikan kebenaran Injil itu. Dalam mimpinya, Patriark disuruh menjumpai seorang buta bernama Simon si penyamak kulit.
Pada pagi hari kemudian, Patriark, Simon si penyamak kulit dan seluruh jemaat menuju ke Bukit Mukattam disertai dengan orang-orang yang tidak percaya.
Simon dan seluruh umat berdoa dan menyanyikan “Kyrie Eleison Kyrie Eleison” sebanyak 400 kali. Lalu Patriark membuat tanda salib.
Tiba-tiba Bukit Mukkatam itu terangkat naik sehingga sinar matahari muncul dari celah-celah antara tanah dan bukit yang terangkat.
Bukit itu berpindah sejauh 3 km. Orang-orang yang melihat mukjijat itu menjadi tercengang dan mereka percaya.
Sabda Yesus hari ini menegaskan, : “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?”.
Para murid berlayar bersama Yesus. Ketika perahu mereka diterjang badai, mereka ketakutan. Mereka berteriak, “Tuhan tolonglah, kita binasa.”
Karena kurang percaya kepada Yesus, mereka takut diterjang badai seperti orang-orang di Bukit Mukattam yang berseru “Kyrie eleison” artinya Tuhan Kasihanilah kami.
Sabda Yesus itu benar dan berwibawa. Angin dan badai pun tunduk padaNya. Dia adalah Tuhan atas alam semesta. Yang dituntut dari kita adalah percaya.
Di hadapan Tuhan tidak ada hal yang mustahil. Mengapa kita kurang percaya, itulah yang menjadi masalah bagi kita.
Jika kita mempunyai iman sebesar biji sesawi saja sudah luar biasa. Marilah kita mohon iman kepadaNya.
Datang-datang mengetuk pintu
Yang dibuka malah jendela
Tuhan Yesus ampunilah aku
Orang yang kurang percaya
Berkah Dalem,
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Jul 1, 2019 | Renungan
DALAM tradisi pewayangan Jawa, ada empat orang abdi setia para ksatria yang disebut Punakawan atau Panakawan.
Pana artinya paham. Kawan itu berarti sahabat. Mereka tidak hanya hamba atau abdi, tetapi uga berperan sebagai sahabat yang paham akan masalah yang sedang dihadapi tuannya.
Empat abdi itu adalah Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Mereka adalah pengikut setia para ksatria yang baik, jujur dan bijaksana.
Tugas mereka adalah mendampingi, menolong, mengingatkan dan menghibur para ksatria itu.
Kemana pun tuan mereka pergi, Punakawan pasti selalu setia mengikutinya. Dalam pementasan pewayangan, mereka bertutur kata lucu dan bertingkah laku kocak.
Mereka muncul di tengah-tengah cerita untuk mencairkan suasana. Saat mereka muncul disebut “goro-goro”.
Dalam bacaan hari ini Yesus “menyeleksi” orang-orang yang ingin mengikutiNya. Dia tidak menerima murid sembarangan saja.
Ada kriteria-kriteria yang harus dipenuhi. Misalnya, orang yang mengikutiNya harus siap menghadapi segala resiko.
“Serigala mempunyai liang, burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletekkan kepadaNya.”
Kepada orang lain, Yesus mensyaratkan agar berani meninggalkan segala-galanya. “Biarlah orang mati menguburkan orang mati, tetapi engkau ikutlah Aku.” Sepertinya tidak ada kompromi.
Seperti para abdi di Kraton – bisa dijumpai di wilayah Paroki Pugeran Yogyakarta – mereka sangat setia dan loyal kepada raja.
Bukan harta dunia yang dikejar, tetapi kebahagiaan surga. Maka sungguh membahagiakan boleh menjadi abdi raja.
Ini adalah status bergengsi. Menjadi abdi adalah anugerah luar biasa. Tuntutan atau kriteria yang sangat berat itu hanya bisa tercapai kalau Allah sendiri yang memanggil. Atas kemauan kita sendiri justru sering gagal di tengah jalan.
Panggilan menjadi murid Yesus juga berasal dari Allah sendiri. Boleh menjadi muridNya adalah anugerah. Kita pantas bersyukur dipilih menjadi pengikutNya.
Kalau para Punakawan itu dengan setia menjalankan peran mereka, apakah kita sebagai pengikut Yesus juga tergugah menjalankan tugas kita?
Peran kita sebagai pengikut Yesus adalah setia mengikutiNya dan memanggul salib kita setiap hari. Apakah kita sudah menjalankan tugas kita ini?
Punakawan adalah abdinya para ksatria
Muncul dalam gelak canda tawa
Menjadi murid Yesus adalah panggilan kita
Kita jalani dengan gembira dan setia
Berkah Dalem,
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Jul 1, 2019 | Renungan
KALAU kita mengendarai mobil atau sepeda motor, pasti ada kaca spion. Kaca spion itu berfungsi untuk melihat kondisi di belakang mobil atau motor kita.
Kalau kita mau belok ke kanan atau ke kiri, kita melihat kaca spion dulu apakah aman atau tidak. Kalau kita mau atret kita perlu juga mengamati kaca spion, bagaimana keadaan di belakang, aman atau tidak.
Kaca spion itu berguna untuk kondisi atau kesempatan tertentu saja. Tidak selamanya kita melihat kaca spion waktu berkendara.
Pandangan harus lurus ke depan agar selamat. Naik mobil atau motor tidak boleh “nolah-noleh” atau “menga-mengo” supaya konsentrasi ke depan. Kalau kita sering melihat kaca spion, bisa-bisa malah celaka.
Tuhan Yesus berkata, “Setiap orang yang siap membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.”
Yesus mengarahkan tujuanNya ke Yerusalem. Yesus harus menggenapi nubuat para nabi bahwa Mesias harus mati di Yerusalem.
Menuju Yerusalem berarti memanggul salib. Tugas ini berat. Tidak sembarang orang bisa menjalaninya.
Maka Yesus perlu mengingatkan orang-orang yang berniat mengikutiNya. Yesus mengingatkan mereka yang “over confidence” yang berkata, “Aku akan mengikuti Engkau kemana pun Engkau pergi.”
Bahwa “serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepadaNya.”
Tidak ada kata “santai-santai” kalau mau ikut Yesus. Bahkan untuk istirahat meletakkan kepala saja sampai tidak ada tempat.
Bagi mereka yang mendaraskan aneka prasyarat, alasan atau tuntutan, “Izinkanlah aku menguburkan bapaku,” Yesus tidak mentolerir.
Berniat ikut Yesus berarti berani meninggalkan segalanya, bahkan segala urusan dan relasi keluarga. KataNya, “Biarkan orang mati menguburkan orang mati.”
Yesus juga menghendaki muridnya tidak terjebak dan terbelenggu masa lalu. Setiap orang mempunyai kegagalan dan kegelapan di masa lalu.
Tidak perlu kita menoleh ke belakang. Masa lalu biarlah berlalu. Tidak perlu selalu melihat kaca spion.
Fokus utama adalah masa depan, menuju Yerusalem. Yesus meminta para muridNya memusatkan perhatian ke depan.
Tujuan utama adalah melaksanakan kehandak Allah. Jika memaggul salib itu adalah kehendak Bapa, maka itulah fokus utamanya.
Beranikah kita fokus mengikuti Yesus?
Bakar dupa menuju alam gaib
Ternyata di sana hanya ada gembus
Berani memanggul salib
Itulah ciri khas murid Yesus
Berkah Dalem,
Rm. A. Joko Purwanto Pr