by editor | Oct 28, 2019 | Renungan
KITA kadang melihat dalam suatu pertandingan, jika penonton kecewa terhadap seorang pemain, mereka serentak mencemooh dengan teriakan “huuuuuuuu..”
Hal ini dialami oleh Andritany kapten tim sekaligus penjaga gawang timnas Indonesia yang mengalami kekalahan kedua dari Tim Thailand dalam laga Piala Dunia 2022 Zona Asia Grup G.
Setiap kali memegang bola, Andritany dicemooh oleh penonton kita sendiri di Stadion Bung Karno. Begitu juga pelatih Timnas Indonesia, Mcmenemy juga disoraki oleh penonton.
Tahunya penonton, kita harus selalu menang. Maka kalau mengalami kekalahan, penonton kecewa dan tidak mau terima.
Hal itu tidak hanya terjadi di lapangan. Teriakan cemooh itu sering juga terdengar di panggung atau di depan kelas.
Jika seseorang melakukan kesalahan, spontan dan sontak orang akan berteriak mencemooh.
Yesus menghadapi peristiwa yang sama. Orang-orang datang kepadaNya dengan membawa kabar tentang orang-orang Galilea yang dibunuh Pilatus dan darahnya bercampur dengan darah kurban yang mereka persembahkan.
Orang-orang yang mati secara demikian mereka anggap sebagai orang berdosa. Darah mereka mengotori persembahan.
Atau nasib delapan belas orang yang mati tertimpa menara dekat Siloam dituduh sebagai orang yang dosanya paling berat.
Orang-orang itu “nyokurke” kesalahan dan penderitaan orang lain. Mereka merasa paling benar.
Yesus mengecam tindakan orang-orang ini. “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya daripada semua orang Galilea yang lain karena mereka mengalami nasib itu? Atau sangkamu kedelapan belas orang yang mati tertimpa menara dekat Siloam lebih besar kesalahannya daripada semua orang yang tinggal di Yerusalem? Tidak, kata Yesus. Kalau kalian tidak bertobat, kalian pun akan binasa dengan cara yang demikian.”
Kita ini mudah sekali menyalahkan orang lain. Menganggap diri paling benar. Kita ini suka menari di atas penderitaan orang lain. Senang jika orang lain salah, jatuh, malu.
Lalu kita menyoraki dengan cemoohan, cibiran, hinaan dengan kata dan sikap yang menyakitkan.
Kita lupa kalau kita juga bisa melakukan kesalahan yang sama. Bagaimana kalau saya atau kita yang diperlakukan seperti itu?
Tindakan Yesus lain. Ia menunjukkan belaskasih Allah. Ia akan memberi kesempatan kepada pohon ara untuk tumbuh berkembang.
Ia seperti pengurus kebun anggur yang mencangkul, memupuk agar pohon ara itu berbuah. Penonton yang mencemooh itu mematikan bukan menghidupkan semangat.
Mereka menari di atas penderitaan orang lain. Kita harus meniru tindakan Yesus yang memberi harapan masa depan agar orang tumbuh berkembang.
Susahnya kalau lagi sakit masuk angin
Obat paling mudah yakni dikeroki
Jangan suka menari di atas derita orang lain
Derita yang lebih parah akan kalian alami.
Cawas, sore yang bersemangat
Rm. A. Joko Purwanto Pr.
by editor | Oct 25, 2019 | Renungan
MASYARAKAT lereng Merapi sangat paham jika binatang-binatang mulai turun dan masuk perkampungan penduduk, itu menandakan gejala “wedhus gembel” Merapi akan meluncur.
Wedhus gembel adalah istilah lokal untuk menyebut awan panas muntah dari kawah Merapi. Harimau, kera, dan binatang-binatang lain memasuki pemukiman tanda bahwa awan panas di atas akan meluncur.
Penduduk diminta waspada dan siap untuk mengungsi. Alam sudah memberi tanda-tanda akan datangnya bencana.
Kearifan lokal sangat membantu masyarakat. Mereka sangat paham akan tanda-tanda alam itu.
Dengan mengambil contoh tanda-tanda alam, Yesus mengajak orang-orang untuk menilai zaman ini.
“Apabila kalian melihat awan naik di sebelah barat, segera kalian berkata, akan datang hujan. Dan hal itu memang terjadi. Dan apabila kalian melihat angin selatan bertiup, kalian berkata, hari akan panas terik. Dan hal itu memang terjadi.”
Yesus lalu mengingatkan, “Hai orang-orang munafik, kalian tahu menilai gelagat bumi dan langit, tetapi mengapa tidak dapat menilai zaman ini?”
Zaman yang berubah dengan sangat cepat ini juga harus kita hadapi dengan bijaksana. Kecepatan sekarang menjadi nilai baru dalam menghadapi zaman.
Semua serba cepat. Nilai-nilai Injil tidak berubah tetapi cara kita mewartakan nilai itu harus disesuaikan dengan zamannya.
Cara kita berpastoral juga harus sesuai dengan tuntutan zaman yang serba cepat. Sarana-sarana modern yang bisa dipakai untuk pewartaan iman harus dimanfaatkan secara baik.
Bulan Oktober ini adalah bulan untuk mendalami tentang karya misi gereja. Paus menetapkan sebagai bulan misi luar biasa, bertepatan dengan hari minggu misi sedunia ke 93 dan sekaligus perayaan 100 tahun surat apostolik Maximum Illud dari Paus Benediktus XV.
Sekaranglah kesempatan kita untuk bisa menilai zaman ini dan menawarkan karya penyelamatan Yesus dalam bermisi. Setiap orang yang dibaptis adalah misionaris.
Maka setiap orang yang sudah dibaptis harus siap diutus untuk bermisi, mewartakan imannya kepada semua orang.
Di KAS bermisi itu diterjemahkan dengan “srawung menyedulur dengan semua orang.” Srawung adalah hidup bersama menjadi saudara bagi semua orang.
Sudahkah kita menjadi saudara bagi tetangga, teman kerja, orang-orang di sekitar kita?
Keliling kota naik bendi
Jalan-jalan di Jogjakarta
Ayo kawan kita bermisi
Senang srawung banyak saudara
Bandungan, saat hari study
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Oct 23, 2019 | Renungan
DI tegah keluarga terjadi perdebatan sengit antara orangtua dan anak perempuan semata wayangnya.
Orangtua ingin anaknya mempunyai pasangan hidup seiman. Tetapi ternyata anaknya berpacaran dengan pemuda yang tak seiman.
Mereka sama-sama ngotot mempertahankan pendapatnya. Si gadis ngotot bahwa cinta adalah segala-galanya. Orangtua menekankan imanlah yang paling penting.
Yesus Kristus harus menjadi nakhoda bahtera keluarga. Beberapa waktu lamanya mereka tetap pada pendirian masing-masing.
Bahkan anak dan orangtua putus hubungan. Mereka saling diam karena prinsip yang berbeda.
Dalam bacaan Injil hari ini Yesus mengingatkan bahwa kedatangannya akan membawa pertentangan.
“Kalian sangka Aku datang membawa damai ke bumi? Bukan! Bukan damai, melainkan pertentangan!”
Keputusan mengikuti Yesus menuntut berbagai konsekwensi. Tidak mudah menuruti tuntutan itu.
Ada berbagai tanggungjawab dan tantangan yang harus dihadapi. Tidak jarang harus mengorbankan keluarga, hobby, masa depan, previlegi, kesenangan diri dan lain-lain.
Yesus datang ke bumi untuk melemparkan api. Api adalah lambang Roh Kudus. Yesus datang untuk memberikan Roh Kudus kepada kita agar dapat mengerti tentang kebenaran.
Pilihan untuk menerima Yesus atau menolakNya adalah keputusan yang sulit. Orang harus berpikir jernih dalam terang Roh Kudus, agar bisa membuat pilihan yang tepat.
Seringkali pilihan itu menimbulkan pertentangan batin. Bukan saja dalam diri pribadi tetapi juga menyangkut keluarga dan orang lain.
Yesus datang membawa kasih dan keselamatan. Maka mengikutiNya pastilah akan mengalami kasih dan selamat. Yesus sendiri adalah jaminanNya. Orang yang mengikutiNya tidak akan dikecewakan.
Kesetiaan Yesus pada kehendak Bapa adalah jaminan bahwa Ia juga setia pada kita. marilah kita berani setia kepadaNya.
Bunga putih adalah melati
Dipasang di atas meja
Mengikuti Yesus sampai mati
Pasti bahagia selamanya
Bandungan, suatu pagi yang cerah
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Oct 23, 2019 | Renungan
BEBERAPA pimpinan daerah sering mengadakan sidak (Inspeksi Mendadak) ke lapangan.
Ambil contoh Bu Risma walikota Surabaya, Ahok waktu menjadi gubernur di Jakarta, atau bahkan Pak Jokowi sendiri.
Ada pegawai yang dimarahi bahkan dihukum ketika ketahuan tidak berada di tempat kerja. Bahkan Risma tidak segan-segan mencopot bawahannya yang tidak becus bekerja.
Mereka sudah digaji dari uang pajak rakyat, tetapi kinerjanya kurang bagus. Maka pimpinan memperingatkan, memberi sangsi, bahkan harus mencopot mereka yang tidak bertanggungjawab.
Sidak menjadi salah satu cara untuk melihat para pekerja, apakah mereka sungguh-sungguh bekerja dengan baik. Punishment and reward juga dipakai agar mereka bisa meningkatkan hasil kerjanya.
Dalam bacaan Injil hari ini sekali lagi Yesus mengingatkan murid-muridNya untuk siap sedia dan berjaga-jaga.
“Hendaklah kalian siap sedia, karena Anak Manusia akan datang pada saat yang tak kalian sangka-sangka.” Ternyata Tuhan juga melakukan sidak kepada kita.
Yesus memuji bagi mereka yang kedapatan sedang melakukan tugasnya ketika tua majikan datang pada waktu yang tidak dinyana-nyana.
“Berbahagialah hamba yang didapati tuannya sedang melakukan tugasnya, ketika tuan itu datang.”
Jika kita melakukan tanggungjawab dengan baik, dan dapat dipercaya, maka kita akan memperoleh kenaikan pangkat atau tanggungjawab.
Jika kita bisa dipercaya dalam hal-hal kecil, maka kita akan diberi kepercayaan yang lebih besar lagi.
Namun jika kita bekerja hanya semau-maunya saja dan tidak bisa dipercaya, maka kita juga akan menuai hasilnya yakni orang tidak akan memberi tanggungjawab dan kepercayaan yang lebih besar.
Benarlah yang dikatakan Yesus, “Barangsiapa diberi banyak, banyak pula yang dituntut daripadanya. Dan barangsiapa dipercaya banyak, lebih banyak lagi yang dituntut daripadanya.”
Pepatah mengatakan “sedikit sedikit lama-lama menjadi bukit” cocok dipakai untuk menjelaskan tingkat kepercayaan orang. Jika kita bisa dipercaya mulai dari kecil, lama-lama akan menjadi besar.
Marilah kita melakukan tugas kita dengan baik. Marilah kita membangun kepercayaan diri kita. jika kita mampu melakukan yang kecil, kita akan diberi tanggungjawab yang lebih besar.
Anak kodok namanya precil
Melompat-lompat di air yang biru
Mulailah melakukan yang kecil-kecil
Tanggungjawab besar akan menantimu
Cawas, menanti selalu
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Oct 21, 2019 | Renungan
KITA semua tahu orang yang paling sibuk menjaga keamanan kepala negara adalah Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden).
Mereka selalu waspada untuk menjaga keamanan dan kenyamanan presiden dari segala ancaman. Zero Mistake atau nol kesalahan itulah yang mejadi prinsip tugas mereka. Tak boleh sampai ada kesalahan sekecil apapun.
Zero mistake adalah harga mati bagi mereka. Mereka selalu berjaga-jaga dan waspada dari jarak dekat maupun jarak jauh atas obyek vital negara yakni diri presiden dan keluarga.
Mereka selalu ada kapan dan dimana pun presiden berada. Mereka siap sedia mengorbankan nyawa demi cinta tanah air dan tugas pengamanan negara. Mereka juga siap melayani apa pun kebutuhan presiden tanpa kecuali.
Dalam Injil hari ini, Yesus mengingatkan murid-muridNya untuk selalu berjaga-jaga. “Hendaklah pinggang tetap berikat dan pelitamu tetap menyala.”
Sebagai seorang hamba, kita wajib selalu siap sedia di hadapa tuannya. Betapa bahagianya jika tuan mendapati hamba-hambanya selalu siap melayani dan berkorban demi tuannya.
Apabila tuan itu datang tengah malam atau dini hari dan para hambanya siap di depan pintu, betapa berbahagia para hamba itu karena berlaku demikian.
Seperti Motto Paspampres yakni Setia dan Waspada. Para hamba yang dipanggil mengabdi juga harus setia kepada Tuhan dan waspada terhadap segala ancaman yang ada. Pengabdian yang tulus itulah misi para hamba Tuhan.
Begitu pun kita diajak untuk setia kepada Allah dan selalu waspada terhadap segala ancaman dan godaan yang mampu mengganggu relasi kita dengan Tuhan.
Tuhan pasti senang jika kita hambaNya didapati setia dan waspada. Apa yang dikatakan Yesus itu itu bisa berlaku bagi kita,
“Apabila ia datang pada tengah malam atau dini hari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah para hamba itu.”
Marilah kita selalu siap sedia, berjaga-jaga di hadapan Tuhan. Kita tidak tahu kapan Tuhan datang. Tetapi jika kita selalu siap sedia dan waspada, maka kita akan berbahagia.
Pagi-pagi dipanggil ke istana
Untuk dijadikan menteri pariwisata
Selalu siap melayani dan waspada
Itulah sikap sejati seorang hamba
Cawas, malam penantian
Rm. A. Joko Purwanto Pr